Kami Mengucapkan Terimakasih kepada Semua Pihak yang telah membantu Menyukseskan Perhelatan Akbar
Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2009

di Jakarta 3 s.d. 9 Agustus 2009

Sampai Ketemu di OSN Tahun 2010 di Medan, Sumatera Utara

Headline News

NATIONAL NEWS

Translate Here

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic

Nilai Tukar Rupiah Hari Ini

Sabtu, April 11, 2009

Hasil Quick Count (11 April 2009)




Sumber: detikPemilu

Klik selengkapnya...

Nama Partai Politik Peserta Pemilu 2009




Sumber: detikPemilu

Klik selengkapnya...

Panwaslu Tak Awasi Tim Anti Golput

Kamis, 05 Februari 2009 | 21:51 WIB

TEMPO Interaktif, BANDUNG:—Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kota Bandung tak bisa mengawasi Tim Independen Sukses Pemilihan yang menyerukan anti kekerasan dan anti golongan putih ke sejumlah tempat. Tim itu tiba hari ini dan bakal berada di Bandung hingga Senin pekan depan. "Kami kekurangan personel untuk mengawasi mereka," kata Ketua Panwaslu Kota Bandung Darwis, Kamis (5/2).


Menurut Darwis, pihaknya tidak mengetahui persis aktivitas Kirap Sukses Pemilu 2009 yang beranggotakan 17 orang itu. Dari paparan tim itu di Balaikota Bandung, mereka berencana mendatangi beberapa instansi pemerintah.

Ketua tim tersebut, Abdurahman kepada pers mengatakan mereka berkeliling ke 200 kota di pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan untuk kampanye anti kekerasan dan anti golongan putih dalam pemilihan umum. Mereka bertolak dari Surabaya pada 10 November 2008. Bandung adalah kota ke-69 yang mereka sambangi. Tujuan pertama adalah ke dua Sekolah Menengah Atas dan Kejuruan Negeri, selanjutnya ke instansi pemerintah dan bank.

Kampanye dilakukan dengan cara dialog dan penyebaran brosur. Menurutnya, mereka adalah tim independen yang berkeliling untuk menekan angka golongan putih agar kerugian negara tidak besar. "Kalau 50 persen golput, kerugian negara Rp 26 triliun," katanya. Angka itu dihitung berdasarkan biaya pemilu yang dialokasikan Rp 49 triliun. Untuk dana kampanye keliling kota itu, dia mengaku berasal dari dana masyarakat.

ANWAR SISWADI


Klik selengkapnya...

Jumat, April 10, 2009

Suciwati: Tidak Hanya Kehilangan Suami, Tapi Keadilan


Rabu, 31 Desember 2008 | 12:12 WIB

JAKARTA, RABU — Istri aktivis Hak Asasi Manusia almarhum Munir, Suciwati, mengaku sangat kecewa dengan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memvonis bebas mantan Danjen Kopassus dan mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Pr. Menurut Suci, putusan hakim sangat menyakitkan hatinya.


"Yang pasti tidak adil. Saya bukan hanya kehilangan seorang suami, tapi juga kehilangan rasa keadilan," ujar Suci seusai sidang pembacaan putusan di PN Jakarta Selatan, Rabu (31/12).

Suci mengatakan, tontonan yang selama ini ditakutkannya akhirnya terjadi juga. Suci mengatakan publik melihat sebuah kebohongan di mana kasus-kasus pelanggaran HAM masih berpihak kepada pelakunya.

"Ini sudah kita saksikan pembuktiannya hari ini. Kita bisa melihat putusannya dan melihat hakim-hakimnya yang tidak kredibel itu memimpin sebuah persidangan yang sangat penting dan semua pihak melihatnya, baik nasional maupun internasional," tandas Suci.

Suci mengaku dirinya dan rekan-rekannya tidak akan pernah menyerah untuk terus mencari keadilan dan pengungkapan kebenaran.

LIN

Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

Komnas HAM Desak Kejagung Segera Kasasi Vonis Muchdi

Jumat, 2 Januari 2009 | 11:49 WIB

JAKARTA, JUMAT — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak Kejaksaan Agung segera mengajukan kasasi atas putusan bebas yang dikeluarkan PN Jakarta Selatan terhadap terdakwa kasus pembunuhan Munir, Muchdi Purwoprandjono.


Hal itu disampaikan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim dalam jumpa pers di Gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (2/12). Dengan tidak bermaksud mencampuri kewenangan dan independensi lembaga peradilan, Komnas HAM berpendapat, putusan bebas tersebut telah mengakibatkan hilangnya rasa keadilan publik, terutama keluarga korban.

"Komnas HAM menyatakan keprihatinan atas putusan PN Jakarta Selatan. Dalam rangka memberikan kepastian hukum untuk penuntasan kasus pembunuhan Munir dan guna memberikan rasa keadilan kepada keluarga korban, Komnas HAM mendesak agar Kejaksaan Agung segera mengajukan kasasi terhadap putusan tersebut," kata Ifdhal.

Hak untuk memperoleh keadilan melalui proses hukum di institusi peradilan, menurut Ifdhal, tidak diperoleh. "Kami melihat proses hukum yang seharusnya obyektif tidak terpenuhi dalam proses pengadilan (kasus) Munir. Banyak saksi yang memberikan pernyataan di penyidik menarik BAP-nya di persidangan," lanjutnya.

Selain itu, tidak dihadirkannya saksi Budi Santoso juga mempunyai andil dalam menggugurkan dakwaan jaksa dan proses panjang penyidikan yang dilakukan Bareskrim Polri. Pencabutan BAP tersebut, diyakini, memengaruhi hakim dalam mengambil keputusan. Sementara itu, Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Internal Ridha Saleh memandang putusan ini sebagai preseden buruk bagi penegakan HAM di Indonesia.

Inggried Dwi Wedhaswary

Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

Soal Muchdi, Kepala Polri Tunggu Upaya Kejaksaan

Jumat, 2 Januari 2009 | 13:34 WIB

JAKARTA, JUMAT — Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri belum mau berkomentar lebih lanjut mengenai vonis bebas Muchdi PR dalam kasus dugaan pembunuhan Munir.


"Biarkan proses berjalan, kita tidak usah berkomentar dulu. Ini kan masih proses. Namun, tentu kejaksaan akan melakukan upaya hukum," ujar Kepala Polri yang ditemui seusai shalat Jumat di Mabes Polri Jakarta, Jumat (2/1).

Ketika ditanya mengenai persiapan polisi dalam mengumpulkan dan mencari bukti-bukti baru, dia masih menunggu aksi dari pihak kejaksaan. "Biar saja, nanti yang mencari bukti baru kejaksaan," katanya.

Sedangkan terkait dengan alat bukti call direct record (CDR) yang dilakukan Muchdi dan Pollycarpus sebanyak 41 kali, Kepala Polri masih menunggu lebih lanjut. "Kalau sudah kita ajukan (ke kejaksaan), pasti akan kita ungkit lagi," tutur Bambang.

C11-08

Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

Muchdi Bebas, Siapa Pembunuh Munir?


