Kami Mengucapkan Terimakasih kepada Semua Pihak yang telah membantu Menyukseskan Perhelatan Akbar
Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2009

di Jakarta 3 s.d. 9 Agustus 2009

Sampai Ketemu di OSN Tahun 2010 di Medan, Sumatera Utara

Headline News

NATIONAL NEWS

Translate Here

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic

Nilai Tukar Rupiah Hari Ini

Sabtu, April 18, 2009

Meutya Hafid Nyaris Sundul Burhanuddin

Sabtu, 18 April 2009 | 16:40 WIB

TEMPO Interaktif, Medan: Dua calon legislator dari Partai Golkar, Burhanuddin Napitupulu dan pendatang baru Meutya Viada Hafid, hanya berselisih 436 dalam memperoleh suara sementara di Daerah Pemilihan I Sumatera Utara. Adapun Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Tifatul Sembiring, mendulang 5.127 suara dari daerah pemilihan yang sama.

Berdasarkan data tabulasi KPU Sumatera Utara yang dipantau Tempo, Sabtu (18/4), Burhanuddin unggul dengan perolehan 2.515 suara, sedangkan mantan presenter Metro TV Meutya menyusul dengan mengumpulkan 2.079 suara. Sejak awal kampanye, kedua kader Golkar ini terus bersaing.

Sebelum pencontrengan, wartawan yang pernah disandera di Irak itu sempat direpotkan oleh hasil survei internal partainya, yang memiliki dua versi. Menurut perempuan 31 tahun ini, survei periode Januari – Maret 2009 ia berada di peringkat pertama.

Namun, seorang petinggi partai gerah dengan hasil itu. Lembaga survei yang disewa lantas mengubah posisi Meutya ke nomor dua. Ketika hal itu ditanyakan, Meutya tak memperoleh jawaban yang berarti. Di daerah pemilihan yang meliputi Medan, Kabupaten Deli Serdang, Serdang Bedagai, dan Kota Tebing Tinggi, Meutya harus bertarung melawan sejumlah politikus kawakan. Selain seniornya Burhanuddin Napitupulu ada juga bekas wartawan, yaitu Panda Nababan dari PDI Perjuangan.

Sementara itu, mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Chairuman Harahap, berada di posisi teratas perolehan sementara Partai Golkar di daerah pemilihan Sumatera Utara II dengan mengantongi 6.241 suara, sementara mantan Panglima Kodam I Bukit Barisan, Tritamtomo Danuri, di posisi teratas PDI Perjuangan di daerah pemilihan Sumatera Utara III dengan 2.781 perolehan suara.

Tak hanya calon legislator yang tak bermasalah yang memperoleh suara, calon legislator yang telah meninggal dunia dan berperkara hukum juga memperoleh suara. Seperti almarhum Abdul Azis Angkat, mantan Ketua DPRD Sumatera Utara yang meninggal dalam aksi demo maut, turut mendulang suara. Almarhum hingga Sabtu sore memperoleh 232 suara.

Sementara tersangka demo maut, G.M. Chandra Panggabean berada di posisi pertama dari Partai Peduli Rakyat Nasional untuk daerah pemilihan Sumatera Utama I. Chandra mengumpulkan 415 suara. Ketua KPU Sumatera Utara Irham Buana Naasution mengatakan suara yang diperoleh Abdul Azis Angkat akan diserahkan kepada partainya (Golkar).

Adapun suara Chandra hingga saat ini belum ada masalah, karena yang bersangkutan belum menjadi terpidana. "Andai terpidana, kami serahkan kepada partainya," ujar Irham. Sumatera Utara mendapatkan jatah 30 kursi untuk DPR RI.

SOETANA MONANG HASIBUAN

Klik selengkapnya...

Politik-P

Senin, 13 April 2009

Oleh: Goenawan Mohamad

DI bilik suara itu aku tertegun: di sini aku sendiri, satu di antara jutaan suara lain, satu noktah di dalam arus 170 juta manusia, mungkin patahan bisik yang tak akan terdengar. Ini sebuah pemilihan umum; statusku: sebuah angka.

Di ruang yang sempit itu, beberapa menit aku menatap lembar-lembar kertas yang diberikan kepadaku. Sederet gambar. Sejumlah nama. 99% tak kukenal. Kalau ada yang kukenal, ia terasa berjarak dari diriku. Tak ada nama partai dan orang yang tercantum yang menggerakkan hati saya. Tak ada ada dorongan kesetiaan yang akan membuat aku dengan gigih memilih sambil berkata pelan tapi bangga, di bilik itu, "Partaiku, wakilku!".

Aku tertegun: apa aku, apa mereka? Partai-partai itu sehimpun penanda yang tampaknya tak berkaitan dengan yang ditandai; mungkin bahkan tak ada sama sekali yang mereka tandai. Yang jelas, mereka tak membuatku mati-matian ingin mengisikan makna, dengan seluruh keyakinan, ke dalam penanda kosong itu.

Tapi aku mencontreng, aku memilih. Dengan demikian aku mengubah diriku jadi satu satuan numerik, sebuah unsur dalam sebuah ritus kolektif. Dan dengan demikian pula aku termasuk, tergabung, ke dalam sesuatu yang tak pernah, dan mungkin sekali tak akan, jadi bagian hidupku.

Jangan-jangan seluruh ritus ini, setidaknya di tahun 2009 ini, adalah sebuah alienasi. Aku bayangkan mungkin yang serupa terjadi di sebuah pabrik: seorang buruh mengerahkan seluruh tubuhnya dan mencucurkan keringatnya untuk sebilah gunting atau sepasang sepatu, dan pada saat itu juga berubah: ia hanya jadi tenaga-kerja-sebagai-komoditi; ia tak berkaitan lagi dengan buah tangannya sendiri. Ia terasing.

Aku pun ke luar dari bilik suara, aku melangkah meninggalkan TPS, dan tak merasa amat peduli mana yang akan menang dan yang akan kalah dalam pertandingan lima tahun sekali ini. Ada jarak antara aku dan ritus itu. Saling tak kenal lagi, saling terasing. Mungkin inilah yang aku alami: politik yang telah mati.

Di rumah aku baca lagi bab-bab yang berat dari buku Kembalinya Politik, yang ditulis beberapa pemikir politik mutakhir Indonesia, dengan pengantar Rocky Gerung, sebuah buku yang dipersembahkan kepada A. Rahman Tolleng, seorang aktivis yang tak kunjung reda kesetiaannya kepada politik.

Tapi di sini, "politik" berarti politik-sebagai-perjuangan, "politik-P". Bukan politik yang telah mati. Bukan politik-sebagai-ritus, "politik-R".

"Politik-R" adalah politik yang tercetak dalam gambar-gambar di lembaran kartu suara 2009 itu. "Politik-R" datang karena ritus adalah repetisi yang diwajibkan dan disepakati. Repetisi bisa membawa daya magis, seperti mantra yang berkali-kali dirapal, tapi juga sebaliknya: bahkan sembahyang yang suatu ketika khusyuk juga bisa kehilangan rasa ketika dilakukan berulang-ulang.

Kita bisa juga mengatakan, "politik-R" adalah politik tanpa la passion du réel -- untuk memakai kata-kata Alain Badiou, pemikir yang banyak dikutip dalam Kembalinya Politik.

Tanpa passion, tak ada gairah. Tanpa gairah untuk bersua dan memasuki le réel, berarti tak ada tekad untuk membuka diri kepada yang paling tak terduga. Le réel ada dalam tubuh kita, di bawah-sadar kita, dalam relung gelap kebersamaan kita: wilayah Antah Berantah yang tak terjaring dalam "pengetahuan", tak tercakup dalam bahasa, tak dapat diatur dalam tata simbolik. Di sanalah segala rencana dan doktrin terbentur.

Tapi justru sebab itu, politik adalah perjuangan. "Politik-P", adalah laku yang militan, karena ada keberanian mempertaruhkan nasib, menabrak apa yang sudah pasti untuk sesuatu yang belum. Tapi perjuangan itu memanggil aku, melibatkan diriku, bahkan perjuangan itulah yang menjadikan aku sebagai subyek -- bukan badan pasif yang datang ke kotak suara dan pergi dengan rasa asing kepada apa yang dilakukannya sendiri.

"Politik-P" itu pernah terjadi ketika Indonesia diproklamasikan merdeka, 17 Agustus 1945, atau ketika para pemuda melawan Tentara Sekutu di Surabaya, 10 November 1945, atau ketika para mahasiswa menantang rezim Orde Baru dan tanpa senjata menduduki Parlemen sampai Suharto terdesak mundur.

Tentu, kejadian itu jarang. Selalu datang "politik-R" menggantikannya. Tapi yang menyebabkan aku merasa terasing di tahun 2009 bukan semata-mata "politik-R" yang tak terelakkan. Di atas saya katakan, tanda gambar dan nama politisi itu tak menandai apa-apa - tapi mungkin saya keliru. Mereka sebenarnya sebuah simptom. Mereka gejala dua nihilisme yang bertentangan.

Nihilisme pertama menampik politik sebagai proses kebenaran - karena kebenaran dianggap tak perlu. Hampir semua partai didirikan bukan karena ada satu subyek kolektif yang tergerak oleh keyakinan tentang yang benar dan yang tidak. Bahkan beberapa partai bukanlah "partai politik" (yang mengandung "kebersamaan"), melainkan "partai palangki": dibuat hanya untuk jadi tempat mengusung sang pemimpin.

Nihilisme kedua juga menampik politik sebagai proses kebenaran. Tapi ia berbeda dari nihilisme pertama. Bagi para pelakunya, kebenaran ada, tapi bukan sebuah proses. Kebenaran sudah selesai. Tak ada pengakuan, apalagi gairah, akan le réel. Maka tak ada celah bagi yang baru, yang tak terduga-duga, yang lain.

Di sini pun sebenarnya yang terjadi hanya pengulangan. Sebab para pak turut dogma bukanlah orang yang berjuang. Perjuangan dalam arti sebenarya melawan kebekuan dan represi, juga dalam pikiran sendiri.

Sekian puluh tanda dan nama, dua nihilisme…

Di tengah itu, bagaimana aku tak akan terasing? Bagaimana aku tak akan merasa diri hanya sebuah angka kurus di bilik suara, jari penyontreng yang sebentar lagi akan ditelan ritus 170 juta manusia?




Klik selengkapnya...

Caleg Stres dan Stroke Pasca Hari-H Pemilu 2009

30 Januari 2009 oleh Dwiki Setiyawan

Tulisan ringan ini bukan untuk menakut-nakuti dan menciutkan nyali para Calon Legislatif (Caleg) 2009 yang akan berlaga di Hari-H Pemilu Legisltaif pada 9 April 2009. Justru sebaliknya, dimaksudkan untuk membesarkan & menguatkan hati para caleg pada hari-hari ini yang tengah mengimplementasikan segala strategi dan taktiknya di lapangan.

Seperti kita ketahui bersama, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan uji materi mengenai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Di mana calon terpilih didasarkan suara terbanyak, bukan berdasarkan nomor urut.

Konsekuensi dari keputusan tersebut, partai-partai politik yang belum menerapkan sistem sebagaimana putusan MK di atas agak kelabakan. Lebih-lebih para calon legislatifnya. Mereka yang tadinya sudah melihat di pelupuk mata akan melenggang mulus ke gedung DPR, DPD atau DPRD harus bekerja dan berusaha lebih keras lagi. Sebab apabila bersantai-santai dan sedikit lengah, ‘gajah yang di pelupuk mata’ itu akan menjadi ‘kuman di seberang lautan’ alias ‘bablas’ jatah kursinya. Dengan sistem calon terpilih didasarkan suara terbanyak, maka mau tidak mau dan suka atau tidak suka mengharuskan para caleg rajin menyapa calon pemilih.

Untuk dapat rajin menyapa calon pemilih diperlukan adanya modal atau biaya (pepatah Jawa: jer basuki mawa beo). Sekurang-kurangnya biaya untuk transportasi, telekomunikasi dan akomodasi. Tetapi tidak mungkin kan, setelah caleg bertemu dengan calon pemilih hanya dengan tebar pesona dan janji-janji saja. Dan jauh hari sebelumnya, para caleg pasti telah menyiapkan ‘dana politik’ untuk daerah pemilihannya.

