Kami Mengucapkan Terimakasih kepada Semua Pihak yang telah membantu Menyukseskan Perhelatan Akbar
Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2009

di Jakarta 3 s.d. 9 Agustus 2009

Sampai Ketemu di OSN Tahun 2010 di Medan, Sumatera Utara

Headline News

NATIONAL NEWS

Translate Here

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic

Nilai Tukar Rupiah Hari Ini

Jumat, Juli 10, 2009

Partai Golkar Harus Belajar Jadi Oposisi


PASCAPILPRES


Jumat, 10 Juli 2009 | 05:32 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Dewan Penasihat Partai Golongan Karya, Sultan Hamengku Buwono X, menyatakan, Partai Golkar kini perlu belajar menjadi partai oposisi. Pilihan menjadi oposisi tetap terhormat dan membawa manfaat besar bagi proses demokratisasi dan kepentingan rakyat.

”Toh jadi oposisi juga bisa memberikan keseimbangan yang baik untuk masyarakat. Selama oposisi lemah, mungkin ada sesuatu yang kurang menguntungkan untuk masyarakat. Balance itu penting,” ungkap Sultan, Kamis (9/7) di Yogyakarta.

Menurut dia, Partai Golkar selama ini memiliki kemampuan sebagai partai pemerintah dan ikut berkuasa. Itu berarti Partai Golkar pun seharusnya bisa menjadi partai oposisi. ”Tidak mesti harus berkuasa,” ungkapnya.

Sultan juga mengingatkan agar jajaran Partai Golkar tidak mencari kambing hitam atas kekalahan Jusuf Kalla-Wiranto. Partai Golkar harus tetap kompak dan jangan terjadi saling sikut di internal partai. ”Kalau memang kalah, ya kalah. Jangan cari kambing hitam,” ungkapnya.

Terkait munculnya isu Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar untuk mengganti JK, menurut Sultan, itu bertujuan mendelegitimasi Partai Golkar untuk kepentingan-kepentingan perebutan kekuasaan di organisasi Partai Golkar. ”Saya tidak setuju dengan cara begitu,” ujarnya.

Tak ada munaslub

Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla bersama pimpinan DPP lainnya, Kamis di Posko Mangunsarkoro, mulai membicarakan persiapan Munas Partai Golkar. Topik ini dibicarakan terkait adanya upaya sejumlah kader Golkar yang mendorong dilaksanakan munaslub dalam waktu dekat.

Hal itu disampaikan Ketua Departemen Organisasi Kaderisasi dan Keanggotaan Partai Golkar Yuddy Chrisnandi. Rapat informal, antara lain, dihadiri Jusuf Kalla, Wakil Ketua Umum Agung Laksono, Sekjen Soemarsono, dan anggota Dewan Penasihat Fahmi Idris. ”Jadi, tidak ada munaslub. Yang ada adalah munas rutin yang diselenggarakan pada saat ulang tahun Partai Golkar setiap Oktober,” kata Yuddy.

Fahmi Idris mengakui adanya pihak-pihak yang sejak awal pencalonan capres hingga kampanye mempersiapkan munaslub. ”Banyak yang menjadi kandidatnya untuk menjadi pimpinan Partai Golkar. Yang saya tahu berminat adalah Aburizal Bakrie serta beberapa orang lagi,” ungkapnya.

Fahmi juga mengungkapkan, Partai Golkar sulit menjadi partai oposisi karena sejarah dan karakter Partai Golkar yang sudah lebih dari 30 tahun. ”Dulu saya pernah mencoba mengusulkan Partai Golkar menjadi oposisi, tetapi tidak bisa,” ujarnya.

Koalisi berubah

Pagi harinya, Agung Laksono menyebutkan, kelanjutan keberadaan Partai Golkar dalam koalisi besar termasuk salah satu materi evaluasi pasca-Pemilu 2009. ”Keputusan Partai Golkar bisa berubah, tergantung kepemimpinan partai,” kata Agung.

Agung mengakui, ada sebagian yang menyuarakan penyelenggaraan munaslub, tetapi pihak pengurus pusat Partai Golkar belum merapatkannya. Yang pasti, katanya, kekalahan Partai Golkar dalam pemilu legislatif dan pilpres akan dievaluasi. Agung mengakui mesin parpol tidak berjalan sebagaimana mestinya, baik di pusat maupun di daerah.

Tak sampai ke rakyat

Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate Sukardi Rinakit menilai kekalahan JK-Win akibat ide dan program-program yang disampaikan pasangan ini tidak sampai ke masyarakat kecil yang berpendidikan di bawah SMP. Padahal, jumlah pemilih kelompok ini mencapai 80 persen dari total pemilih.

Dari aspek kultural, lanjut Sukardi, sebagian besar pemilih yang beretnis Jawa dan Sunda juga masih melihat penampilan fisik pemimpin sebagai laki-laki yang gagah dan berwibawa.

Kondisi itu diperparah dengan kegagalan tim sukses JK-Win menyampaikan ide-ide pasangan itu ke masyarakat, sementara mesin politik Partai Golkar tak solid dan terpecah-pecah.

Kecewa, tetapi menerima

Meskipun kecewa, masyarakat Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, daerah kelahiran calon presiden Jusuf Kalla, bisa menerima hasil hitung cepat raihan suara untuk Kalla dalam pilpres Rabu lalu dengan berbesar hati.

”Pastilah sangat kecewa. Namun, di balik itu ada kebanggaan bahwa sudah ada orang Bugis yang berani tampil bersaing meraih kursi Presiden RI. Apa pun hasilnya, kami hanya bisa pasrah dan berbesar hati. Tentu kita masih tetap menunggu hasil KPU,” kata Abdul Latif (69), teman masa kecil JK.

Hal senada dikatakan Abdul Rahman (50), pedagang di Pasar Lama Watampone. ”Yang saya tidak sangka hanya satu putaran. Tadinya saya berpikir pilpres dua putaran,” katanya.

Menyusul anjloknya suara Partai Golkar di 15 kabupaten/kota dalam pilpres 8 Juli lalu, Pelaksana Tugas Ketua Partai Golkar Sulawesi Utara Max Lumintang meminta diberhentikan dari jabatannya. Permintaan itu ia sampaikan kepada Jusuf Kalla melalui telepon, Kamis.

Lumintang mengatakan, kekalahan telak pasangan JK-Win di Sulut cukup memalukan bagi jajarannya, khususnya di kabupaten-kabupaten yang dikenal sebagai lumbung suara Golkar.

Lumintang menduga suara JK-Wiranto digembosi sejumlah kader partai di kabupaten/kota untuk melemahkan posisi dirinya sebagai pelaksana tugas. ”Saya bilang kalau tidak suka sama saya berhentikan saja, tapi jangan permalukan Pak JK,” katanya.

(DIK/SEM/REN/ZAL/RWN/MZW)
Sumber : Kompas Cetak


Sumber: Kompas



Bookmark and Share


Berita terkait:



0 komentar:

Blogger template 'Purple Mania' by Ourblogtemplates.com 2008

Jump to TOP