Jumat, 2 Januari 2009 | 13:56 WIB

JAKARTA, JUMAT — Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim mengatakan, putusan bebas yang dijatuhkan hakim pada terdakwa kasus pembunuhan Munir, Muchdi Pr, bukan berarti menutup pengungkapan kasus tersebut.

Dia menegaskan, kasus pengungkapan pelaku pembunuh Munir belum selesai. Putusan ini menyisakan tugas bagi negara untuk mengusut kembali aktor di balik tewasnya aktivis HAM tersebut.


Demikian dikatakan Ifdhal dalam jumpa pers di Gedung Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (2/12). "Dengan dibebaskannya Muchdi, kasus ini tidak berarti selesai. Justru memberikan tugas pada negara untuk mengusut kembali, siapa yang membunuh Munir. Putusan pengadilan ini tidak selesai," tegas Ifdhal.

Polri diharapkan bisa menelusuri kembali data-data dan bukti yang pernah dimilikinya saat melakukan penyelidikan kasus ini. Upaya pengungkapan kembali dengan menemukan bukti baru, menurut Ifdhal, tidak bisa dilakukan pada tingkat kasasi yang diajukan Kejaksaan Agung.

Hal itu memungkinkan, jika putusan kasasi dipandang belum memuaskan maka dilanjutkan ke peninjauan kembali (PK). Pada tingkat PK inilah, bukti baru bisa disodorkan. "Kasasi hanya memeriksa dokumen yang sudah terkumpul di persidangan. Hakim kasasi akan menilai apakah hakim pengadilan tingkat pertama salah dalam menerapkan hukum," ujarnya.

Respons cepat Presiden SBY atas keluarnya putusan ini, diharapkan bisa menjadi cambuk bagi Polri dan Kejaksaan Agung untuk kembali bekerja keras dengan tuntasnya pengungkapan kasus pembunuhan Munir.

Inggried Dwi Wedhaswary

Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

Putusan Bebas Muchdi Tak Untungkan Pencitraan SBY


Jumat, 2 Januari 2009 | 14:19 WIB

JAKARTA, JUMAT - Putusan bebas untuk terdakwa kasus pembunuhan Munir, Muchdi Pr, bisa saja menjadi komoditas politik menjelang pemilu. Wajar, jika kemudian ada yang memanfaatkan isu penegakan HAM dan menggunakan kasus Munir sebagai pintu masuknya.


Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim memandang, putusan hakim PN Jakarta Selatan yang kontroversial itu bisa saja dimanfaatkan secara politik untuk mendapatkan keuntungan. Namun, tidak bagi Presiden SBY.

"Putusan ini secara politik bisa dimanfaatkan oleh siapa.saja. Tapi tidak terlalu menguntungkan SBY dari sisi pencitraan, karena dari awal dia (SBY) sudah menyatakan komitmennya untuk menuntaskan kasus Munir," kata Ifdhal, Jumat (2/12), di Gedung Komnas HAM, Jakarta.

Tidak tuntasnya kasus Munir, dinilai Ifdhal justru bisa mempersulit SBY dalam pencitraan diri menjelang pemilu. Namun, ia mengapresiasi respon cepat yang diberikan Presiden SBY menanggapi putusan bebas terhadap mantan Deputi V BIN itu.

Presiden berencana memanggil Kapolri dan Kejaksaan Agung untuk mendapatkan penjelasan lebih jauh. Saat ditanya, apakah Komnas HAM akan membawa kasus ini ke tingkat internasional, dalam hal ini Dewan HAM PBB, Ifdhal menyatakan hal itu belum perlu dilakukan.

Sebab, masih ada upaya hukum nasional yang bisa ditempuh untuk menuntut penuntasannya. "Ada hak memang untuk membawa kasus ini ke forum internasional. Tapi, hal itu dilakukan kalau upaya hukum di level nasional sudah mentok. Inikan belum, masih ada kasasi dan peninjauan kembali. Masyarakat internasional juga tidak bisa mengintervensi secara langsung. Lebih banyak hanya menyampaikan keprihatinan," papar Ifdhal.

Inggried Dwi Wedhaswary

Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

Kontras: Vonis Bebas Muchdi PR Kemunduran Politik


Sabtu, 3 Januari 2009 | 12:36 WIB

JAKARTA, SABTU — Vonis bebas Muchdi PR, tersangka kasus pembunuhan Munir, dinilai sebagai kemunduran politik dan hukum karena keputusan hakim tidak mempertimbangkan proses peradilan yang telah berjalan sebelumnya.


Hal tersebut disampaikan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid, saat acara "Kongkow Bareng Gus Dur", di Kedai Tempo, Jakarta, Sabtu (3/1).

Usman menilai keputusan hakim memvonis bebas Muchdi PR jauh dari keadilan dan tidak kredibel. "Kami akan kejar terus sampai Muchdi PR divonis atas perbuatannya," tutur Usman. Untuk itu, Usman mengatakan akan memeriksa dokumen dan berkas-berkas mulai dari awal persidangan sebagai informasi untuk mengungkap kasus ini.

"Kami juga akan minta bantuan pakar hukum dan mengajak masyarakat untuk memberikan informasi dan alat bukti," ujarnya.

ANI

Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

KY: Ada Rasa Keadilan yang Tak Terakomodasi


Senin, 5 Januari 2009 | 16:33 WIB

JAKARTA, SENIN — Komisi Yudisial (KY) menangkap adanya ketidakadilan bagi istri mendiang Munir, Suciwati, dan para advokat yang konsen terhadap persoalan Hak Asasi Manusia, dalam putusan Muchdi Pr.


Namun, KY belum dapat menentukan langkah sebelum mempelajari putusan majelis hakim kasus dugaan pembunuhan aktivis HAM, Munir, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada Rabu, 31 Desember 2008 lalu, majelis PN Jakarta Selatan menjatuhkan vonis bebas kepada Muchdi Pr yang dituduh terlibat dalam pembunuhan Munir.

"Terhadap putusan itu, kami menangkap adanya rasa keadilan, khususnya Suciwati, tidak terakomodasi sense of justice-nya. Kami akan pelajari berkas-berkas yang disampaikan. Setelah dipelajari, baru akan menentukan langkah lebih lanjut. Minggu ini akan diskusi internal dan membahas langkah hukumnya," ujar Ketua KY Busyro Muqoddas di sela-sela pertemuan KY dengan Kasum dan Suciwati, Jakarta, Senin (5/1).

Namun, lanjutnya, hingga sekarang KY belum menerima salinan dari putusan perkara Muchdi Pr tersebut. KY akan menyurati PN Jaksel untuk mendesak percepatan penyalinan dokumen itu.

"Lalu, kami akan meneliti apakah ada code of conduct dalam hukum acara yang tidak ditempuh. Hukum acara itu kan relnya," jelasnya.

Perkara pidana terutama yang memiliki spesifikasi seperti pelanggaran HAM ini, hakim harus membangun komitmen dengan asas pembuktian materiil. Hakim, kata dia, harus full, optimal, dan mengolaborasi kedalaman.

Menurut Busyro, KY akan memberikan hukuman kepada hakim tersebut jika terbukti ada peraturan dalam KUHAP yang tidak dijalankan, atau dalam penghadiran saksi di ruang persidangan, seperti Budi Santoso. Busyro menuturkan saat ini sudah ada perkembangan teknologi teleconference. KY akan meneliti apakah jaksa sudah mengupayakan hal tersebut.