Dana politik yang telah dianggarkan dapat membengkak berkali-kali lipat dari yang diperkirakan sebelumnya. Dana politik itu biasanya dialokasikan untuk transportasi, komunikasi (pulsa handphone/wartel) dan akomodasi, sewa posko, internet (membuat situs/website/jejaring sosial dunia maya), iklan (televisi, radio, media cetak/elektronik/dunia maya), honor team sukses, perizinan-pajak, konsumsi, atribut pemilu dan sebagainya.

Dengan demikian dapat dipastikan, bahwa biaya-biaya politik di atas bisa mencapaai ratusan juta hingga milyar rupiah apabila menjadi calon legislatif DPR atau DPD. Semakin jenjang pencalegan ke bawah, biaya politik juga menurun. Namun tetap tidak bisa dikatakan murah, sekalipun untuk Caleg DPRD Kabupaten/Kota.

Saya jadi membayangkan betapa susah dan sulit serta high cost bagi usaha-usaha para caleg menemui dan bersilaturahmi ke calon pemilih di daerah pemilihan luar Pulau Jawa. Apalagi yang luas dapilnya meliputi satu provinsi, dengan beberapa kabupaten didalamnya. Untuk menyapa calon pemilih di pedalaman Kalimantan Tengah, misalnya, berapa sungai dan anak sungai yang mesti dilewati dengan jarak berpuluh-puluh kilometer panjangnya. Dari satu pemukiman penduduk ke pemukiman penduduk terdekatnya saja, sudah harus mengeluarkan berliter-liter solar untuk perahu, sampan atau speedboat yang disewanya. Belum biaya lainnya.

Demi untuk meraih suara, banyak caleg di daerah pemilihan dengan pulau-pulau kecil yang sambung menyambung rela berterik-terik matahari dan pasrah diombang-ambingkan ombak. Di Papua, saya dengar dari penuturan seorang caleg DPR-RI yang harus menyewa pesawat kecil untuk menemui calon pemilihnya. Terbang di atas hutan dengan pucuk-pucuk pepohonan menjulang tinggi, mengarungi lembah-lembah dan ngarai serta bermanuver di antara bukit-bukit dan pegunungan. Suatu usaha luar biasa dengan taruhan nyawa didalamnya.

Di atas usaha-usaha kasat mata di atas, tentu banyak caleg yang mengiringi langkah dan manuver Pemilu 2009 dengan restu dan doa. Restu masyarakat, orang tua, sanak keluarga, handai taulan, kyai bahkan paranormal. Bisa jadi pula, hari-hari ini mungkin saja para caleg yang sebelumnya longgar dalam memanjatkan doa kepada Yang Maha Kuasa semakin meningkatkan intensitas doa dan ibadah malamnya. Sesuatu yang manusiawi sifatnya.

Berpijak dari pandangan-pandangan yang saya kemukakan di atas, apabila caleg tidak siap menang atau siap kalah, tidak menyiapkan mental baja dan keimanan kokoh, bukan hal mustahil apabila pasca Hari-H Pemilu 2009 mendatang, kita akan baca di media massa ada caleg yang stres dan stroke akibat kegagalan meraih kursi legislatif.

Pada Pemilu 2004, saya mendapat informasi bahwa ada seorang caleg DPR-RI yang dikejar-kejar hutang oleh pengusaha atribut lantaran belum melunasi order pesanannya. Makanya, belajar dari pengalaman Pemilu 2004 banyak pengusaha atribut saat ini yang maunya ‘Cash and Carry’. Kasihan juga ya, sudah kalah dan tidak jadi anggota legislatif masih terbebani lilitan hutang.

Seorang teman berseloroh, bila menjelang Hari-H Pemilu ada caleg yang gemar mendatangi paranormal, bukan mustahil pasca Pemilu Legislatif berganti mendatangi psikiater. Semoga tidak demikian adanya.

Tunggu dulu! Jangan-jangan, sebelum Hari-H Pemilu Legisltif 2009 saja sudah ada Calon Legislatif yang mengalami stres...


Klik selengkapnya...

SBY Paling Dipilih Publik


JAKARTA, KOMPAS.com — Nama Susilo Bambang Yudhoyono, Megawati Soekarnoputri, dan Prabowo Subianto paling banyak dipilih dan didiskusikan oleh publik. Namun, di antara ketiga nama itu, SBY paling banyak dibicarakan, sekitar 49,6 persen dari Mega yang hanya 14,1 persen serta Prabowo 5,6 persen.

Hal itu dikatakan Direktur Lembaga Survei Indonesia Dodi Ambardi saat merilis hasil exit poll "Pilihan Atas Anggota DPR dan Calon Presiden" di kantor LSI, Jakarta, Kamis (16/4). "SBY memang masih punya peluang untuk kembali terpilih dibanding lawan-lawannya," kata Dodi.

Bila jumlah calon dibatasi hanya 6 nama, dituturkan Dodi, SBY dipilih oleh 53 persen dengan konsekuensi pemilu presiden hanya satu putaran. "Bila dikerucutkan 3 nama capres, maka SBY akan dipilih oleh 60 persen pemilih, sementara dukungan untuk Mega, Prabowo, JK, Wiranto, dan Sultan tak menunjukkan tanda-tanda kemajuan," jelasnya.

Survei yang dilakukan 9 April 2009 bertepatan dengan pemilu legislatif ini digunakan metode exit poll. Survei dilakukan di 2.100 TPS yang dipilih secara random dan proporsional dari seluruh provinsi. Di tiap TPS yang terpilih itu ditentukan 2 pemilih sebagai responden yang semuanya berjumlah 4.200 responden dengan margin of error 1,7 persen.

Responden diwawancara dengan pertanyaan bila pilpres diadakan sekarang, siapa nama-nama yang akan dipilih. Penanya mengajukan pertanyaan itu tiga kali dengan disodori daftar calon presiden sejumlah 27 nama lebih, 6 nama dan 3 nama.

Dalam kesimpulan survei ini disebutkan, dukungan terhadap SBY sangat solid dari partainya. Sementara Mega dan Prabowo cukup solid meski dua figur ini belum mampu menarik pemilih di luar massa pemilih partai mereka.

Dukungan untuk SBY berasal dari partai lain cukup banyak, kecuali dari massa PDI-P dan Gerindra. Misalnya dari massa Golkar, PPP, dan PAN.

MYS

Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

PDI-P Tak Siapkan Puan Gantikan Mega

JAKARTA, KOMPAS.com — Kubu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) menegaskan, tidak ada pembahasan di tubuh partai bahwa Puan Maharani tengah disiapkan menggantikan Megawati Soekarnoputri. Wakil Sekjen DPP PDI Perjuangan Agnita Singedikane membantah secara tegas kemungkinan Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri tak akan dipaksakan untuk menjadi calon presiden (capres) pada Pilpres 2009.

"Tidak benar kalau ada yang mengatakan Bu Mega tak jadi dicalonkan. Saya perlu menegaskan, partai kami punya mekanismenya. Pada Rakernas lalu, kami sepakat untuk mencalonkan Ibu Megawati sebagai calon presiden. Nah, sampai saat ini tak ada yang merubah dan pada Rakernas selanjutnya akan ditetapkan siapa yang kemudian akan dipasangkan dengan Bu Mega. Jadi, tidak benarlah kalau dikatakan PDI-P ragu mencalonkan Megawati Soekarnoputri," kata Agnita Singedikane kepada Persda Network, Rabu (15/4).

Agnita juga mengklarifikasi adanya desas-desus atas sikap partainya yang kini sudah mempersiapkan nama putri Megawati, Puan Maharani, untuk dipasangkan dengan kandidat capres atau cawapres lain untuk berhadapan dengan incumbent Presiden SBY. Keputusan partai, tegasnya, tak bisa diubah begitu saja tanpa persetujuan dari seluruh pengurus dan kader PDI-P seluruh Indonesia melalui Rakernas partai.

"Kami memang mendengar nama Puan disebut-sebut untuk dimajukan dalam pilpres. Itu, sama sekali tidak benar. Sampai saat ini sikap partai tetap konsisten, Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai capres tunggal PDI-P. Segala sesuatunya akan ditentukan di Rakernas nanti yang kemungkinan akan dilaksanakan di Jakarta sebelum pelaksanaan pilpres," tandasnya.

Kini, imbuh Agnita, PDI-P sudah menurunkan tim untuk melobi beberapa kandidat yang saat ini dianggap sebagai calon kuat pendamping Megawati. Namun, Agnita enggan menjelaskan secara rinci siapa bakal cawapres Megawati yang kini sedang dilobi secara intensif.

"Masih banyak waktu bagi kami untuk mempersiapkan diri di pilpres nanti. Jadi, sekali lagi saya katakan, kalau ada yang bilang Ibu Mega tak jadi dicalonkan sebagai capres, itu ngawur. Rakernas belum dilaksanakan, kok sudah ada yang bisa bilang seperti itu," kata Agnita.

Persda Network Rachmat Hidayat

Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

Prabowo-Soetrisno, Pasangan Menarik


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Badan Pemenangan Pemilu PAN Totok Daryanto mengatakan, kalau nantinya Prabowo Subianto dan Soetrisno Bachir bisa maju bersama sebagai kandidat presiden dan wakil presiden mendatang maka akan menjadi pasangan yang sangat menarik.

"Di kalangan rakyat bawah, dan anak muda, pasangan ini akan menjadi ikon baru yang akan membawa suasana baru bagi bangsa ini," ujar Totok di Jakarta, menanggapi pertemuan Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto di Jakarta, Rabu (15/4).

Selain itu, menurut Totok, pemilih pemula juga akan lebih tertarik dengan munculnya tokoh muda yang akan memimpin bangsa ini.

"Kita tidak ingin, reformasi yang hanya berhenti sampai di sini. Kita ingin aset kekayaan bangsa kembali dikelola anak bangsa, untuk menyejahterakan rakyat," ujarnya.

MAM

Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

Ukuran Rasionalitas di Balik Tokoh


Oleh Suwardiman & Toto Suryaningtyas

KOMPAS.com - Nyaris bisa dipastikan Partai Demokrat akan menggeser dominasi kekuatan partai besar pada pemilu kali ini. Jika hasil hitung cepat sejumlah lembaga survei sesuai dengan hasil hitung resmi KPU nanti, sekali lagi peta kekuatan politik nasional berubah. Bagaimanakah gambaran karakter dan perilaku pemilih?

Jika Partai Demokrat betul unggul kali ini, hal itu akan menjadi salah satu bukti merapuhnya basis massa parpol besar selama ini. Dalam dua rezim pemilu terakhir perlahan tapi pasti, basis massa partai-partai besar yang mapan dan memiliki jaringan kuat tergerus kekuatan politik baru. Tiga kali pemilu berlangsung pascareformasi, tiga kali pula peta dominasi kekuatan politik berubah.

Kecenderungan memudarnya kekuatan partai-partai mapan (Partai Persatuan Pembangunan, Partai Golkar, dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), yang sudah eksis sebelum orde liberalisasi politik 1999, bisa jadi berpusar pada dua kemungkinan karakteristik: pemilih memang cenderung labil atau perilaku pemilih yang lebih retrospektif.

Voters are not fools! Demikian kata Valdimer O Key dalam bukunya The Responsible Electorate: Rationality in Presidential Voting 1936-1960 (1966). Pemilih yang menggunakan hak pilihnya dengan sadar, secara langsung atau tidak langsung, menetapkan pilihan mereka secara retrospektif.

Setiap pemilih sedikit banyak akan menilai apakah kinerja pemerintah yang menjalankan pemerintahan pada periode legislatif terakhir sudah baik bagi dirinya sendiri dan negara, atau justru sebaliknya. Jika pemilih memberi penilaian positif terhadap pemerintahan terakhir, mereka akan memilihnya kembali. Sebaliknya, apabila masyarakat menilai negatif, pemilih tidak akan memilih lagi partai (elite yang mewakili partai) yang memimpin pemerintahan.

