Kami Mengucapkan Terimakasih kepada Semua Pihak yang telah membantu Menyukseskan Perhelatan Akbar
Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2009

di Jakarta 3 s.d. 9 Agustus 2009

Sampai Ketemu di OSN Tahun 2010 di Medan, Sumatera Utara

Headline News

NATIONAL NEWS

Translate Here

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic

Nilai Tukar Rupiah Hari Ini

Minggu, April 12, 2009

Tidak Balik Modal Caleg Siap Stres

Menjadi kontestan Caleg (Calon Legislator), tak ubahnya ikut kontes Indonesian Idol. Ada proses eliminasi. Pasca pemilu nanti, nasib akan menentukan, siapa beruntung siapa buntung


Oleh Adhes Satria

Pemilu 2009 ibarat bertarung di meja judi. Ada pemenang, ada pecundang. Keberuntungan tidak lagi ditentukan siapa yang cerdas dan siapa yang punya fulus melimpah. Mereka yang memenangkan pemilu nanti adalah orang yang ikhlas. Terpilih atau tidak, ia tetap tegar, terus berjuang dan mengabdi untuk negeri dan bangsa ini.

Menjadi caleg memang seperti mengadu peruntungan. Setidaknya percaya diri bahwa dirinya merasa pantas menjadi wakil rakyat. Meski tak punya visi-misi yang jelas untuk membangun negeri ini, yang penting berpartisipasi. Menjadi budaya bangsa ini: tekor asal kesohor. Tapi kalau sudah tekor lalu stress berat, inilah yang menyedihkan

Tidak main-main, ongkos politik bagi seorang caleg agar bisa terpilih dan duduk di Senayan dalam pemilu 2009 ini bisa mencapai miliaran rupiah. Sebut saja, Ade Daud Nasution, caleg dari Partai Amanat Nasional (PAN) mengaku sudah merogoh koceknya dalam-dalam hingga Rp 1,5 miliar untuk sosialisasi agar dikenal pemilih. Maklum, Ade dipasang PAN untuk daerah pemilihan (dapil) Jakarta Selatan, Jakarta Pusat dan luar negeri (Malaysia).

Untuk sosialisasi di Malaysia, Ade telah mengalokasikan US$ 35-40 ribu. Termasuk pasang iklan surat kabar di negeri jiran itu. Ada biaya tambahan yang dikeluarkan Ade sebesar Rp 100 juta untuk sosialisasi hingga hari pemilihan 9 April. Ade mengaku, semua dana itu tak semua berasal dari koceknya. Sebanyak 80 persen berasal dari fansnya. Tak jelas fans yang dimaksud.

Caleg lain yang tak kalah jor-jorannya adalah Ganjar Pranowo, caleg dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dapil Jawa Tengah. Ia menyebut angka Rp 250 juta. Lalu Agus Purnomo, caleg dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dapil Daerah Istimewa Yogyakarta telah merogoh dana sebesar Rp 300 juta. Kemudian, Rully Chairul Azwar, caleg dari Golkar dapil Bengkulu menembus angka senilai Rp 500 juta. Roy Suryo, caleg dari Partai Demokrat dapil Yogyakarta boleh dibilang paling minim, ia hanya mengalokasikan Rp 50 juta saja.

Keputusan MK

Seperti kita ketahui bersama, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan uji materi mengenai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Calon terpilih didasarkan suara terbanyak, bukan berdasarkan nomor urut.

Konsekuensi dari keputusan tersebut, partai-partai politik yang belum menerapkan sistem sebagaimana putusan MK di atas agak kelabakan. Lebih-lebih para calon legislatifnya. Mereka yang tadinya sudah melihat di pelupuk mata akan melenggang mulus ke gedung DPR, DPD atau DPRD harus bekerja dan berusaha lebih keras lagi. Dengan sistem calon terpilih didasarkan suara terbanyak, maka mau tidak mau, suka atau tidak suka mengharuskan para caleg rajin menyapa calon pemilih.

Untuk dapat rajin menyapa calon pemilih diperlukan modal atau biaya tambahan. Bukan tidak mungkin angkanya semakin membengkak. Sekurang-kurangnya biaya untuk transportasi, telekomunikasi dan akomodasi. Ada biaya tak terduga. Dana politik yang menyangkut komunikasi misalnya membeli pulsa, sedangkan akomodasi meliputi sewa posko, internet (membuat situs/website/jejaring sosial dunia maya), iklan (televisi, radio, media cetak/elektronik/dunia maya), honor tim sukses, perizinan-pajak, konsumsi, atribut pemilu dan sebagainya.

Jadi tidak cukup bertemu dengan calon pemilih hanya dengan tebar pesona dan janji-janji saja. Kudu menyiapkan ‘dana politik’ untuk daerah pemilihannya agar menjadi daya tarik pemilihnya. Money Politik, sepertinya menjadi sesuatu yang mubah. Karena begitulah riilnya, jika mengikuti kemauan rakyat miskin saat ini.