BOB

Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

SBY Belum Panggil Kapolri dan Jaksa Agung

Senin, 5 Januari 2009 | 17:31 WIB

JAKARTA, SENIN - Janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera memanggil Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri dan Jaksa Agung Hendarman Supandji terkait vonis bebas mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Muchdi Purwopranjono bak meninju angin. Hingga kini, Kapolri dan Jaksa Agung mengaku, belum diajak bicara Presiden Yudhoyono perihal vonis bebas Muchdi PR.


Pengakuan tesebut dikemukakan keduanya usai serah terima Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2009 di Istana Negara, Jakarta, Senin, (5/1). "Nggak ada, nggak ada...," kata Kapolri dengan senyum melebar.

Jaksa Agung Hendarman Supandji dengan keheranan justru berbalik bertanya ketika ditanya perihal pemanggillan Presiden SBY soal vonis bebas Muchdi. "Siapa yang bilang dipanggil? Sampai sejauh ini tidak ada," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden melalui Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng usai menggelar pertemuan dengan Menkeu Sri Mulyani beserta staf Depkeu pada Rabu (31/12) menyatakan, segera memanggil Jaksa Agung Hendarman Supandji dan Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri. Pemanggilan ini untuk memastikan langkah pemerintah selanjutnya untuk mengungkap kasus pembunuhan aktivis HAM Munir.

ADE
Sumber : Persda Network

Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

Jaksa Agung Ngotot Kasasi soal Vonis Bebas Muchdi


Senin, 5 Januari 2009 | 17:42 WIB

JAKARTA, SENIN — Langkah kejaksaan menempuh jalur kasasi terkait vonis bebas mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Muchdi Purwopranjono oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tak sekadar aksi kepanikan pemerintah.


Jaksa Agung Hendarman Supandji mengemukakan, langkah kasasi ini sebagai bentuk keyakinan pemerintah atas keterlibatan Muchdi dalam pembunuhan tokoh HAM Munir. "Yakin kami bahwa ada perbuatan. Sekarang ini baru dibikin (pernyataan kasasi). Begitu 14 hari, baru kami nyatakan," kata Hendarman Supandji seusai mengikuti penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2009 oleh SBY di Istana Negara, Jakarta, Senin (5/1).

Menurut Hendarman, langkah kasasi memenuhi ketentuan yang selama ini belaku. "Sesuai dengan ketentuan pasal 244 KUHAP," katanya.

Selain itu, lanjut Hendarman, langkah kasasi diambil karena semestinya Pengadilan Negeri itu tidak menyatakan bebas murni, tetapi lepas dari tuntutan hukum. "Itu harus dibuktikan oleh jaksa, dan setelah lepas, baru ada pertimbangan hukum yang keliru," urainya.

ADE
Sumber : Persda Network

Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

Hendarman: Ada Perbuatan Muchdi dalam Pembunuhan Munir


Senin, 5 Januari 2009 | 20:20 WIB

JAKARTA, SENIN- Jaksa Agung Hendarman Supandji merasa yakin akan adanya perbuatan yang dilakukan Muchdi PR sehingga Kejaksaan Agung bersikukuh untuk menempuh kasasi. Pernyataan kasasi akan dilakukan 14 hari setelah putusan.

Adapun memori kasasi akan dimasukkan ke pengadilan 14 hari setelah pernyataan akan dilakukannya kasasi. Demikian disampaikan Hendarman Supandji menjawab pers, seusai penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran atau Dipa di Istana Negara, Jakarta, Senin (5/1) sore tadi.

”Oh, ya pasti dong akan diajukan (kasasi). Karena, yakin, ada perbuatan (Muchdi),” tandas Hendarman.

Menurut Hendarman, saat ini Kejakgung tengah menyusun memori kasasi. ”Setelah 14 hari dari pernyataan kasasi, baru akan diajukan resmi. Kendala tidak ada. Karena, putusan itu adalah judex yuris atau keputusan yang mempertimbangkan hukum. Keputusan itu juga bukan bebas murni, akan tetapi lepas dari tuntutan hukum. Oleh karena itu, jaksa harus membuktikan adanya perbuatan (Muchdi),” tambah Hendarman.

Hendarman menyatakan, kasasi yang diajukan itu karena adanya keliruan pada judex fatie atau pertimbangan berdasarkan fakta hukum di pengadilan negeri.

Ditanya tentang pemanggilan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bersama Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri terkait putusan Muchdi, Hendarman membantah. ”Tidak ada, tidak ada. Siapa yang panggil? Masa Presiden bilang begitu?” tanyanya.

Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso yang dicegat soal waktu pemanggilan Presiden terkait Muchdi, juga membantah. ”Tidak ada itu,” ujarnya, singkat menolak diwawancari saat ditanya seusai acara penyerahan Dipa.

Sebelumnya, Presiden Yudhoyono melalui Juru Bicara Kepresidenan Andi Mallarangeng mengatakan akan memanggil Kepala Polri dan Kejakgung.

Suhartono
Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

KY Mungkin Periksa Hakim Muchdi

Senin, 5 Januari 2009 | 20:47 WIB

JAKARTA, SENIN- Komisi Yudisial tidak tertutup kemungkinan memeriksa hakim yang menangani perkara Muchdi PR, terkait bebasnya mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) itu dalam perkara pembunuhan aktivis HAM, Munir.

"Hakim tidak tertutup kemungkinan diperiksa jika ditemukan adanya pelanggaran," kata Ketua KY Busyro Muqoddas seusai menerima Komite Aksi Solidaritas Untuk Munir (KASUM), di Jakarta, Senin (5/1).

Seperti diketahui, sejumlah aktivis memprotes putusan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan yang memvonis bebas Muchdi PR. Kendati demikian, ia mengisyaratkan sebelum pemanggilan itu harus terdapat bukti-bukti pelanggaran hakim, seperti hukum acara yang tidak ditempuh sebagaimana mestinya.

"Untuk mengetahui adanya pelanggaran itu, kami harus mempelajari dahulu putusan atas Muchdi," katanya.

Ia mengatakan, pihaknya sampai sekarang belum mendapatkan salinan putusan PN Jaksel terkait vonis bebas Muchdi. "Kami belum mendapatkan salinan putusannya," katanya.

Ia menambahkan, jika sudah ada putusan itu maka pihaknya akan melakukan diskusi dengan komisioner KY lainnya mengenai putusan itu. "Kalau sudah ada putusan maka kita akan mempelajarinya untuk mengambil langkah lebih lanjut," katanya.

Sementara itu, Ketua Kasum Usman Hamid menyatakan, kedatangan Kasum ke KY tidak lain untuk menanggapi putusan majelis hakim PN Jaksel pada 31 Desember 2008. "Putusan majelis hakim itu ada kejanggalan, seperti metode pembuktian yang dilakukan majelis hakim itu konvensional atau disamakan dengan kasus-kasus pidana biasa," katanya.