Gambaran perilaku pemilih yang cenderung evaluatif dalam memilih partai politik juga tampak dari hasil survei nasional Kompas yang dilakukan menjelang Pemilu Legislatif 2009 terhadap 3.000 responden di 33 provinsi. Nilai-nilai evaluatif, di antaranya, adalah pandangan dan pengetahuan responden soal kinerja partai, citra partai yang bersih korupsi, pengenalan tokoh parpol, prestasi, serta perilaku pemimpin partai, menjadi faktor-faktor yang memengaruhi pilihan politik responden.

Memang tidak sepenuhnya preferensi terhadap faktor pengaruh ini secara langsung berimplikasi terhadap pilihan parpol. Bagaimanapun, aspek evaluatif ini mengandung bermacam penilaian lainnya, terutama dalam hal tokoh parpol. Hal ini terbukti dari faktor citra parpol bersih korupsi, misalnya, meski paling tinggi memengaruhi pilihan politik, tidak secara langsung mendongkrak proporsi Partai Keadilan Sejahtera yang banyak direferensi sebagai ”partai bersih”. Sebaliknya, kecenderungan apriori terhadap unsur militer dalam tubuh parpol nyatanya tidak berlaku bagi Partai Gerindra, yang justru mencuat sebagai salah satu rising star pemilu ini.

Penilaian obyektif

Arus informasi yang semakin terbuka memungkinkan pemilih saat ini jadi semakin terbuka untuk menentukan arah pilihan politik mereka. Keterbukaan informasi ini yang memperlebar pintu kesempatan bagi masyarakat untuk melakukan evaluasi terhadap lembaga-lembaga politik yang ada. Ambil contoh pengenalan dan pemahaman partai. Beragam berita terkait kasus korupsi hingga skandal moral anggota DPR dari parpol tertentu memapar masyarakat lewat media cetak atau elektronik. Arus informasi semacam ini menjadi bahan evaluasi pemilih menentukan pilihan mereka.

Sangat mungkin, kencangnya proses liberalisasi politik di Indonesia pascareformasi turut mendorong transisi pilihan politik di negeri ini. Pilihan-pilihan politik didasarkan pada aspek rasional yang bersifat evaluatif. Meski demikian, kondisi tersebut tidaklah berjalan di ruang hampa. Apalagi, menurut Anthony Downs, pada dasarnya manusia adalah juga homo economicus alias makhluk ekonomi (Dieter Roth, Studi Pemilu Empiris: 2008).

Dalam konteks berpolitik, menurut Downs, pemilih rasional hanya ”menuruti” kepentingannya sendiri, dan kalaupun tidak, akan mendahulukan kepentingannya sendiri di atas kepentingan orang lain (egois) karena mereka ingin mengoptimalkan kesejahteraan mereka. Momentum pemilu akan mendorong pemilih memilih partai yang paling menjanjikan keuntungan. Pemilih pada umumnya tidak terlalu tertarik pada konsep politis sebuah partai, melainkan pada keuntungan lebih besar yang dapat ia peroleh jika partai yang dipilihnya itu menduduki kursi pemerintahan dibandingkan jika partai lain yang menguasai pemerintahan.

Dalam koridor pandang demikian, kebijakan pragmatis seperti pembagian bantuan langsung tunai (BLT), yang dikritik sementara pihak sebagai ”tidak mendidik”, menjadi terlegitimasi, bahkan menjadi pemikat yang efektif. Demikian juga penurunan harga BBM hingga tiga kali menjelang 2009, menjangkau efektif hingga jauh ke dalam relung-relung basis massa konstituen parpol.

Pada akhir kontestasi memang tidak terlalu penting lagi memperdebatkan argumentasi mana yang paling benar dalam konteks kebijakan pemerintah dan pendidikan politik warga negara. Dalam kondisi tekanan ekonomi, isu kebijakan yang mampu memberi ”angin segar” secara frontal kepada publik bakal lebih diingat pemilih, apalagi dilakukan menjelang pemilu. Bandingkan dengan memori kolektif publik terhadap kenaikan harga BBM, atau konversi minyak tanah, yang dilakukan jauh hari sebelum pemilu, cenderung ”diabaikan”.

Realitas di lapangan menunjukkan, masyarakat biasa pada umumnya tidak memiliki informasi yang cukup lengkap untuk memberi penilaian obyektif di bidang politik. Lebih jauh lagi, masyarakat kebanyakan tidak berusaha untuk mengenali pandangan politik mereka yang sesungguhnya dan melakukan evaluasi lebih jauh dan menentukan keputusan yang sesuai dengan kepentingan mereka. Oleh karena itu, fakta kemenangan Partai Demokrat dalam pemilu kali ini mengisyaratkan hal yang paling dikedepankan dalam pertimbangan ekonomis pemilih saat ini.

Keberadaan tokoh

Selain aspek evaluatif pragmatis-ekonomis, sulit dimungkiri faktor evaluatif-subyektif turut berperan besar dalam menentukan pilihan politik. Kekuatan Partai Demokrat yang merangsek pemilih di seluruh basis-basis pemilih nasionalis ataupun Islam masih ”tertahan” oleh loyalitas dan fanatisme pemilih, seperti PDI-P di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah atau Golkar di Sulawesi Selatan. Basis loyal ini mungkin akan lebih ”lembam” dalam beralih kepada pilihan parpol lain.

Dalam konteks ini, dasar loyalitas yang tak bersifat patron justru ditunjukkan Golkar yang memilih parpol berdasarkan sosok partai. Adapun pemilih Demokrat umumya menjadikan afiliasi kepada sosok Susilo Bambang Yudhoyono sebagai ”legitimasi” pilihannya kepada Partai Demokrat, sebagaimana juga para simpatisan Megawati kepada pilihan PDI-P. Citra tokoh tampak betul menjadi faktor yang masih kuat memengaruhi pemilih Indonesia, bahkan terhadap pemilih parpol pemenang yang diasumsikan ”rasional”.

Jika merunut popularitas Yudhoyono sejak 2004, tampak kecenderungan popularitasnya lebih dulu naik daripada Partai Demokrat. Cerminan jajak pendapat triwulanan juga menunjukkan popularitas SBY yang konsisten dan cenderung membaik menjelang Pemilu 2009, sebuah kondisi yang berbeda dengan dua presiden sebelumnya. Hasilnya terbukti dalam pemilu kali ini, yang dilihat dalam konteks persaingan politik partai papan atas, terasa mengejutkan.

Namun, masa kejayaan politik parpol tetap memiliki ”siklus hidup” yang terbatas. Apalagi jika pemilu ini menjadi kesempatan terakhir tampil di ajang pemilu. Apa jadinya Partai Demokrat tanpa SBY sebagai capres atau PDI-P tanpa capres Megawati? Masihkah peta dominasi politik Partai Demokrat atau kekokohan PDI-P mampu dipertahankan? Ukuran paling dekat adalah koalisi parpol dan komposisi capres mendatang, rasionalitas seperti apa lagi yang ditawarkan kekuatan politik dan dipilih sebagai prioritas utama pemilih. (Suwardiman & Toto Suryaningtyas/Litbang Kompas)


Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

Orang Samin Memandang Pemilu

BOJONEGORO, KOMPAS.com - Kabut pagi baru saja luruh di sekitar kawasan hutan jati yang pohonnya sudah tak lagi rimbun di Dusun Jepang, Desa Margomulyo, Kecamatan Margomulyo, Bojonegoro, Jawa Timur, Kamis (9/4). Di perkampungan komunitas masyarakat Samin di dusun tersebut, warga sudah mulai ramai, sebagian di antaranya anak-anak muda yang bergerombol "nongkrong" di sebuah warung kopi yang tidak jauh dari tempat pemungutan suara (TPS) 10, menunggu dimulainya pelaksanaan pemilu legislatif 2009 ini.

Sebagian lainnya, terutama para orang tua, tetap pergi bekerja ke sawah. Sendirian, Hardjo Kardi (73), trah terakhir Samin Surosentiko, sejak kabut masih mengelayut di dusun yang berada di tengah kawasan hutan jati itu, sudah memberi makan ikan nila di kolam yang tidak jauh dari rumahnya.

"Saya harus bertugas ke kantor kecamatan Margomulyo, sebagai panitia pengawas (panwas)," kata Bambang Sutrisno (27), anak Hardjo Kardi.

Di ruang tamu atau balai rumah kediaman Hardjo Kardi, sejumlah kursi panjang berjajar, saling berhadap-hadapan dilengkapi dengan sejumlah meja. Di dinding ruangan tamu itu, sedikitnya 15 foto dengan ukuran 10 R dipajang, mulai dari foto Bupati Bojonegoro, Suyono, Imam Soepardi, Atlan, Santoso, termasuk foto Hardjo Kardi bersama Bupati Bojonegoro, Suyoto.

Di bagian lain di dekat deretan jajaran kursi tamu, juga di dinding itu, tiga foto dengan ukuran besar, salah satunya i foto dalam bentuk lukisan Samin Surosentiko (Samin Anom), juga foto hitam putih, Surokarto Kamidin dengan blangkon dan baju kuthung warna hitam.

Meski mengenakan blangkon, dalam foto itu Hardjo Kardi sudah mengenakan jas warna hitam. "Surokarto Kamidin itu ayah saya, kalau foto mbah saya, Suro Kidin, tidak ada karena saya tidak punya," kata Hardjo Kardi menjelaskan.

Hardjo Kardi mengaku bangga memasang gambar Samin Surosentiko, juga Surokarto Kamidin, karena leluhurnya tersebut dianggap pejuang yang berani melawan penjajah kolonial Belanda. Di era Presiden, Soekarno, orang tuanya, Surokarto Kamidin tetap dianggap pejuang karena sebagai generasi penerus gerakan Samin Surosentiko.

Surokarto Kamidin dengan sejumlah warga setempat yang dikenal sebagai masyarakat Samin, pada tahun 1964 pernah nekad menemui Presiden Soekarno. Masalahnya, sejumlah warga di Dusun Jepang, ditangkap polisi, karena mengambil kayu jati di hutan.

Di masa penjajahan Belanda para pengikut Samin Surosentiko, yang berada di Blora, Pati, Brebes dan Kudus, Jawa Tengah, juga di Bojonegoro dan Lamongan, melakukan perlawanan. Yang dilakukan di antaranya, selain tidak bersedia membayar pajak, juga menebang kayu jati seenaknya.

Alasan mendasar komunitas masyarakat Samin sederhana, semua alam pemiliknya adalah Tuhan, tidak ada alasan orang lain bisa melarang dan mereka melakukan pembangkangan kepada Belanda dengan diam.

Dari hasil pertemuan di Istana Negara Jakarta dengan Presiden Soekarno itu, akhirnya, Surokarto Kamidin, mendapatkan kepastian perlawanan melawan penjajah kolonial Belanda sudah berakhir, karena Pemerintahan sudah berganti di tangan bangsa Jawa.

"Setelah itu kami tahu pemimpin di negeri ini, bangsa Jawa. Berarti juga Samin, sami-sami amin," kata Hardjo Kardi berfilsafat.

Dalam arti lain, menurut "wong Samin", sami-sami amin, bila setuju dianggap sah, karena mendapatkan dukungan rakyat banyak.

Ini kata Hardjo Kardi, sebagaimana pesan Samin Surosentiko dalam ajarannya yang masih dipegang teguh turun temurun, komunitas masyarakat Samin diminta di belakang, kalau sudah ada Pemerintahan Jawa.

Raja Tanah Jawa
Di masa penjajahan kolonial Belanda dari berbagai catatan yang ada, Samin Surosentiko pada 8 November 1907 di tengah ribuan pengikutnya di sebuah "oro-oro" (tanah lapang tanpa pepohonan) yang tidak disebutkan lokasinya memproklamirkan diri sebagai raja tanah Jawa.

Dari dukungan para pengikutnya di Blora juga di Bojonegoro, Samin Surosentiko mendapatkan julukan, Panembahan Suryongalam dengan kitab andalannya, Jamus Kalimosodo. Gerakan Samin Surosentiko tersebut, juga berawal dari gerakan sederhana mendatangi dan berbicara dengan sejumlah orang baik di balai desa juga tempat lainnya.