Bekali Iman

Menurut psikolog Dadang Hawari, biasanya, caleg yang berpotensi terkena stres karena salah membaca perhitungan: antara harapan dan kenyataan tidak sesuai. Kalau sudah stress, maka potensi caleg gagal yang akan masuk rumah sakit jiwa semakin tinggi. Sebagai orang yang beriman, para caleg harus belajar menjadi hamba yang ikhlas. Berharaplah keridhaan Allah semata, bukan harta, kedudukan dan popularitas yang dikejar. Jadi caleg atau tidak, masih banyak cara untuk berjuang dan mengabdi kepada negeri dan bangsa ini.

Dadang memberi contoh, pelaksanaan Pilkada beberapa waktu lalu, menimbulkan tekanan jiwa bagi sebagian kandidat yang tidak terpilih. Dalam Pemilu legislatif 2009, hal serupa juga diprediksi terjadi, bahkan semakin banyak. "Bisa saja gangguan jiwa terjadi, kalau harapannya terlalu tinggi tapi tidak tercapai," ujar Dadang.

Ada beberapa penyebab lain, kata Dadang, yang bisa mengancam kondisi kejiwaan para caleg yang tidak terpilih. Harta yang sudah terkuras habis, lalu janji dari pihak-pihak yang hanya memberikan harapan, bisa menimbulkan kekecewaan mendalam bagi batin sang Caleg. "Gangguannya bisa dari yang paling ringan hingga sampai sakit jiwa," tambahnya.

Bukan tidak mungkin, depresi akan mengancam kesehatan seorang caleg. Dalam beberapa kasus Pilkada lalu, Dadang menemukan caleg yang sakitnya semakin parah usai kalah dalam pemilihan kepala daerah. "Kasusnya di Jawa Tengah, dia sudah jual semuanya, lalu kalah sampai sakit dan meninggal. Dia juga dijanjikan menang oleh partainya," jelas Dadang.

Dadang mengharapkan, partai politik mampu mengantisipasi hal ini dengan menyiapkan mental para calegnya dalam menghadapi hasil Pemilu. Selain dipersiapkan untuk menang, caleg juga harus siap kalah. Ketatnya persaingan mendapatkan kursi legislatif seyogianya tak menimbulkan tekanan kejiwaan bagi para pesertanya. Setiap caleg hendaknya berpasrah diri kepada Tuhan dan memegang prinsip hidup ikhlas agar terhindar dari stres yang berkepanjangan bila tidak terpilih nanti.

Bisa dibayangkan, betapa susah jerih payah para caleg menemui dan bersilaturahmi ke calon pemilih di daerah pemilihan luar Pulau Jawa. Apalagi yang luas dapilnya meliputi satu provinsi, dengan beberapa kabupaten di dalamnya. Untuk menyapa calon pemilih di pedalaman Kalimantan Tengah, misalnya, berapa sungai dan anak sungai yang mesti dilewati dengan jarak berpuluh-puluh kilometer panjangnya.

Dari satu pemukiman penduduk ke pemukiman penduduk terdekatnya saja, sudah harus mengeluarkan berliter-liter solar untuk perahu, sampan atau speedboat yang disewanya. Belum biaya lainnya. Di Papua, seorang caleg DPR-RI sampai harus menyewa pesawat kecil untuk menemui calon pemilihnya.

Seperti diberitakan media massa, tak sedikit caleg yang jatuh sakit karena keletihan setelah kampanye. Bahkan ada caleg yang meninggal dunia. Seperti itulah dramatisasi pemilu, seolah menentukan nasib baik-buruknya seseorang. Restu masyarakat, orang tua, sanak keluarga, handai taulan, kiai bahkan ‘paranormal’ menjadi bagian kehidupan tersulit.

“Satu hal yang sering diabaikan para caleg adalah tidak menjadikan Tuhan sebagai tempat pelarian. Tidak menyadari bahwa perjuangan tak pernah berhenti. Ridha Allah, itulah yang seharusnya dicari. Sehingga jadi caleg atau tidak, seseorang akan ikhlas dan tetap mengabdi sampai kapan pun,” kata Dadang.

Usai Pemilu, kita tak ingin ada caleg DPR-RI yang dikejar-kejar hutang oleh pengusaha atribut lantaran belum melunasi order pesanannya. Sudah tak terpilih, terbelit hutang pula. Apabila caleg tidak siap menang atau siap kalah, tidak menyiapkan mental dan keimanan kokoh, bukan mustahil usai Pemilu 2009, akan ada kabar tak sedap di media massa tentang caleg yang stres, stroke bahkan sakit jiwa. Juga bukan tidak mungkin akan ada caleg yang bunuh diri akibat gagal meraih kursi legislatif.

Apalagi jika berpikirnya tidak balik modal.

Sumber: Sabili

Berita terkait:



0 komentar:

Blogger template 'Purple Mania' by Ourblogtemplates.com 2008

Jump to TOP