Padahal, kata dia, tim pencari fakta yang dibentuk Presiden pada 2005 sudah jelas-jelas mengatakan pembunuhan aktivis HAM Munir merupakan kejahatan konspirasi. "Kemudian diakui oleh Mahkamah Agung (MA) dalam putusan atas Pollycarpus yang dihukum menjadi 20 tahun penjara," katanya.

Seharusnya, kata dia, majelis hakim yang menangani perkara Muchdi tersebut memiliki wawasan yang lebih luas. Hal senada dikatakan oleh istri Munir, Suciwati, yang meminta agar KY melakukan investigasi atas putusan yang banyak kejanggalan tersebut.

"Kami meminta KY untuk melakukan investigasi atas putusan itu, karena banyak kejanggalan," katanya.

MSH
Sumber : Ant
Sumber: Kompas

Klik selengkapnya...

Fadli Zon: Kasus Munir Buat "Jualan" Pemilu 2009


Senin, 5 Januari 2009 | 22:00 WIB

JAKARTA, SENIN - Kritikan pedas langsung dilontarkan oleh Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Fadli Zon. Ia menuding, sikap ngotot Jaksa Agung Hendarman Supandji yang akan melakukan kasasi terhadap putusan bebas Muchdi Pr tak lain sebagai lahan 'jualan' Presiden SBY untuk menaikkan popularitasnya jelang perhelatan Pemilu 2009. Kasus Munir, dianggap Fadli Zon juga sebagai alat untuk menutupi kelemahan pemerintahan SBY-JK yang tidak mampu memberikan perekonomian yang lebih baik kepada rakyatnya.

"Saya mendapatkan banyak masukan dari para ahli hukum, bahwa seseorang yang sudah divonis bebas, maka tidak bisa dilakukan kasasi lagi. Pak Muchdi kan divonis bebas murni, jadi akan sulit untuk dilakukan kasasi. Bagi kami, putusan terhadap pak Muchdi sudah berdasarkan fakta-fakta hukum dipersidangan yang ada dan cukup adil. Jadi, sikap Jaksa Agung yang ngotot ingin kasasi, tak akan mungkin berhasil," kata Fadli Zon dalam perbincangan khusus dengan Persda Network, Senin (5/1).

"Secara politik, kasus Munir ini memang terkesan untuk jualan dalam menghadapi Pemilu nanti. Kasus ini, terus dimainkan sengaja, untuk menutupi kegagalan pemerintahan ini dalam memperbaiki ekonomi, membuat rakyatnya bisa hidup baik. Seolah-olah, pemerintahan ini berhasil menegakkan hukum, padahal banyak masalah HAM yang sampai saat ini tak juga terselesaikan," tandas Fadli Zon.

Fadli Zon kemudian memberi saran kepada Jaksa Agung Hendarman Supandji untuk tidak menggunakan uang negara bila tetap ingin mengajukan kasasi atas vonis bebas Muchdi Pr. Fadli beralasan, uang negara akan terkuras hanya untuk mengajukan kasasi yang belum tentu akan berhasil.

"Lebih baik Jaksa Agung menggunakan dana pribadi saja untuk mengajukan kasasi. Para pakar hukum yang sudah saya mintai pendapatnya, masalah ini sangat sulit untuk bisa memenangkan kasasi. Jadi, rencana kasasi ini lebih pada nuansa politisnya, atau politik pencitraan saja. Apalagi Jaksa Agung bertanggung jawab kepada presiden. Harusnya, putusan ini dihargai. Kecuali kalau Jaksa Agung pakai uang pribadi, bolehlah," cetus Fadli Zon.

Fadli meyakini, rencana Jaksa Agung untuk melakukan kasasi, hanyalah didasari adanya tekanan dari pihak asing yang secara jelas. Apalagi, kata Fadli sebelumnya juga terungkap adanya tekanan dari parlemen Amerika Serikat terkait kasus ini.

"Bagi saya, pemerintah telah melakukan diskriminasi terhadap kasus-kasus hukum yang lain. Kalau kita lihat, kasus HAM lain, misalnya kasus Trisakti, kasus kerusuhan Mei, sampai sekarang tak jelas penyelesaiannya. Terkesan, pemerintah hanya melayani permintaan salah satu LSM," kata Fadli.

"Pak Muchdi punya hak untuk mendapatkan kepastian hukum, tidak dipermainkan oleh berbagai manuver politik, apalagi kasus ini dijadikan sebagai bagian dari politik pencitraan jelang Pemilu," tegasnya.

Sumber: Kompas
YAT
Sumber : Persda Network


Klik selengkapnya...

Di Cirebon, Spanduk Ajakan Golput Bertebaran

Rabu, 18 Maret 2009 | 07:08 WIB

TEMPO Interaktif, CIREBON: -- Spanduk berisi ajakan untuk tidak memilih dalam Pemilu 9 April mendatang bertebaran di Kota Cirebon. Panwaslu Kota Cirebon sendiri belum melakukan tindakan apa pun terhadap kasus ini.

Berdasarkan pantauan, spanduk yang antara lain bertuliskan "Jika ragu, mending tidak memilih" itu terpasang di dekat Gedung BAT Kota Cirebon serta di daerah Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Di spanduk itu pun tercantum lambang partai tertentu sekaligus foto seorang anggota partainya.

Seorang saksi mata, Asep, mengungkapkan spanduk berisi ajakan golput itu sudah ada sejak seminggu lalu. "Hampir seminggu lalu sudah ada. Tetapi tidak tahu kenapa belum ada yang bertindak," katanya.

Sementara itu Kapolresta Cirebon, AKBP Ary Laksmana Wijaya, saat dikonfirmasi mengungkapkan apa yang dilakukan dalam spanduk itu bisa dikategorikan melanggar UU No 10/2008. "Namun kami masih menunggu laporan dari Panwaslu, karena yang berhak menindak pertama kali adalah mereka," katanya.

Ketua Panwaslu Kota Cirebon, Wasikin Marzuki saat dikonfirmasi mengakui sudah mendapatkan laporan adanya spanduk itu. "Tetapi laporan itu baru dari telefon," katanya. Bukan laporan resmi dan hingga kini tidak ada yang mau menjadi saksinya.

Selain itu, ia pun beranggapan perlu dikaji kalimat yang tercantum dalam spanduk itu, apakah berisi ajakan atau mengajak. Terlebih yang mengajak bukan partai, namun perorangan dan LSM, sehingga tidak bisa dikategorikan sebagai pelanggaran pemilu. Saat didesak adanya lambang partai tertentu dalam spanduk itu, Wasikin pun akhirnya mengatakan pihaknya baru akan menggelar rapat pleno sore ini.

Ketua DPC PDIP Kota Cirebon, Edi Suripno, saat dikonfirmasi mengaku jika apa yang tercantum dalam spanduk itu merupakan atas nama pribadi Bagja, anggota PDIP Kota Cirebon. "Bukan atas nama partai, tidak mungkin kami sebagai peserta pemilu tetapi mengajak golput," katanya.

Pihaknya pun mengaku sudah membuat laporan tertulis baik ke Panwaslu maupun ke kepolisian terhadap kasus ini. Merekalah nanti yang berhak untuk menindaknya.