Gerakan Samin Surosentiko mulai mengkristal sejak 7 Februari 1889 di oro-oro Bapangan, Blora, Jawa Tengah, pada malam hari, dengan diterangi obor, Samin Surosentiko, mengumpulkan ribuan para pengikutnya dan mengampanyekan gerakan berdirinya kerajaan Jawa.

Hal yang sama juga dilakukan pada 11 Juli 1901 di lapangan Panggonan, Desa Kasiman, Kecamatan Kasiman, Bojonegoro, juga malam hari dengan penerangan obor mengampanyekan gerakan politik, sekaligus kejatmikaan. Dari gerakan tersebut, diperkirakan Samin Surosentiko, mampu memiliki pengikut sekitar 1.900 KK yang tersebar di berbagai daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur, termasuk Bojonegoro. Gerakan yang semakin menguat tersebut akhirnya, meresahkan Pemerintah kolonial Belanda, sehari setelah memproklamiasikan sebagai raja tanah Jawa, Samin Surosentiko ditangkap dan dibuang ke Nusakambangan.

Samin ditangkap di basis perlawanannya di Desa Plosokediren, Kecamatan Randublatung, Blora, Jawa Tengah. Tetapi, versi lain ada yang menyebutkan Samin Surosentiko juga sejumlah pengikut ahlinya dibuang ke Sawahlunto, Sumatra dan meninggal tahun 1914.

Di pembuangan, sebelum meninggal, Samin Surosentiko sempat menulis wasiat, salah satunya berjudul, "Metrum Duduk Waloh". Wasiat itu isinya, Nagaranta, niskala, kanduga arum hapraja mulwikang gati, gen ngaup miwah samungku, nuriya hanggemi ilmu rukunarga tan kana blekuthu".

Dari berbagai upaya yang dilakukan untuk menterjemahkan wasiat itu bisa diartikan: ... sebuah negara bisa kuat bila mempunyai peranan penting yang dapat menentukan peraturan dunia, kalaupun unsur pemerintah salah satunya adalah kelompok yang membuktikan kebijaksanaan dan menghormati kepercayaan para leluhurnya.

Menyangkut wasiat itu, sebagaimana dituturkan Hardjo Karsdi, tidak terlalu sulit dimengerti, karena di dalam membaca wasiat itu, tidak hanya mempergunakan otak, tetapi juga harus melengkapi dengan rasa tingkat tinggi.

Hal yang sama juga harus mempergunakan otak selain rasa, dalam memahami pitutur atau wejangan dari peninggalan Samin Surosentiko, dalam bentuk puisi, macopat, gancaran, juga primbon dan kepek sebagai pedoman hidup yang masih banyak disimpan komunitas masyarakat Samin di Bojonegoro dan Blora, Jawa Tengah yang masih tersisa.

Di antaranya dalam bentuk buku dengan judul. "Punjer Kawitan, Serat Pikukuh Kesejaten, Serat Uri-uri Pambudi dan Jati sawit. Dalam pandangan Hardjo Kardi, politik yang berkembang sekarang jauh dari ajaran Samin Surosentiko.

Semua harta benda yang ada, masih dianggap milik para politisi. Sesuai kebiasaan di komunitas warga Samin, harta benda bisa dimanfaatkan siapa saja yang membutuhkan.

Dia mencontohkan, keluarganya pernah kehilangan dua buah TV berwarna. Kehilangan TV itu, tidak pernah dilaporkan kepada polisi dan beberapa hari kemudian dua buah TV itu kembali disertai surat dari pengambilnya yang isinya, TV dikembalikan karena tidak laku dijual.

Di dalam wasiat, Metrum Duduk Waloh tersirat, adanya "Ageman keprajan", yang mengajarkan politik pemerintahan, meskipun sangat sederhana. "Kalau dalam pemilu legislatif ini semua caleg mempergunakan ajaran Samin tidak ada pertentangan semuanya rukun," katanya menegaskan.

Ini dibuktikan Hardjo Kardi sendiri dalam pemilu legislatif 2009 ini, berusaha menerapkan ajaran Samin Surosentiko yang masih diugemi (dipegang teguh) yakni tidak ikut memilih dalam pemilu legislatif 2009 ini. Dia juga tidak mengurusi surat pemberitahuan datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya. Bapak tujuh anak 12 cucu itu, mengungkapkan, prinsipnya tidak memilih tersebut, dengan pertimbangan sebelum tahapan kampanye dan masa kampanye, tidak terhitung jumlah caleg dari DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten dari berbagai daerah di Indonesia, yang menemui dirinya.

Tujuan semua caleg tersebut hanya satu yakni meminta dukungan dan restu agar terpilih sebagai anggota legislatif. Meskipun para caleg tersebut tidak dari daerah pemilihan (dapil) Bojonegoro, ada juga dari daerah Jawa Tengah, Jakarta juga Sulawesi. "Semua yang datang saya dukung, tetapi jadi atau tidak bergantung keberuntungan," tuturnya.

Karena kedatangan para caleg itu, Hardjo Kardi merasa diposisikan sebagai orang tua dan semua caleg yang datang harus diposisikan sebagai anaknya yang harus dijaga hatinya.

"Kalau saya ikut memilih, berarti saya menimbulkan rasa "kemiren" (iri) kepada caleg lainnya, "katanya mengungkapkan.

Pandangannya, kalau dalam pemilu dirinya diperbolehkan memilih, semua caleg yang datang kekediamannya akan dipilih. Sesuai prinsip dasar ajaran Samin Surosentiko yakni, "Orang hidup tidak boleh srei, dengki, dahwen, kemiren lan siya marang sapadha-padaha urip (orang hidup tidak boleh tamak, mendengki, seenaknya, iri dan sewenang-wenang kepada sesama hidup).

Tidak jauh berbeda dengan gerakan politik Samin Surosentiko, yang mengajarkan diam melawan penjajah kolonial Belanda. Dalam pemilu legislatif 2009 ini gerakan yang dilakukan Hardjo Kardi juga diam, tidak ikut memilih.

Tetapi, dia mengaku, tidak berusaha memengaruhi keluarganya untuk tidak ikut memilih. Hal yang sama pernah dilakukan ketika pilkades di Desa Margomulyo, Kecamatan Margomulyo. Karena 10 calon kades yang bertarung datang menemui dirinya, akhirnya Hardjo Kardi juga tidak ikut mencoblos.

Termasuk ketika pilkada di Bojonegoro, tiga pasangan pilkada semuanya datang ke kediamannya dan diputuskan juga tidak ikut memilih. Berbeda dengan pilgub Jawa Timur, katanya, dirinya datang ke TPS untuk memilih.

Alasannya, sebelum pelaksanaan pemilihan ada utusan pasangan Karsa datang ke kediamannya dan menyampaikan pesan meminta dukungan dan restu. Sedangkan pasangan cagub dan cawagub Jawa Timur lainnya atau timnya tidak ada yang datang kekediamannya.

Pedomannya, menurut dia, kalau politisi yang datang ke kediamannya lebih dari satu, termasuk pada pilpres 2009 ini, dirinya tidak akan ikut memilih. Dirinya, tidak akan berani membohongi dirinya sendiri karena keingginan politisi yang datang tujuannya meminta doa restu dan dukungan sedangkan dirinya jelas akan memberi permintaan itu.


"Saya tidak pernah melarang atau menyuruh keluarga saya, yang jelas keluarga di sini yang berjumlah 10 orang semuanya ikut memilih dalam pemilu legislatif ini,"katanya.

Termasuk anaknya, Bambang Sutrisno yang juga bertugas sebagai Bendahara Panitia Pengawas (Panwas) Pemilu Kecamatan Margomulyo, datang ke TPS 11 untuk mencentang yang selanjutnya berangkat menjalankan tugasnya sebagai Panwas.

Di antara puluhan pemilih lainnya, Ny Sidah istri Hardjo Kardi, datang ke TPS, termasuk ikut mengantre bersama warga lainnya dengan duduk di atas kursi kayu panjang ditemani anaknya, Sri Purnami (35) dan menantunya, Novi (30), sebelum akhirnya dipanggil untuk masuk bilik suara.

Diamnya Hardjo Kardi, juga tidak memengaruhi 299 daftar pemilih tetap (DPT) di TPS 10 dan 292 DPT di TPS 11, di Dusun Jepang yang tingkat kehadiran untuk mempergunakan hak pilih dalam pemilu legislatif ini mencapai 75 persen.

Menurut Bambang Sutrisno, sepanjang pengamatan dirinya bertugas sebagai Panwas, tidak ada satupun kejadian pelanggaran administrasi atau pelanggaran tindak pidana pemilu di Kecamatan Margomulyo.

"Apalagi di dusun jepang ya hampir tidak ada warga yang bersitegang untuk mempertahankan calegnya atau parpol pilihannya, "katanya menambahkan.

ABI

Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

Jika Warga Baduy Mencontreng


KOMPAS.com - Pagi-pagi sekali, puluhan warga Baduy Luar berduyun-duyun menuju rumah Jaro Dainah, Kepala Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Hari Kamis (9/4) itu, mereka akan ikut mencontreng di tempat pemungutan suara khusus di belakang rumah Jaro Dainah.

Setelah mereka menunggu lebih dari setengah jam, tempat pemungutan suara (TPS) khusus di Kampung Kadu Ketug itu pun dibuka. Ratusan warga Baduy sudah berdesakan di pintu masuk TPS, dan ratusan lainnya duduk-duduk menunggu di rumah Jaro Dainah.

Acara pencontrengan diawali ceramah Jaro Dainah dan penyuluhan dari Ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Sapin, yang juga Sekretaris Desa (Carik) Kanekes. ”Santai, yang tenang memilihnya, dan yang penting tepat sasaran. Sesuaikan dengan kesepakatan adat, pilih yang dekat,” kata Jaro Dainah, dalam bahasa campuran Indonesia dan Sunda dialek Baduy.

Sapin lalu kembali mengingatkan warga Baduy tentang cara pemilihan, dari mengambil surat suara, cara mencontreng, hingga memasukkan surat suara ke kotak.

Meski sudah diterangkan dengan jelas, banyak warga Baduy kebingungan saat berada di bilik suara. Tak sedikit warga yang saling bertanya setelah membuka surat suara. Bahkan beberapa di antara mereka meminta diajari, atau sekadar melihat contrengan di surat suara temannya.

Hampir semua warga Baduy mengaku tidak mengenal banyak calon anggota legislatif. Satu-satunya caleg yang mereka kenal adalah Haji Kasmin, warga Baduy yang mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Provinsi Banten dari Partai Golkar. Haji Kasmin adalah warga Baduy yang memilih keluar dari komunitas adat Baduy karena ingin bersekolah, dan kini menjadi pengusaha.

Karena itulah, kebanyakan warga Baduy berniat memilih Haji Kasmin. Namun, mereka khawatir salah contreng karena umumnya mereka tak bisa membaca. ”Anu apal ngan Haji Kasmin, nu lain mah teu kararenal. Ngan teu nyaho, bener apa hemteu milihna (Yang kenal cuma Haji Kasmin, kalau yang lain tidak ada yang kenal. Tetapi tidak tahu benar atau tidak mencontrengnya),” tutur Kidang, warga Kampung Kadu Ketug.

Pada pemilu kali ini, warga Baduy memutuskan untuk membuka dua TPS khusus di Kampung Kadu Ketug dan Cikakal Girang. Jaro Dainah sebagai wakil masyarakat adat Baduy di pemerintahan membagikan surat panggilan memilih kepada 6.321 warga di 49 kampung di Baduy Luar dan tiga kampung di Baduy Dalam.

Hingga Kamis sore, 1.363 warga Baduy menggunakan hak pilihnya. Sebanyak 978 orang di antara mereka mencontreng di TPS Kadu Ketug, dan 385 lainnya di Cikakal Girang.

Warga tetap antusias mendatangi TPS meski saat itu mereka harus mengikuti upacara kawalu, yakni upacara menyambut bulan kawalu yang dianggap sebagai bulan suci. ”Kawalu eta wajib, lamun pemilu eta sunahna (kalau kawalu itu kewajiban, sedangkan pemilu itu sunah),” ujar Jaro Dainah saat berbicara di depan warga.

Karena itulah, sebagian besar warga Baduy Luar memilih untuk mencontreng terlebih dahulu sebelum berangkat ke Baduy Dalam untuk mengikuti upacara adat kawalu. Hampir semua warga Baduy Dalam yang tinggal di Kampung Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik memilih tidak mencontreng karena tak ingin upacara kawalu terganggu.

Saat penghitungan, diketahui 800 warga Baduy memilih Haji Kasmin, caleg DPRD Banten.

Ciptagelar

Berbeda dengan warga Baduy, warga Kasepuhan Ciptagelar Kesatuan Adat Banten Kidul, yang masuk dalam wilayah Sukabumi, Jawa Barat, bingung menentukan pilihan.

Ikah (50), misalnya. Setelah berhasil membuka surat suara, ia tak berhasil menemukan dan memutuskan lambang parpol apa yang akan dicontrengnya. Ikah lalu memanggil salah seorang anggota KPPS, Kiyanda (30). Setelah mendapatkan penjelasan, Ikah lalu memilih salah satu lambang partai politik, bukan calon anggota legislatif.

Namun, Ikah tetap bingung ketika menghadapi dua surat suara lain, yakni untuk DPRD Jawa Barat dan DPRD Kabupaten Sukabumi. Ikah lalu sesukanya menandai lambang partai politik lain, baik untuk DPRD Jawa Barat maupun DPRD Kabupaten Sukabumi.

Ketika sampai waktunya menandai foto pada surat suara untuk calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, Ikah semakin bingung dan kembali memanggil Kiyanda. Setelah mendapat penjelasan dari petugas KPPS itu, Ikah berujar, ”Nu kasep waelah. Lieur (yang ganteng sajalah. Bingung).”

Di luar TPS di gedung SD Ciptagelar itu, sejumlah lelaki warga adat duduk melingkar sambil mengobrol. Suryani (40), salah satu di antara mereka, mengaku belum memiliki pilihan. ”Banyak sekali partainya. Saya juga tidak kenal calonnya.”

Ikah dan Suryani adalah gambaran nyata banyaknya warga adat Kasepuhan Ciptagelar yang tidak memiliki bekal pengetahuan, partai apa atau siapa calon yang akan mereka pilih ketika hendak memberikan suaranya. ”Pemilu ayeuna mah ngalilieur nu lieur (Pemilu sekarang makin membingungkan orang-orang yang sudah bingung),” kata Aki Karma, anggota Baris Sepuh Kasepuhan Ciptagelar.

Sesepuh Girang (Ketua) Kasepuhan Ciptagelar Abah Ugi Sugriwa mengakui, sebagian besar warganya memang bingung menentukan pilihan. ”Banyak yang bertanya kepada Abah, siapa yang harus dipilih. Abah tidak berani mengarahkan memilih yang mana,” katanya.

Kasepuhan Ciptagelar terletak di belantara hutan Gunung Halimun, Sukabumi, yang amat sulit dijangkau. Di tengah berbagai keterbatasan akses, tingginya animo masyarakat adat itu tentu harus dihargai.

(Anita Yossihara/Agustinus Handoko)


Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

Jangankan Memilih, Menghitung Saja Mereka Pening


PEKANBARU, KOMPAS.com - Hari pemilihan umum walau telah berlalu pada Kamis (9/4), namun bagi warga Talang Mamak, suku asli Riau yang bermukim di Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau masih menjadi pembicaraan terutama tentang fungsi surat suara yang berukuran besar dan berjumlah empat lembar.

"Kertas yang hendak dipilih itu ukurannya besar, banyak pulak sampai empat helai," ujar Lonceng, seorang warga Talang Mamak yang bermukim di Desa Talang Kedabu, Jumat.

Lonceng menceritakan tentang pengalamannya ikut memilih pada Kamis di Tempat Pemilihan Suara (TPS) 3 di desanya. Semula ia bingung mau diapakan empat lipatan kertas yang diberikan oleh petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan kemudian menyuruhnya masuk bilik suara.

Surat suara tersebut helai demi helai dibukanya dan dia pun tidak paham mau diapakan. Lama ia memandang kertas berukuran besar yang berada di depannya itu dan kemudian kertas tersebut dibawanya lagi keluar bilik suara.

"Mau diapakan kertas ini?" tanyanya pada beberapa petugas yang disambut gelak tawa warga yang hadir termasuk petugas pemungutan suara di TPS itu.

Setelah dijelaskan bahwa dia harus memilih partai atau nama calon yang tertera di kertas tersebut dengan cara mencoret, barulah dia masuk lagi ke bilik suara.

"Disuruh mencoret salah satu partai ya saya coret tapi entahlah, tepat atau tidak saya tidak tau," katanya seraya menghisap dengan nikmatnya sebatang rokok nipah.

Pening

Ketidaktahuan masyarakat asli Riau itu tentang proses memilih dalam Pemilu 2009 juga diakui seorang pengawas independen yang menyusuri TPS-TPS yang berada di desa-desa pemukiman Talang Mamak di Inhu.

"Banyak surat suara tidak sah di TPS-TPS yang kami kunjungi. Ketidaktahuan masyarakat dalam memilih yang menyebabkan surat suara tidak sah," ungkap Ameng, salah seorang aktivis LSM yang memantau pelaksanaan pemilu di pemukiman warga suku asli itu.

Menurut dia, ketidaktahuan masyarakat itu selain penduduk asli tersebut banyak yang buta huruf juga tidak adanya sosialisasi tentang pemilu pada masyarakat baik yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun partai politik.

Itu sebabnya, lanjut dia, banyak warga Talang Mamak kebingungan saat berada di bilik suara. Ada warga yang begitu menerima surat suara dari petugas PPS langsung berlalu meninggalkan TPS dan setelah dijelaskan barulah ia masuk ke bilik suara namun tidak melakukan pemilihan tapi mendekam lama-lama di bilik suara. Entah apa dibuatnya.

Ada juga warga yang memilih dengan cara mencentang pada bagian kotak pilihan nama calon legislatif yang kosong ataupun mencoret diantara kotak-kotak partai, yang menyebabkan surat suara tersebut hangus.

"Banyak surat suara menjadi hangus karena ketidaktahuan cara memilih. Satu TPS bahkan mencapai puluhan surat suara," ungkap Ameng.

Kebingungan lainnya, lanjut Ameng, adalah saat penghitungan surat suara. Petugas PPS di PTS umumnya adalah warga Talang Mamak dengan pengetahuan tulis baca yang minim sehingga untuk merekapitulasi suara mereka juga kewalahan jika tidak dibantu oleh petugas dari kecamatan.

"Jangankan hendak memilih mereka pening, menghitung jumlah suara saja mereka pening. Itu sebabnya di TPS-TPS di daerah Talang Mamak penghitungan suara berlangsung hingga subuh," ungkap Ameng.

WAH

Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

Pimpinan 21 Parpol Datangi KPU

BANDUNG, KOMPAS - Sebanyak 21 pimpinan partai politik peserta pemilu di Kota Bandung, Rabu (15/4), mendatangi Kantor KPU Kota Bandung. Mereka menyatakan menolak hasil pemilu legislatif dan menuntut diadakan pemilu ulang.

Para pimpinan parpol itu menilai, pemilu legislatif pada Kamis lalu merupakan yang terburuk setelah reformasi. Hal ini terlihat dari keruwetan daftar pemilih tetap (DPT) yang diduga terencana dan kecurangan dalam penghitungan suara.

"Masalah DPT terjadi hampir di semua wilayah Bandung. Menurut analisis saya, daftar yang digunakan pada pemilu lalu merupakan hasil rekayasa," kata Ade Budiman, Ketua Dewan Perwakilan Cabang (DPC) Partai Nasional Benteng Kerakyatan (PNBK) Indonesia Kota Bandung, Rabu.

Bersama pengurus dari 20 partai lain, Ade mendatangi KPU Kota Bandung guna menyatakan sikap terhadap pemilu. "Kami juga meragukan hasil penghitungan karena lambatnya rekapitulasi suara hingga berhari-hari," kata Deny Suganda Imar, Ketua Dewan Pembina Kota Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia.

Mereka juga mengancam tidak mau menandatangani berita acara hasil rekapitulasi tingkat kota/kabupaten. Selain itu, pimpinan parpol juga berencana mendatangkan ratusan calon pemilih yang tidak tercantum dalam DPT untuk berunjuk rasa ke KPU Kota Bandung.

Parpol yang menandatangani pernyataan tersebut antara lain Partai Barisan Nasional, Partai Demokrasi Kebangsaan, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Buruh, Partai Persatuan Daerah, dan Partai Perjuangan Indonesia Baru.

Sarifudin, Ketua DPC Partai Nasional Indonesia Marhaenisme bahkan menilai, munculnya golput merupakan skenario dari KPU dan pemerintah. "Mereka dibuat tidak bisa memilih karena tidak ada di DPT," ujarnya.

Menanggapi kekacauan DPT, Heri Sapari, Ketua KPU Kota Bandung, mengatakan sudah mengirim salinan DPT ke parpol pada 13 Maret 2009. "Kami ingin mendapat koreksi dan masukan dari partai terkait DPT tersebut. Namun, hingga tiga hari sebelum pencontrengan, hanya satu partai yang menanggapi. Itu pun DPT sudah tidak bisa ditambah lagi," lanjutnya.

Menurut Heri, KPU "dipaksa" bertanggung jawab terhadap penyimpangan yang terjadi, terutama penyusunan DPT. Padahal, Undang-Undang Pemilu dibuat DPR bersama pemerintah, sedangkan KPU berperan sebagai penyelenggara.

Panitia Pengawas Pemilu Kota Bandung tidak terlalu menghiraukan berbagai laporan pelanggaran yang disampaikan 21 pimpinan parpol. "Hal itu tidak bisa karena sudah melewati batas waktu, yakni tiga hari setelah pemungutan," kata Cecep Dudi Suhaeli, anggota Panwaslu Kota Bandung.

Pengamat politik dari Universitas Katolik Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, berpendapat, ketidakpuasan parpol atas kinerja KPU sah-sah saja. Ketidakpuasan itu secara proporsional seharusnya terkait persoalan hukum dan administratif, bukan berunjuk rasa yang bernuansa politis.

"Jika ada bukti yang menunjukkan KPU Bandung sengaja mengabaikan hak pilih warga dengan tidak memasukkannya dalam DPT, tempuh jalur hukum, yakni melaporkannya ke kepolisian. Jika berupa kesalahan administratif, KPU Bandung bisa dilaporkan ke KPU provinsi atau KPU pusat agar diproses oleh Dewan Kehormatan," ujarnya. (HEI/REK)

HEI; REK

Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

Merasa Diejek, Caleg Pukuli Tetangga


PEKALONGAN, KOMPAS.com — Seorang caleg di Pekalongan, Jawa Tengah, Agus Panut (38), menganiaya Suyanto (33), warga Kelurahan Sapura, karena pelaku diduga mengalami depresi akibat tidak terpilih sebagai wakil rakyat dalam Pemilu 2009.

Budi Kristanto (43), kakak Agus di Pekalongan, Kamis, mengatakan bahwa adiknya, Agus Panut, dalam sepekan terakhir ini hanya berdiam diri di dalam rumah. "Kami tidak tahu persis adanya pemukulan terhadap Suyanto karena Agus sekarang tidak berada di rumah," katanya.

Menurut dia, peristiwa aksi pemukulan itu terjadi pada Rabu (15/4) sekitar pukul 22.30, saat korban dengan warga lainnya sedang berada di pos keamanan lingkungan setempat.

"Informasi yang kami terima bahwa aksi pemukulan itu diduga akibat korban mengejek pelaku," katanya. Agus Panut, katanya, semula menargetkan perolehan suara di TPS Kelurahan Sapura, Kota Pekalongan, sebanyak 50-100 suara. Namun, kenyataannya kader dari Partai Amanat Nasional (PAN) ini hanya memperoleh lima suara.