Sedangkan Walikota Cirebon, Subardi, mengaku pihaknya yakin masyarakat tidak akan terpengaruh dengan ajakan golput tersebut. "Karena berdasarkan hasil pilkada baik Walikota maupun Gubernur, keikutsertaan masyarakat cukup tinggi," katanya.

Selanjutnya mereka pun akan menghimbau kepada masyarakat baik melalui selebaran maupun pengumuman langsung untuk mengajak masyarakat memilih dalam Pemilu 9 April mendatang.

IVANSYAH


Klik selengkapnya...

Lebih 10 Ribu Narapidana di Jawa Tengah Terancam Tak Ikut Pemilu

Jum'at, 03 April 2009 | 12:24 WIB

TEMPO Interaktif, Cilacp:Sekitar 98 persen dari 10.548 orang narapidana dan warga binaan sejumlah rumah tahanan dan lembaga pemasyarakat di Jawa Tengah termasuk di Nusakambangan berpotensi golput pada Pemilu 9 April nanti.

Berdasarkan pantuan Kepala Divisi Pemasyarakatan Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Bambang Winahyo dan Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Alex Bambang Riatmodio di LP dan Rutan di Jateng, baru 200 narapidana yang sudah mengantongi formulir A-5.

Diprkirakan sampai H-1 tidak akan ada perubahan yangmencolok. Bambang memprediksi sebanyak 10.300 narapidana tidak bisa menggunakan haknya akibat kendala teknis. Sejak dihapusnya tempat pemungutan suara khusus, hak pilih narapidana terabaikan. Agar bisa memilih mereka harus mengurus formulir model A-5 melalui keluarganya.

Namun sedikit sekali pihak keluarga yang mau pro aktif akibat berbagai kendala. Misalnya sebagian besar keluarga narapidana di Nusakambangan berasal dari luar daerah bahkan luar pulau Jawa. "Seharusnya KPU ikut memfasilitasi pendaftaran bagi para narapidana," ujar Bambang. Di LP Nusakambangan yang berpenghuni 1.500 tak seorangpun napi yang memegang formulir A-5.

ARIS ANDRIANTO


Klik selengkapnya...

Angka Golongan Putih di Kalimantan Timur Diharapkan Turun

Selasa, 07 April 2009 | 11:50 WIB

TEMPO Interaktif, Balikpapan: Angka pemilih golongan putih di Kalimantan Timur diharapkan di bawah 30 persen. Masyarakat diminta berpartisipasi dalam pemilihan umum mendatang.

"Partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk legitimasi anggota Dewan terpilih," ujar Gubernur Awang Faoek, Selasa (7/4).

Menurutnya, anggota legislatif harus memperoleh dukungan maksimal dari masyarakat daerah pemilihnya. Penurunan angka golongan putih, tambahnya, merupakan tren positif dibandingkan pemilihan kepala daerah di Kalimantan Timur yang mencapai 30 persen.

Awang meminta masyarakat pro aktif mengecek namanya dalam daftar pemilih tetap. Dengan peran serta masyarakat, menurutnya mampu meminimalkan jumlah masyarakat yang belum masuk dalam DPT.

KPU Kalimantan Timur mengumumkan jumlah DPT Kaltim sebanyak 2,3 juta pemilih di wilayah 14 kota/kabupaten setempat.

SG WIBISONO


Klik selengkapnya...

Separuh Pemilih di TPS Gubernur Jawa Tengah Golput

Kamis, 09 April 2009 | 14:03 WIB

TEMPO Interaktif, SEMARANG:- Angka partisipasi pemilih di tempat pemungutan suara (TPS) yang digunakan Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo untuk mencontreng hanya mencapai 50,2 persen. Hingga pencontrengan suara pukul 12.00 ditutup, dari 376 warga dalam daftar pemilih tetap, hanya 176 pemilih yang menggunakan hak pilihnya. Sisanya, golput.

Lokasi rumah dinas Gubernur Jawa Tengah berada di tempat pemungutan suara II Kelurahan Gajahmungkur, Kecamatan Gajahmungkur Semarang. TPS ini berada di kawasan rumah dinas gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo. 176 pemilih tersebut termasuk 3 suara dari Gubernur Jawa Tengah BIbit Waluyo, beserta istri dan satu anaknya.

Keluarga Bibit Waluyo sebenarnya tidak masuk dalam daftar pemilih tetap di TPS Gajahmungkur. Bibit tercatat di DPT Magelang. Namun, Bibit menggunakan formulir A-5 agar bisa berpindah tempat pemungutan suara dari Magelang ke TPS di kawasan rumah dinasnya.

Dalam daftar pemilih tetap di Gajahmungkur ini juga terdapat nama Menteri Dalam Negeri Mardiyanto, yang sebelumnya menjadi Gubernur Jawa Tengah.
Namun, Mardiyanto tidak menggunakan hak pilih di Gajahmungkur. "Dia sudah minta formulir A-5 untuk nyontreng di Jakarta," kata salah satu petugas KPPS. Saat ini, para petugas KPPS sedang melakukan perhitungan suara.

ROFFIUDIN


Klik selengkapnya...

Seribu Orang di RS Hasan Sadikin Bandung Tak Mencontreng

Kamis, 09 April 2009 | 14:06 WIB

TEMPO Interaktif, BANDUNG:—Tak hanya pasien dan penunggunya, dokter dan perawat Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung juga kehilangan hak pilih dalam pemilihan legislatif hari ini. Jumlahnya mencapai seribu orang lebih. Mereka umumnya terganjal masalah formulir A 5 yang tidak dibawa.

Dari pantauan Tempo, banyak penunggu pasien yang ditolak petugas pemungutan suara karena hanya membawa formulir C 2. Begitu pun para pasien dan perawat di bangsal-bangsal yang didatangi petugas TPS keliling. Mereke beralasan tidak tahu jika diharuskan membawa formulir A-5 agar bisa memilih di rumah sakit. “Sosialisasi di daerah berarti masih kurang,” kata anggota KPPS TPS 51 Dhani, Kamis (11/4).

Di RS Hasan Sadikin Bandung, ada tiga tempat pemungutan suara yang didirikan di lobby depan dan belakang. Jumlah calon pemilih tambahan di tempat itu diperkirakan mencapai 1.600 orang, yaitu 1.200 pasien dan penunggunya, 300 orang perawat, dan 100 orang dokter yang bertugas hari ini. Masing-masing TPS dibekali 306 set surat suara.

Hingga pemungutan suara ditutup pukul 12.00 WIB, pemilih di tiga TPS tersebut hanya 225 orang. Proses pemungutan suara di tempat ini disaksikan 10 orang saksi dari Partai Golkar, PKPI, Gerindra, Demokrat, dan PKS. Untuk tugas itu, mereka dibayar Rp 25 ribu-Rp 50 ribu

ANWAR SISWADI


Klik selengkapnya...

Seribu Orang di RS Hasan Sadikin Bandung Tak Mencontreng

Kamis, 09 April 2009 | 14:06 WIB

TEMPO Interaktif, BANDUNG:—Tak hanya pasien dan penunggunya, dokter dan perawat Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung juga kehilangan hak pilih dalam pemilihan legislatif hari ini. Jumlahnya mencapai seribu orang lebih. Mereka umumnya terganjal masalah formulir A 5 yang tidak dibawa.