"Kemungkinan kemarahan pelaku terhadap korban akibat sebelum Pemilu 9 April 2009, warga setempat meminta bantuan dana kepada Agus Panut sebanyak Rp 2,4 juta dengan menjanjikan hak suara akan memilih dirinya," katanya.

Suyanto membantah jika dirinya menjelek-jelekkan Agus Panut dan keluarganya. "Sebagai tetangga, kami tidak ada maksud menjelekkan dia. Namun kami tidak tahu, secara mendadak Agus Panut memukuli sehingga kasusnya dilaporkan ke Polsek," katanya.

Kapolsek Pekalongan Barat AKP Sumarjo membenarkan adanya kasus pemukulan yang dilakukan oleh seorang calon anggota legislatif, Agus Panut. "Saat ini, kasusnya masih dalam pemeriksaan polisi dan kami masih memintai keterangan dari sejumlah para saksi," katanya.


Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

Rapimnasus Golkar Tak Akan Libatkan DPD II

Jumat, 17 April 2009 | 21:39 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Suhartono

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekjen Partai Golkar Soemarsono mengatakan Rapat Pimpinan Nasional khusus (Rapimnasus) DPP Partai Golkar tidak akan melibatkan Dewan Pimpinan Daerah tingkat II. Rapimnasus tersebut akan membahas sikap Golkar menyambut pemilihan presiden mendatang yang mengerucut untuk mencalonkan calon wakil presiden melalui koalisi.

"Koalisi dengan siapa, nama cawapresnya serta apakah cukup satu atau lebih dari satu nama cawapres. Itulah yang akan dibahas di Rapimnasus," lanjut Soemarsono.

Adapun mengenai peserta rapimnasus, menurut Soemarsono sesuai dengan AD/ART yang akan diundang adalah seluruh anggota DPP Partai Golkar, Ketua dan Sekretaris DPD Tingkat I Partai Golkar, anggota Dewan Penasehat Partai Golkar serta perwakilan organisasi underbouw Partai Golkar.

"Menurut ketentuan AD/ART, Ketua DPD Tingkat II tidak diundang, karena mereka sudah cukup diwakili oleh DPD Tingkat I Partai Golkar," tandas Soemarsono.

Akan tetapi, menurut Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso, DPD Tingkat I memang wajib untuk hadir. Namun, jika ada keinginan DPD Tingkat II akan hadir, bisa saja.

"Bisa ya dan bisa tidak untuk hadir. Akan tetapi, yang wajib DPD Tingkat I. Karena rapimnasus berbeda dengan Munas Partai Golkar, karena yang mempunyai hak suara adalah DPD Tingkat II, jadi mereka harus diudang. Akan tetapi, rapimnasus berbeda," jelas Priyo.

Priyo mengakui dalam rapat pleno menyinggung mengenai perlu atau tidaknya hadir pimpinan DPD Tingkat II di Rapimnasus. Namun, pembicarannya hanya selintas sehingga DPD II diputuskan tidak bisa hadir.

"Dalam beberapa hari ini akan dibahas kembali mengenai kemungkinan hadirnya DPD II. Pembahasan akan dilakukan panitia pengarah yang dipimpin Ketua DPP Partai Golkar Andi Mattalatta, yang juga Menteri Hukum dan HAM," demikian Priyo.

Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

Duet SBY-JK Maju, Pilpres akan Satu Putaran

Selasa, 14 April 2009 17:59 WIB
Penulis : Muhammad Fauzi

JAKARTA--MI: Jika duet Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla kembali maju dalam Pilpres 2009, pemilihan diyakini akan berlangsung dalam satu putaran saja. Pasalnya SBY-JK merupakan figur saling mengisi sehingga stabilitas pemerintahan terjaga dan pembangunan dapat berjalan lebih baik.

Demikian sampaikan Ketua Umum DPN Relawan Bangsa Suaib Didu saat mendeklarasikan dukungannya kepada SBY-JK untuk Pilpres 2009 mendatang, di Jakarta, Selasa (14/4). Relawan Bangsa terdiri dari elemen masyarakat antara lain JK Fan's Club dan L9 (Lembang 9).

Menurut Suaib, Indonesia memerlukan percepatan pembangunan karena itu sangat masuk akal bila pasangan SBY-JK tetap dipertahankan. Meskipun dalam berbagai survei bila SBY dipasangkan dengan siapapun tetap memiliki peluang cukup besar memenangkan pilpres. Namun harus diperhitungkan juga jika ingin pemerintahan kuat maka dukungan legislatif juga harus kuat.

"Partai Golkar pasangan koalisi yang sesuai dan umunya partai yang biasanya maju adalah ketua umumnya. Pada 26 april mendatang Golkar akan gelar Rapimnas yang kami harap hasilnya adalah ketua umumnya sebagai pasangan SBY," ujarnya.

Jika kader Golkar lain yang muncul sebagai pasangan SBY, menurut Suaib, akan sulit sebab harus menmyesuaikan satu sama lain. Padahal Indonesia memerlukan percepatan pembangunan. Selama perjalanan lima tahun kepemimpinan SBY-JK sudah terjadi saling pengertian dan saling mengisi, gesekan yang muncul bisa dibilang tidak terlalu berarti.

Sementara Ketua Umum JK Fan's Club H Desreci A Tando meyakini, JK masih bisa berpasangan dengan SBY. Melihat perolehan suara Partai Golkar idealnya JK tetap sebagai wakil presiden. Kombinasi SBY-JK selama lima tahun terakhir mampu meyakinkan masyarakat bahwa mereka pantas untuk berpasangan lagi.

"Kami siap mensukseskan pasangan SBY-JK di Pilpres 2009. Seperti kami sukseskan mereka pada Pemilu 2004," tekad Desreci. (Faw/OL-06)

Klik selengkapnya...

Kader PPP Kecewa, kantor DPP Diambil Alih

Jumat, 17 April 2009 | 19:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Para kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang menamakan diri sebagai "Aliansi Kader PPP Menggugat" tak puas dengan hasil rapat pleno yang digelar di Kantor Sekretariat DPP PPP hari ini. Setelah menggelar jumpa pers di tempat Rapat Pleno DPP PPP di lantai 3, massa mengambil alih gedung tersebut.

Aliansi yang terdiri dari Angkatan Muda Ka'bah (AMK), Gerakan Pemuda Ka'bah (GPK), Gerakan Muda Penjaga Islam (GMPI), dan Gerakan Mahasiswa Islam Indonesia (GMII) itu melontarkan lima tuntutan. Pertama DPP harus bertanggung jawab atas perolehan suara yang hanya 5 persen. Kedua, DPP harus bertanggung jawab atas transparansi keuangan partai.

Ketga, DPP harus bertanggung jawab atas pembekuan sejumlah DPC dan DPW yang berpengaruh secara signifikan dalam perolehan suara. DPP tidak boleh membuat kontrak politik dengan partai manapun jelang pilpres ini sebelum digelar Muktamar Luar Biasa (MLB). kelima, harus segera dilaksanakan MLB secepatnya untuk menarik kembali simpati umat Islam

Menurut juru bicara jumpa pers, DM Yunus, yang menjabat sebagai Ketua Umum GPK, gugatan aliansi ini untuk mengoreksi segala masalah partai. "Telah terjadi aideologis di tubuh PPP, partai ini telah menyimpang sebagai partai Islam'" ujar Yunus.

Menurut yunus, para kader di aliansi kecewa karena para petinggi DPP di rapat pleno tadi tidak mengeluarkan statement kepada mereka. "Untuk itu, mulai malam ini kami mengambil alih tempat ini termasuk semua aset partai," kata Yunus.

LTF

Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

PDIP Putuskan Cawapres 23 April

Kamis, 16 April 2009 19:20 WIB

JAKARTA--MI: Posisi cawapres masih menjadi teka-teki, baik di kubu PDIP, Partai Demokrat, Partai Gerindra maupun dari blok perubahan. Namun PDIP menyatatakan akan memutuskan nama cawapres pendamping Megawati Soekarnoputri pada 23 April mendatang melalui Rakernas yang akan digelar di kantor DPP PDIP di Lenteng Agung.

"Ada mekanisme partai untuk menentukan calon wakil presiden yang akan mendampingi Ibu Mega. PDIP akan memutuskan nama itu pada Rakernas 23 April besok," kata Pramono saat jumpa pers di kediaman Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Teuku Umar, Kamis (16/4).

Pramono menyatakan Rakernas 23 April merupakan kelanjutan dari Rakernas PDIP di Solo. Saat itu berdasarkan usulan dari DPD PDIP dari berbagai daerah seluruh Indonesia terdapat lima nominasi pendamping Megawati yaitu Sri Sultan Hamengku Buwono X, Prabowo Subianto, Surya Paloh, Akbar Tandjung, dan Hidayat Nur Wahid.

"Nama-nama ini akan digodok dalam Rakernas besok, tetapi tidak tertutup kemungkinan ada nama lain yang masuk," ujarnya.

Pramono menyatakan setiap DPD memiliki hak untuk menentukan siapa yang layak menjadi cawapres yang diusung PDIP. "Jadi kita tidak bisa menyebutnya sekarang, suara dari DPD sangat menentukan," ujarnya. (Fud/OL-02)


Klik selengkapnya...

Hidayat: Ancaman Anis Matta Bukan Sikap Partai

Jumat, 17 April 2009 14:10 WIB

JAKARTA--MI: Mantan Presiden PKS Hidayat Nurwahid menyatakan pernyataan Sekjen PKS Anis Matta yang mengancam tidak akan berkoalasi dengan Partai Demokrat bukan merupakan sikap partai.

"Presiden PKS Tifatul Sembiring mengatakan bahwa itu adalah wacana pribadi. Pimpinan partai yang lain juga mengatakan itu bukan keputusan partai. Tidak ada ancaman, tidak ada mundur atau tidak mundur," kata Hidayat usai menghadiri acara pembubaran Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh dan Nias di Istana Negara, Jakarta, Jumat (17/4).

Menurut Hidayat Nurwahid, PKS sudah mengerti bahwa bukan kewenangan PKS untuk mengatur atau memaksa partai politik lain dalam menentukan koalisi. "Apakah Partai Demokrat menerima koalisi dengan siapa, tidak berkoalisi dengan siapa, itu kewenangan Partai Demokrat," ujarnya.

Tidak batalkan
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PKS Anis Matta mengancam PKS tidak akan melanjutkan koalisi dengan Partai Demokrat apabila Susilo Bambang Yudhoyono berpasangan kembali dengan Jusuf Kalla.

Hidayat mengatakan PKS sebagai partai yang demokratis amat menghormati keputusan partai politik mana pun juga untuk mencalonkan siapa pun. "Kita menghormati pilihan-pilihan pihak-pihak yang lain dan tidak memaksakan kehendak kepada siapa pun juga," ujarnya.

Hidayat yang juga Ketua MPR itu mengatakan saat ini PKS seperti partai-partai lainnya masih menjajaki komunikasi politik dengan partai-partai politik lain. Keputusan politik PKS untuk memilih blok koalisi, lanjut dia, akan diputuskan dalam sidang dewan syuro yang baru akan dilaksanakan pada 25-26 April.

Saat ini, menurut dia, masih terbuka berbagai alternatif arah koalisi yang akan dituju oleh PKS. Bahkan, kata Hidayat, kemungkinan bagi PKS untuk mencalonkan presiden sendiri juga masih terbuka karena PKS adalah partai menengah yang mengalami kenaikan suara cukup tinggi selain Partai Demokrat pada Pemilu Legislatif 2009.

"Ukuran seperti itu harus diapresiasi dalam demokrasi karena di tengah persaingan politik yang demikian terbuka, PKS adalah partai yang suaranya naik meski tidak sebesar Partai Demokrat," tuturnya. Hal itu, lanjut dia, bisa diartikan sebagai pertanda bahwa kepercayaan masyarakat terhadap PKS bertambah dibanding terhadap partai-partai lain yang perolehan suaranya cenderung menurun pada Pemilu Legislatif 2009.

Hidayat juga menyampaikan harapannya agar pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2009, Komisi Pemilihan Umum berusaha maksimal memperbaiki Daftar Pemilih Tetap (DPT). Meski banyak pihak merasa kecewa dengan permasalahan DPT yang tidak akurat, Hidayat mengatakan, bukan berarti Pemilu Legislatif dianggap tidak sah.

"Itu secara konstitusional tidak produktif, berbagai macam masalah harus diperbaiki. Bukan berarti kemudian membatalkan hasil pemilu, karena tidak ada produk konstitusional yang dapat membatalkan hasil pemilu," tuturnya. (Ant/OL-02)

Klik selengkapnya...

Sultan Pertanyakan Keseriusan Duet SBY–JK

Kamis, 16 April 2009 17:10 WIB
Penulis : Agus Utantoro

YOGYAKARTA--MI: Anggota Dewan Penasitah DPP Partai Golkar, Sri Sultan Hamengku Buwono X mempertanyakan keseriusan wacana kembalinya duet SBY–JK yang akan diusung ke Pilpres 2009.

Menurut Sri Sultan, wacana itu berputar dengan cepat, sehingga wajar kalau kemudian banyak menimbulkan pertanyaan. “Apakah benar duet SBY-JK itu nantinya hanya akan diputuskan secara sepihak tanpa melibatkan DPP maupun DPD Golkar mealui Rapimnassus atau akan dikonsultasikan lebih dulu,” ujarnya. “Semua ini masih menjadi teka-teki,” imbuh Sri Sultan Hamengku Buwono X yang juga Gubernur DIY kepada wartawan di Kepatihan Pemprov DIY, Kamis (16/4).

Menurut Sri Sultan duet SBY-JK itu, masih belum bisa dijelaskan. Karena belum tentu SBY menerima, atau mungkin semua itu sudah dikonsultasikan lebih dulu. “Ya kita tunggu saja sehabis tanggal 23 April 2009,” katanya.

Menyinggung peluang dirinya sebagai calon presiden dengan menguatnya duet SBY-JK, dengan nada bijak Ngarsa Dalem mengatakan, semua itu masih tergantung seberapa besar dukungan DPD Golkar terhadap dirinya. Meski demikian, Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini, sadar bahwa untuk memperoleh dukungan dari DPD Golkar dalam Rapimnasus juga tidak mudah. Sebab, kata dia, harus didukung 2/3 DPD Golkar. “Untuk mencapai itu, tidak mudah,” katanya.

Dalam kesempatan itu, Sri Sultan juga menilai segala keputusan khususnya masalah pencapresan dan cawapres akan tetap diputuskan melalui Rapimnasus 23 April mendatang.

Sri Sultan Hamengku Buwono X lebih sepakat jika dalam Rapimnasus mendatang DPD Golkar Tk II bisa dilibatkan, tidak hanya DPD Tk I saja agar dukungan riil mengenai capres/cawapres dari Golkar muncul. (AU/OL-02)

Klik selengkapnya...

Gerindra, PDIP Siapkan Lawan Sepadan Hadapi SBY

Kamis, 16 April 2009 21:25 WIB
Penulis : Maya Puspita Sari

JAKARTA--MI: Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengaku optimistis Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang telah didaulat partainya sebagai calon presiden, akan tetap memperoleh lawan sepadan dalam pemilu presiden dan wakil presiden, Juli 2009.

"SBY tidak akan hanya melawan kotak kosong," ujar Fadli kepada Media Indonesia di Jakarta, Kamis (16/4).

Ia meyakini, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto merupakan lawan sepadan bagi SBY. "Kami punya peluang yang sangat besar. Apalagi pilpres mendatang ada debat capres, saya yakin Prabowo bisa mematahkan argumentasi-argumentasi SBY, khususnya di bidang ekonomi," katanya.

Kendati demikian, ia mengatakan, aturan-aturan pemilu yang ada saat ini tidak sesuai dengan kaidah-kaidah demokrasi dan menafikkan bahwa pemilu harus diselenggarakan secara jujur dan adil. Ia memprediksikan apatisme publik bakal meningkat bila pengalaman 'buruk' dalam pemilu legislatif tidak diselesaikan secara proporsional.

Menurutnya, aturan parliamentary treshold(PT) 2,5% dalam seleksi parpol yang bisa mengisi kursi DPR serta aturan 20% kursi atau 25% suara sah nasional bagi partai politik untuk mengajukan pasangan capres dan cawapres, merupakan aturan yang berlebihan untuk merekayasa kondisi politik di Indonesia. "Aturan-aturan itu justru melahirkan apatisme publik," imbuh Fadli.

Ia mendorong agar pemerintah dan pihak-pihak terkait melakukan langkah-langkah riil untuk memperbaiki situasi yang tidak kondusif, menindak setiap kecurangan, dan menjamin semua warga negara untuk bisa menyalurkan hak pilihnya dalam pilpres mendatang.

Hal senada dilontarkan Ketua DPP PDI Perjuangan Maruarar Sirait. Menurutnya, bila seluruh masyarakat yang memiliki hak pilih bisa menyalurkan hak politiknya secara adil, niscaya capres yang lain selain SBY, akan memiliki kesempatan untuk 'menang'. Namun, lain halnya bila situasi pelaksanaan pemilu legislatif kemarin kembali terulang pada pilpres mendatang, maka niscaya akan sulit mengalahkan incumbent.

"Bila yang berhak memilih bisa memilih, saya yakin kita masih memiliki kesempatan mengalahkan incumbent," tukas dia. (MS/OL-03)

Klik selengkapnya...

Dokter Ahli Bedah Siap Jadi Cawapres

Rabu, 15 April 2009 14:54 WIB
Penulis : Muhammad Fauzi

JAKARTA--MI: Ditengah sepinya bursa calon wakil presiden (cawapres), Emir Soendoro, seorang dokter yang bertugas di RSCM, mengajukan diri sebagai cawapres di Pilpres 2009. Dokter ahli bedah ini yakin mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Siapa pun capresnya, saya siap demi tugas negara. Tapi dengan syarat, saya sebagai wapres diberikan kewenangan membenahi masalah kesejahteraan masyarakat," kata Emir, Kamis (16/4).

Kendati belum ada partai politik peserta Pemilu 2009 yang terang-terangan mendukungnya, Emir mengaku tidak akan mundur dari pendiriannya sebagai cawapres.

Emir mengklaim sudah ada beberapa pimpinan parpol yang intens mengadakan pertemuan informal, dalam rangka menyamakan langkah masa depan bangsa.

Dalam kesempatan itu, dirinya tidak mempersoalkan siapapun capres yang akan meminangnya, sebagai pendamping di pemerintahan periode 2009-2014.

Ia mengaku terbeban membenahi persoalan masyarakat karena selalu mendengar keluhan pasien. Apalagi sebagian besar pasien yang ditanganinya berasal dari kelompok masyarakat miskin.

"Target saya tetap cawapres dan bukan menteri atau pimpinan BUMN. Selama ini peran Wapres Jusuf Kalla kurang optimal sehingga banyak pekerjaan yang diambil alih Presiden SBY," katanya.

Ia mengungkapkan sudah saatnya fungsi kerja wapres mendatang lebih aktif memperhatikan kondisi dalam negeri khususnya di bidang kesehatan dan pendidikan. Apalagi hingga kini, peran PT Jamsostek yang seharusnya untuk kesejahteraan seluruh masyarakat, ternyata belum optimal dilaksanakan. "Jamsostek hanya mengejar keuntungan, karena berbentuk PT (perseroan terbatas-red)," ujar Emir.

Emir mengklaim didukung oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional (PPNI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Asosiasi Pemberdayaan Ekonomi Pesantren Seluruh Indonesia. (Faw/OL-06)

Klik selengkapnya...

Golkar Pastikan Hanya Usung Cawapres


Kamis, 16 April 2009 18:44 WIB
Penulis : Maya Puspita Sari

JAKARTA--MI: Keinginan Partai Golkar untuk mengajukan calon presiden sendiri sebelum pemilu legislatif lalu, sudah tidak relevan dan tidak realistis. Partai berlambang pohon beringin ini memastikan bakal mengambil posisi calon wakil presiden dalam pertarungan pemilihan presiden 2009.

Menurut Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar, Agung Laksono perubahan rencana dari mengusung capres sendiri menjadi hanya mencalonkan cawapres akan diputuskan secara resmi melalui Rapat Pimpinan Nasional Khusus Golkar pada 23 April 2009. "Keputusan resminya ya setelah Rapimnas nanti," ujar Agung di gedung MPR/DPR, Jakarta, Kamis (16/4).

Agung menambahkan sejauh ini Golkar sudah mendapatkan sinyalemen yang kuat dari Partai Demokrat untuk melanjutkan koalisi pemerintahan saat ini. "Sinyalnya Demokrat setuju menerima wapres dari Golkar. Tinggal diformalkan saja," imbuh dia.

Terkait cawapres yang akan diusulkan Golkar, Agung melanjutkan, sejumlah tokoh populer partai pohon beringin sudah disiapkan untuk disandingkan dengan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). "Jadi calonnya bisa beberapa bisa juga satu, keputusannya siapa ya tergantung presiden (SBY)," jelasnya.

Kendati tidak menyebut nama secara jelas, Agung menegaskan, para tokoh yang siap diduetkan dengan SBY antara lain Jusuf Kalla, Surya Paloh, Sri Sultan Hamengkubuwono X atau Aburizal Bakrie, dan dirinya sendiri. "Ada ketua umum, ketua dewan penasehat, anggota dewan penasehat, dan wakil ketua umum," papar Agung.

Ditanya tentang pembatalan capres Golkar, Agung menuturkan, partai lebih mempertimbangkan ukuran-ukuran kepentingan rakyat dan negara dibandingkan memaksakan keinginan partai. Capaian suara partai pada pemilu legislatif yang merosot, kata Agung, menjadi referensi kuat bagi Golkar untuk tidak melanjutkan pencalonan kader partai sebagai capres.

"Golkar tidak berpikir soal menang-kalah, tapi lebih menginginkan terciptanya pemerintahan yang kuat dan stabil," tandas Agung. (MS/OL-06)

Klik selengkapnya...

Akbar Tandjung Siap Dampingi SBY

Jumat, 17 April 2009 01:34 WIB

JEMBER--MI: Mantan Ketua Umum Partai Golkar, Akbar Tandjung, menyatakan siap menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono pada pemilu presiden 2009 mendatang.

"Saya siap menjadi pasangan SBY apabila Partai Golkar menghendaki dalam rapimnas khusus," kata Akbar Tandjung di sela-sela kunjungannya ke pondok pesantren Al-Qodiri, Kabupaten Jember, Jawa Timur, Kamis (16/4) malam.

Menurut dia, rapimnas khusus akan digelar pada 23 April mendatang untuk membahas usulan pengajuan nama kader terbaik partai Golkar untuk berkompetisi dalam Pilpres 2009 mendatang. "Pasangan capres dan cawapres Partai Golkar akan ditentukan dalam rapimnas khusus itu," katanya menerangkan.

Ia mengatakan, kedatangannya ke pondok pesantren Al-Qodiri, Jember, untuk bersilaturahmi dengan pengasuh Ponpes Al-Qodiri yakni KH Muzaki Syah sekaligus meminta doa restu untuk maju dalam bursa cawapres Pemilu 2009. "Sudah lama saya ingin bertemu Kyai Muzaki dan baru hari ini bisa bersilaturahmi dengan beliau," katanya.

Untuk bursa capres dan cawapres 2009, ia mengaku masih memiliki peluang asalkan didukung oleh Partai Golkar. "Saya akan meminta restu Partai Golkar karena beberapa DPD di beberapa daerah mendukung saya untuk maju sebagai cawapres mendampingi SBY," katanya menegaskan.

Apabila partai Golkar tidak mendukungnya, dirinya tidak akan mencalonkan diri sebagai cawapres dari partai lain seperti Jusuf Kalla pada Pilpres 2004. "Saya tetap berangkat dari Partai Golkar karena saya dibesarkan dan pernah memimpin Partai Golkar. Tidak mungkin saya maju cawapres dari partai lain," tegasnya. (Ant/OL-06)

Sumber: Media Indonesia

Klik selengkapnya...