Dari pantauan Tempo, banyak penunggu pasien yang ditolak petugas pemungutan suara karena hanya membawa formulir C 2. Begitu pun para pasien dan perawat di bangsal-bangsal yang didatangi petugas TPS keliling. Mereke beralasan tidak tahu jika diharuskan membawa formulir A-5 agar bisa memilih di rumah sakit. “Sosialisasi di daerah berarti masih kurang,” kata anggota KPPS TPS 51 Dhani, Kamis (11/4).

Di RS Hasan Sadikin Bandung, ada tiga tempat pemungutan suara yang didirikan di lobby depan dan belakang. Jumlah calon pemilih tambahan di tempat itu diperkirakan mencapai 1.600 orang, yaitu 1.200 pasien dan penunggunya, 300 orang perawat, dan 100 orang dokter yang bertugas hari ini. Masing-masing TPS dibekali 306 set surat suara.

Hingga pemungutan suara ditutup pukul 12.00 WIB, pemilih di tiga TPS tersebut hanya 225 orang. Proses pemungutan suara di tempat ini disaksikan 10 orang saksi dari Partai Golkar, PKPI, Gerindra, Demokrat, dan PKS. Untuk tugas itu, mereka dibayar Rp 25 ribu-Rp 50 ribu

ANWAR SISWADI


Klik selengkapnya...

Golput Tanggung Jawab KPU dan Partai Politik

Jum'at, 10 April 2009 | 13:05 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Mantan Ketua Umum Partai Golkar Akbar Tanjung menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan partai politik paling bertanggung jawab atas peningkatan jumlah golongan putih (golput) atau mereka yang tak menggunakan hak pilih.

Fenomena golput, kata Akbar, terjadi karena beberapa alasan, yaitu alasan administratif. Warga yang sebenarnya sudah memiliki hak untuk memilih tidak bisa memilih karena tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).

Selain itu, ada pula suara yang terhitung golput karena masalah teknis dalam pemberian suara. Misalnya bingung saat mencontreng karena perubahan penandaan dari mencoblos menjadi mencontreng, juga kerepotan karena surat suara sangat besar.

“Alasan administratif dan teknis tanggung jawab KPU. Mungkin Komisi tidak cermat saat menghitung daftar pemilih dan kurang sosialisasi juga,” kata Akbar.

Alasan lain menjadi golput, lanjut mantan ketua DPR-RI itu, yaitu tidak percaya pada tokoh partai politik atau partai politik sendiri. “Mereka ini menjadi warga yang golput secara sadar, karena merasa tidak ada yang bisa diandalkan/dipercaya dalam daftar tokoh/partai yang ada di kertas suara. Mereka juga tidak merasa perlu untuk memilih,” kata dia.

Warga yang golput karena alasan terakhir ini, kata dia, menjadi tanggung jawab partai politik. “Ini tugas partai politik untuk menjadi partai yang memperjuangkan kepentingan rakyat,” ujarnya.

REH ATEMALEM SUSANTI


Klik selengkapnya...

40 Persen Pemilih di Kabupaten Malang Tak Memilih

Jum'at, 10 April 2009 | 17:47 WIB

TEMPO Interaktif, Malang: Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Malang memperkirakan jumlah calon pemilih yang tak menggunakan hak suaranya atau golongan putih (golput) pada Pemilihan Umum Legislatif 2009 mencapai 40 persen.

Hal ini berdasarkan pantuan di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) di lima kecamatan: Kecamatan Turen, Dampit, Gondanglegi dan Sumbermanjing Wetan, Pagelaran.

"Rata-rata tingkat kehadirannya sekitar 60 persen," kata Ketua Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Malang, Nachrowi, Jumat (10/4).

Jumlah golongan putih tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan Pemilihan Umum 2004 lalu di mana jumlah golongan putih hanya sekitar 20 persen. Namun, jumlah golongan putih Pemilihan Umum Legislatif 2009 hampir sama dengan pemilihan Gubernur Jawa Timur 2008.

Padahal, sebelumnya diperkirakan jumlah golongan putih akan melampaui pemilihan Gubernur Jawa Timur putaran kedua. Alasannya, perbedaan sistem pemilihan umum diperkirakan mempengaruhi minat partisipasi masyarakat untuk menggunakan hak pilih. Serta, rumitnya cara pemungutan suara juga menjadi salah satu alasan calon pemilih untuk menggunakan hak suara. Masyarakat juga mulai bosan dengan banyaknya pemilihan yang dimulai dengan pemilihan Bupati Malang dan Gubernur Jawa Timur.

Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Malang, kata Nachrowi, telah berusaha maksimal untuk meminimalisir angka golongan putih dengan melakukan sosialisasi secara optimal. Itu dilakukan dengan melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama untuk menyebarkan ajakan untuk menggunakan hak pilihnya.

EKO WIDIANTO


Klik selengkapnya...

Ratusan Surat Suara Sudah Dicontreng

Di Lebak, misalnya, sekitar 400 kertas surat suara sudah ditandai atas nama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Jakarta -- Sejumlah kertas suara di Kabupaten Lebak dan Kutai Kartanegara sudah dicontreng sebelum waktunya. Di Lebak, misalnya, sekitar 400 kertas surat suara sudah ditandai atas nama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

"Kami menemukan surat suara yang telah dicontreng sebelum waktunya," kata Ala Rotbi, calon legislator Partai Keadilan Sejahtera, kemarin.

Setelah mengajukan protes kepada Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara, akhirnya diputuskan surat suara itu tetap bisa digunakan. Syaratnya suara yang dihitung bukan untuk partai berlambang banteng ini, melainkan bagi partai lain.

Selain di Lebak, 30 surat suara untuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Banten sudah dicontreng untuk partai yang sama. Namun, anggota Komisi Pemilihan Umum Lebak, Isac Newton, mengaku belum mengambil keputusan soal sah atau tidaknya surat suara tersebut.

Ketika dimintai konfirmasi tentang masalah ini, Ketua Dewan Pengurus Daerah PDI Perjuangan Kabupaten Lebak Ade Sumardi membantah tudingan pencontrengan dilakukan oleh partainya. Dia malah menuduh ada pihak lain yang ingin menjatuhkan kredibilitas PDI Perjuangan. "Kami tidak pernah melakukan kecurangan seperti itu, kami menjunjung tinggi kejujuran," katanya kemarin.

Kecurangan juga terjadi di Kalimantan Timur. Panitia Pengawas Pemilu menemukan 41 surat suara sudah dicontreng sebelum dibagikan di Kabupaten Kutai Kartanegara. Sebanyak 17 suara dicontreng atas nama Mahyudin, calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Golkar.

Anggota Panitia Pengawas Pemilu Kalimantan Timur, Jufri Musa, mengancam akan melaporkan temuannya itu kepada pihak kepolisian karena itu termasuk pelanggaran pidana pemilu. "Kami akan melaporkan atas nama oknum anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara yang terlibat," kata Jufri.

Calon legislator Mahyudin membantah jika disebut meminta petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara agar mencontreng namanya. Dia juga balik menuduh sejumlah pihak yang sengaja ingin memfitnahnya. "Itu sangat tidak mungkin. Saya ini orang Kutai Timur, bagaimana mungkin saya bisa berbuat begitu di Kutai Kartanegara," katanya kemarin.

Bekas Bupati Kutai Timur ini merasa sangat dirugikan. Apalagi, sebagai Ketua DPD Partai Golkar Kalimantan Timur, dia tidak mungkin mencoreng nama besar partainya dengan melakukan kecurangan. Dia malah meminta penyelenggara pemilu segera menyelidiki perkara ini. MABSUTI IBNU MARHAS | FIRMAN HIDAYAT

Sumber: Koran Tempo

Klik selengkapnya...

Situ Gintung

Sabtu, 04 April 2009 | 23:36 WIB

Toriq Hadad

WARTAWAN TEMPO

Apa hubungan lempar cakram dan lempar lembing dengan lempar tanggung jawab? Kalau dituntut jawaban "akademis", ya, jelas tak ada hubungannya. Tapi, kalau mau dicari-cari, ada benang merah di antara tiga kata itu.

Saya jelas tak tahu siapa pencipta istilah lempar tanggung jawab itu. Tapi barangkali sang pencipta terinspirasi oleh dua cabang olahraga atletik itu. Dan pasti ada alasan khusus mengapa tak dipakai istilah "tolak tanggung jawab", untuk mengambil analogi cabang atletik tolak peluru.

Lempar cakram dan lempar lembing adalah olahraga dengan melontarkan besi pipih bundar dan tombak kayu. Pemenangnya adalah yang mampu melempar paling jauh. Selama ini rekor lemparan cakram dan lembing selalu lebih jauh dibandingkan tolakan peluru. Sekarang ini rekor dunia lempar cakram pria sekitar 55 meter, rekor lempar lembing sekitar 80 meter. Sedangkan rekor dunia tolak peluru hanya 5,7 meter.

Di sinilah benang merah itu. "Lempar tanggung jawab" agaknya sengaja diciptakan untuk menunjuk keadaan di mana tanggung jawab--yang dalam kamus berarti keadaan wajib menanggung segala sesuatunya--dipisahkan sejauh mungkin dari pelaku. Mengapa tak dipakai istilah "tolak tanggung jawab"? Hasil tolakan kurang jauh memindahkan peluru dari si pelempar. Karena kurang jauh memisahkan peluru dari pelaku, bisa-bisa sang pelaku dengan mudah ditunjuk hidungnya.

Sudah lama tak ada atlet Indonesia yang memecahkan rekor lempar cakram dan lempar lembing di tingkat Asia Tenggara sekalipun. Tapi, kalau ada lomba lempar tanggung jawab, Indonesia tak boleh diremehkan. Kasus Situ Gintung merupakan satu contohnya.

Begitu waduk bobol, sekitar dua juta kubik air melabrak rumah, masjid, dan merenggut lebih seratus nyawa, tapi syukurlah, semua pihak masih berpikir sehat: bagaimana membantu korban. Begitu air mulai surut, korban tewas mulai dihitung, para pejabat mulai sibuk saling lempar tanggung jawab. Petugas kelurahan bilang, pintu air waduk rusak dan kerusakan sudah dilaporkan ke instansi berwenang di provinsi dua tahun lalu. Pejabat di provinsi bilang, waduk sudah dicek dengan saksama setiap tahun dan tak ada masalah. Sang pejabat melempar "bola" ke aparat pemerintah daerah yang mengizinkan rakyat membangun rumah di sekitar waduk. Ada yang menyalahkan pembangunan jogging track di seputar waduk.

Saling lempar kian seru. Akhirnya ide "cerdas" muncul, perlu dicari satu penyebab yang tidak menyinggung siapa-siapa. Aha, ternyata ada: malam itu hujan luar biasa deras, debit air naik tak terkendali. Karena debit air naik drastis, dinding waduk yang menyempit tak kuat menahan beban. Sekian ribu kubik tanah rontok ke dasar waduk, menekan air yang ada di dasar, lalu "luberan"-nya melabrak ke mana-mana. Itu yang disebut orang malam itu sebagai tsunami di Situ Gintung.

Kelihatannya alasan hujan ini sejenak bisa meredakan lempar-melempar tanggung jawab. Saya risau benar. Di Jabodetabek, ada 193 situ, danau, dan telaga yang jangan-jangan kondisinya juga gawat. Kalau alasan hujan ini "laku", saya takut aparat yang seharusnya bertanggung jawab atas danau tidak bekerja maksimal. Padahal dua dari 193 danau itu ada di dekat rumah saya.

Ketakutan itu saya buang jauh-jauh. Masak sih semua yang seharusnya bertanggung jawab tak lagi punya hati setelah lebih dari seratus orang tewas di Situ Gintung.

Malam itu hujan deras. Saya tidur sangat pulas. Entah mengapa kenangan lama itu datang lewat mimpi: saya bersama senior saya, Putu Setia, berenang di kolam renang Situ Gintung--yang entah bagaimana nasibnya sekarang. Bah celaka itu datang. Kami nyaris celaka, ketika air mulai naik. Saya megap-megap ketika air memasuki hidung, dan itu membangunkan tidur. Sialan, genting bocor lagi, airnya menetes tepat di lubang hidung.


Klik selengkapnya...

Hasil Penghitungan Suara di Bekasi Membengkak

Jum'at, 10 April 2009 | 17:27 WIB

TEMPO Interaktif, Bekasi: Hasil penghitungan suara di beberapa tempat pemungutan suara (TPS) di Kota Bekasi, Jawa Barat, membengkak karena kesalahan hitung.

Satu surat suara yang dicontreng nama calon legislatif dan partainya dihitung dua suara oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).

Penggelembungan suara tersebut ditemukan di Kecamatan Bekasi Utara, Pondok Gede, dan Kecamatan Jatih Asih.

Jumlah suara setiap satu TPS di wilayah itu membengkak menjadi 600 suara, dari jumlah pemilih asli hanya 300-an orang. "Membengkak dua kali lipat karena satu suara dihitung dua suara," kata Ahmad Haikal, Ketua Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kota Bekasi, kepada wartawan, Jumat (10/4).

Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kota Bekasi, kini meminta suara dari tiga wilayah itu dihitung ulang. "Setiap surat suara dihitung satu kali dan suara masuk ke calon legislatif yang dicontreng," katanya.

HAMLUDDIN


Klik selengkapnya...

Yudhoyono: Ada Partai 'Say No To' Demokrat

Jum'at, 10 April 2009 | 17:54 WIB

TEMPO Interaktif, Bogor: Setelah Pemilihan Umum Legislatif usai, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menilai saatnya tepat untuk membicarakan koalisi. Namun, kata dia, ada partai yang jauh hari sudah menyatakan tidak akan berkoalisi dengan partainya.

"Saya sudah mendegar memang ada parpol yang say no to partai demokrat. Ya saya hormati saya mendengar. Kemudian jauh hari juga ada parpol yang (mengatakan) tidak mungkin kami berkoalisi dengan Partai Demokrat. Itupun saya hormati," katanya saat menggelar konferensi pers di kediamanya Puri Cikeas, Bogor, Jumat (10/4).