Golkar Isyaratkan tidak Akan Majukan Capres

Jumat, 17 April 2009 00:58 WIB
Penulis : Emir Chairullah

JAKARTA--MI: Partai Golkar mengindikasikan tidak akan mencalonkan presiden dalam Pemilihan Presiden 2009. Pasalnya, partai berlambang pohon beringin ini tak mampu mencapai persyaratan 20% suara dalam Pemilu Legislatif.

"Dengan suara 14% harus koalisi. Tak mungkin calonkan presiden karena tidak sampai 20%," kata Ketua Umum DPP Golkar Jusuf Kalla seusai rapat konsultasi di Kantor DPP Golkar, Kamis (16/4).

Rapat konsultasi tersebut berlangsung selama dua jam. Selain pengurus harian DPP, rapat tersebut dihadiri seluruh Ketua DPD tingkat I dan Dewan Penasehat. Rapat tersebut tidak mengambil keputusan apa pun.

Kalla menyebutkan, koalisi yang bakal dilakukan Golkar harus menguntungkan bangsa dan negara. Selain itu, koalisi juga harus menguntungkan partai yang ikut serta di dalamnya.

"Katakanlah Golkar dan Partai Demokrat harus menguntungkan keduanya. Tidak bisa hanya salah satu," tegasnya.

Kalla menyebutkan, koalisi itu diyakini menang dan harus menjalankan pemerintahan. "Itulah amanah yang harus dijalankan," katanya.

Sementara itu, Ketua Dewan Penasehat Golkar Surya Paloh mengatakan dengan kondisi perolehan suara saat ini memang sulit mencalonkan capres sendiri dan harus berkoalisi. "Namun siapa yang menjadi mitra koalisinya yang masih dicari," ujarnya.

Hal berbeda dikatakan Ketua DPD I Golkar DIY Gandung Pardiman. Menurutnya seharuskan JK harus meminta izin dulu kepada seluruh DPD I apabila ingin mundur dari capres. Pasalnya pernyataan kesiapan Kalla untuk menjadi presiden diucapkan di depan seluruh Ketua DPD I. "Jangan saat mundur kita malah tak dilibatkan," keluhnya. (Che/OL-06)



Klik selengkapnya...

Golkar Harus Siap Ada di Luar Pemerintahan

Jumat, 17 April 2009 16:57 WIB

JAKARTA--MI: Selain mengejar koalisi untuk tetap berada di pemerintahan, Ketua Umum Dewan Penasehat Partai Golkar Surya Paloh menyatakan Partai Golkar juga harus mempersiapkan diri berada di luar pemerintahan.

"Saya pikir Golkar harus belajar berada di pemerintahan dan mempersiapkan diri juga kalau berada di luar pemerintahan," kata Paloh setelah menghadiri acara pembubaran Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias di Istana Negara, Jakarta, Jumat (17/4).

Meski saat ini Partai Golkar masih harus menunggu hasil Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) pada 23 April 2009 untuk menentukan blok koalisi, Paloh mengatakan, Golkar harus bisa menentukan pasangan koalisi dengan pihak yang menguntungkan partai berlambang beringin itu. Strategi koalisi pada Pemilu 2009, lanjut dia, harus bisa membawa keuntungan sehingga Golkar bisa maju dan lebih baik lagi pada Pemilu 2014.

"Yang paling bisa menguntungkan adalah apabila partai ini tetap eksis ke depan. Tidak ada artinya kalau salah satu ini menjadi pilihan terbaik tetapi tidak menjamin kelangsungan peran dan eksistensi partai untuk maju kembali dan persiapan lebih baik pada 2014," tuturnya.

Surya menegaskan meski perolehan suara Partai Golkar pada Pemilu Legislatif 2009 hanya mencapai sekitar 14 persen, namun wacana untuk mengajukan calon presiden sendiri tetap ada. Meski demikian, ia menyadari, untuk mewujudkan wacana itu Partai Golkar harus berkoalisi dengan partai-partai politik lain. "Wacana ke arah itu jelas ada. Barangkali itulah yang diputuskan pada tangal 23 nanti. Pada waktu dilakukan rapimnas khusus itu, pasti diputuskan di sana," ujarnya.

Lebih jauh, Surya mengakui saat ini ada beberapa konstalasi calon presiden dari kader Partai Golkar yang seolah ingin bergerak sendiri. Namun, menurut dia, hal itu tidak menjadi masalah selama tidak melanggar sistem serta tata cara yang berlaku dalam internal partai.

"Sepanjang tak melanggar sistem dan tata cara yang berlaku dalam internal partai tidak masalah. Makin banyak yang memberikan pengabdiannya, memimpin negeri ini, dan ikut berpartisipasi. Kita 'positive thingking' saja," tegasnya. (Ant/OL-06)

Klik selengkapnya...

Golkar Kemungkinan Besar Merapat ke Demokrat

Kamis, 16 April 2009 18:53 WIB
Penulis : Emir Chairullah

JAKARTA--MI: Partai Golkar kemungkinan besar bakal berkoalisi dengan Partai Demokrat saat pemilihan presiden. Pasalnya kedua partai ini memiliki persamaan ideologi sebagai nasionalis.

Demikian diungkapkan Ketua DPD I Golkar Gorontalo Fadel Muhammad dalam pesan singkatnya saat mengikuti pertemuan antara sejumlah Ketua DPD tingkat I dengan Ketua Umum DPP Golkar Jusuf Kalla di kediamannya, Kamis (16/4).

Hadir dalam pertemuan itu Ketua DPD Jabar UU Rukmana, Ketua DPD Sulsel Ilham Arief Sirajuddin, Ketua DPD Babel Dipa Malik, Ketua DPD DKI Ade Surapriatna, dan Ketua DPD Sulbar Anwar Adnan Saleh. Tak tampak satu pun pengurus harian DPP partai berlambang pohon beringin tersebut.

Namun demikian, tambah Fadel, tidak tertutup kemungkinan Golkar masih bersanding dengan PDIP.

Ilham menambahkan, pertemuan pendahuluan tersebut merupakan inisiatif dari para Ketua DPD. Ilham menyebutkan ada 26 Ketua DPD yang ikut dalam silaturahmi itu. "Kita minta sekarang karena kalau malam tak ada waktu lagi. Besok kita harus kembali untuk menghitung suara," ujarnya. (Che/OL-06)


Klik selengkapnya...

Surya Paloh Dukung Duet SBY-JK

Jumat, 17 April 2009 18:56 WIB
Penulis : Thalatie Yani

JAKARTA--MI: Ketua Dewan Penasihat Partai Golongan Karya (Golkar) Surya Paloh setuju bila Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla kembali bersanding dengan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono, pada pemilihan Presiden mendatang.

"Kalau saya pribadi tidak ada masalah," ujar Surya Paloh di Istana Negara, Jakarta, Jumat (17/4).

Namun secara organisasi, ia menegaskan belum ada keputusan resmi. Keputusan mengusung calon mana akan diputuskan pada rapat pimpinan khusus 23 April mendatang.

"Wacana ke arah itu jelas ada. Barangkali itulah yang diputuskan pada tanggal 23 nanti pada waktu dilakukan rapimnas khusus itu sendiri," ujar Surya Paloh.

Dengan perolehan suara saat ini 14,5 persen, Golkar tidak bisa jalan sendiri guna mencalonkan capres maupun cawapres dan butuh koalisi.

Walau secara pribadi mendukung duiet SBY-JK, Surya Paloh menyatakan akan mendukung hasil keputusan rapimnan khusus Golkar. "Saya sebenarnya mendukung aspirasi apa yang berkembang sepanjang itu memang tetap bisa menjaga soliditas di partai. Konsentrasi saya sepenuhnya bagaimana partai ini tidak boleh terpecah-pecah," tukas Surya Paloh.

Mengenai sejumlah capres Golkar yang bergerak sendiri-sendiri, Surya Paloh tidak mempermasalahkan sepanjang tidak melanggar sistem dan tatacara yang berlaku dalam internal partai. (Rin/OL-06)

Klik selengkapnya...

Jumat, April 17, 2009

SOKSI Desak DPD Kabupaten/Kota Dilibatkan di Rapimnasus Golkar

Jumat, 17 April 2009 21:41 WIB
Penulis : Akhmad Mustain

JAKARTA--MI: Dewan Pimpinan Daerah (DPD) kabupaten/kota Partai Golkar akan semakin kecewa jika pada rapat pimpinan nasional khusus (rapimnasus) Partai Golkar tidak dilibatkan. Aspirasi yang berkembang di DPD kabupaten/kota belum tentu sama dengan DPD Provinsi.

Hal itu diungkapkan mantan ketua umum SOKSI Oetojo Oesman di Jakarta, Jumat (17/4). Ia berpendapat dinamika di Partai Golkar sangat tinggi, "jadi aspirasi DPD I belum tentu sama dengan DPD II. Sekarang di DPD sendiri tidak bisa diatur begitu saja oleh DPP,"cetusnya.

Pada kesempatan itu dia juga meminta kepada DPP golkar agar proses penjaringan, penyaringan terhadap sejumlah nama kader golkar yang telah disuslkan oleh DPD untuk dilakukan survei sebagai calon presiden sebaiknya dijalankan.

Selain itu, lanjut Oetojo meskipun perolehan suara Partai Golkar pada pemilu legislatif 9 April 2009 hanya mendapatkan sekitar 14 persen atau nomor tiga setelah demokrat dan PDIP, dia menyarankan sebaiknya Golkar tetap mempunyai calon presiden sendiri dengan menggalang kolisi bersama partai yang memperoleh suara di bawah Golkar.

"Sebaiknya mencalonkan presiden, walaupun cuma di nomor 3 kan bisa koalisi dengan partai yang memeperoleh suara di bawahnya," imbuhnya.

Di kesempatan lain, Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso menegaskan pada rapimnasus yang akan digelar pada tanggal 23 April 2009 DPD kabupaten/kota tidak akan dilibatkan. Namun demikian, ia mengakui apabila DPD kabupaten/kota mau ikut serta juga tidak melanggar aturan yang ada, hanya kapasitasnya sebagai peninjau. "Tapi sekarang sebaiknya DPD I (provinsi) saja dulu," ungkap Priyo. (*/OL-03)


Klik selengkapnya...

Golkar Berencana Bentuk Tim Negosiasi Koalisi

Jumat, 17 April 2009 21:30 WIB
Penulis : Emir Chairullah

JAKARTA--MI: Partai Golkar akan membentuk tim negosiasi terkait dengan pembentukan koalisi menghadapi Pemilihan Presiden. Tim ini akan mengajukan tawaran kepada mitra koalisi.

"Usulan ini dikemukakan sejumlah DPD untuk dibawa ke Rapimnasus," ungkap Wakil Sekjen DPP Partai Golkar Rully Chairul Azwar seusai rapat pleno di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Jumat (17/4).

Sementara itu menurut Sekjen Golkar Soemarsono, tim tersebut dibentuk setelah keputusan Golkar berkoalisi dan menentukan cawapresnya. "Jadi tunggu hasil Rapimnasus," ujarnya.

Menurut Rully, pembentukan tim ini untuk mengantisipasi apabila calon yang diusulkan ternyata ditolak partai yang berkoalisi. Apalagi hingga Rapimnasus, partai ini belum bisa menentukan calon wakil presiden. "Jadi kita tak ingin Golkar dipermalukan jika calon yang kita ajukan ditolak mitra koalisi," ungkapnya.

Menurut dia, langkah ini dilakukan karena posisi Golkar yang hanya mencalonkan cawapres. "Berbeda halnya jika Golkar majukan presiden," ujar Rully.

Ia mengusulkan, selain menyiapkan tim negosiasi untuk berkoalisi, Golkar juga menyiapkan skenario lainnya. Skenario yang diajukan yaitu mengajukan satu nama dan banyak nama yang ditawarkan menjadi cawapres. (Che/OL-03)

Klik selengkapnya...

Blogger template 'Purple Mania' by Ourblogtemplates.com 2008

Jump to TOP