Yudhoyono menggelar konferensi pers setelah mengadakan pertemuan tertutup dengan pimpinan teras partainya di antaranya, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Andi Malaranggeng, Anas Urbaningrum, menteri dari Partai Demokrat Meneg PAN Taufik Effendy dan Menbudpar Jero Wacik, Sekjen Marzuki Alie, Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR Syarief Hasan, Wakil Ketua Umum Ahmad Mubarok, serta fungsionaris Demokrat Hayono Isman.

Menurut Yudhoyono, partainya terus menjalin komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung. "Mulai hari ini ke depan kita intensifkan komunikasi politik itu," katanya. Partai Demokrat, kata dia, terbuka untuk membangun koalisi dengan partai lainya.

"Saat ini memag sudah saatnya kami mulai melakukan penjajakan komunikasi politik untuk membangun format kebersamaan seperti apa lima tahun mendatang dan apabila saya terpilih kembali menjadi presiden RI. Masih panjang perjalannannya," katanya.

GUNANTO E S


Klik selengkapnya...

Lula Kamal Tiga Menit Tentukan Pilihan


Kamis, 09 April 2009 | 13:39 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta :Tepat jam 11.00 WIB, presenter cantik, Lula Kamal, terlihat tergopoh-gopoh keluar dari rumahnya. Ia buru-buru mendaftar ke Panitia Pemungutan Suara, di Tempat Pemungutan Suara 015, Cempaka Putih Timur.

Lula Kamal“Sebentar, ini penting. Aku harus kosentrasi mencontreng dulu ya,” tutur Lula saat disapa sebelum memberikan suara, di Cempaka Putih Timur, Jakarta Pusat, Kamis (09/04).

Beberapa menit kemudian ritual mencontreng selesai ia lakukan. Ia pun tak terlihat terburu-buru lagi. Bagaimana rasanya mencontreng. “Ah biasa saja, aku tinggal contreng saja. Sudah ada pilihan sih kalau DPRD. Hanya yang DPD sama DPR Pusat itu perlu waktu, tapi nggak sampai tiga menit, lancar saja,” paparnya.

Satu-satunya yang menyita waktu adalah, memilih calon legislatornya dan melipat kertas. “Kertasnya benar-benar gede. Calonnya juga begitu, mau pilih teman yang sudah kenal, ternyata daerah pemilihannya lain. Tapi aku patokan partainya saja, terus sret, contreng..Jadi nggak sampai tiga menit,” ujar Lula tertawa.

Dan meski sudah selesai mencontreng, Lula juga tetap memantau jalannya pemungutan suara tersebut. Padahal, ia bukan pengurus partai, bukan pula panitia pemungutan suara.

Lho terus kenapa? “Ya iya kan, tempat pemungutan suara persis di depan rumah..apalagi hari ini (Kamis 09/04) aku juga off dari acara,..ya hiburan juga ya,” ujar mantan None Jakarta 1990 itu disambung tawa.

ARIF ARIANTO


Klik selengkapnya...

Ratih Sanggarwati Lolos dari Pidana Pemilu


Rabu, 08 April 2009 | 06:01 WIB

TEMPO Interaktif, Sidoarjo: Dugaan pelanggaran pemilu yang menimpa Ratih Sanggarwati tak terbukti. Tudingan kepada calon legislator DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan nomor urut 1 untutk daerah pemilihan Surabaya dan Sidaorjo ini dinyatakan tidak dapat diproses hukum, lantaran syarat tindak pidana pemilu tak terpenuhi. “Tidak ada penyampaian visi dan misi,” kata Subhan, Panitia Pengawas Pemilu Sidaorjo, kemarin.

Seperti dikabarkan sebelumnya, pada hari pertama masa tenang, Ratih Sanggarwati memperkenalkan buku barunya 24 Cerita Hikmah Ratih Sang, Oh Indonesia Rayaku. Selain membagikan buku yang identik dengan nomor PPP dalam surat suara itu, Ratih juga membagi free letter charming yang didalamnya terdapat iklan pencalegan Ratih.

Dalam Pasal 82 junto Pasal 269 UU Pidana Pemilu No. 10 Tahun 2008 dinyatakan siapa saja yang terbukti melakukan kampanye di luar jadwal, mengumpulkan orang, menyebarkan gambar yang mempunyai unsur ajakan, dan pemakaian atribur partai juga
penyampain visi misi, dapat dipidana. “Panitia pengawas sebenarnya berpendapat tidak semua unsur harus terpenuhi,” kata Subhan.

Tapi, kata dia, Kejaksaan dan Kepolisian berpendapat semua unsur harus terpenuhi. “Untuk memperkuat ukti-bukti yang lain karena itu kasus Ratih dianggap selesai,” kata Subhan.

Untuk sementara, jerat pidana membebaskan perancang mode kelahiran Ngawi, Jawa Timur, 8 Desember 1962 ini. Ia tetap bisa tenang untuk mencontreng sekaligus sebagai calon legislator pada Pemilu DPR 9 April ini.

Ratih yang juga peragawati sebenarnya sudah jarang tampil di publik untuk urusan berlenggak-lenggok lagi di catwalk. Tapi, ia tetap berkarya seperti menulis buku-buku tentang mode, mengikuti seminar dan terakhir terjun di dunia politik.

Di antara buku karyanya Tampil Anggun Dengan Busana Muslim Ala Ratih Sang, Jubah Ratih Sang: Satu Pola Beragam Gaya, Kiat Menjadi Model Profesional dan banyik banyak lagi.


YEKTHI HM


Klik selengkapnya...

Penghitungan Suara di Jakarta Pusat Selesai 18 April


Jum'at, 10 April 2009 | 16:51 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Hasil akhir penghitungan suara di Kotamadya Jakarta Pusat ditargetkan selesai 18 April. Saat ini, penghitungan suara masih dilakukan pada tingkat kecamatan.

Menurut Ketua Komisi Pemilihan Umum Kotamadya Jakarta Pusat, Hasan Alaydrus, pada hari pertama setelah pemungutan suara, penghitungan masih dilakukan oleh panitia pemilihan kecamatan.

Penghitungan secara manual dilakukan untuk pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, serta Dewan Perwakilan Rakyat.

Rencananya penghitungan suara oleh panitia pemilihan kecamatan baru selesai pada 15 April. Setelah itu, Komisi Pemilihan Umum Kotamadya Jakarta Pusat baru bisa mengumumkan hasilnya tiga hari kemudian, atau tanggal 18 April. "Hasil itu akan kami serahkan pada KPUD DKI Jakarta dan KPU," kata Hasan di kantornya , Jumat (10/04).

Ia menambahkan, Komisi Pemilihan Umum Kotamadya Jakarta Pusat tak menggelar hitung cepat atau quick count untuk mengetahui hasil pemilihan. Selain itu, pengumuman pun akan dilakukan serentak, saat hasil akhir diperoleh.

Di Jakarta Pusat, tercatat ada 1.880 tempat pemungutan suara yang tersebar di 44 kelurahan. Total pemilih yang terdaftar mencapai 766.217 orang.

Sementara itu, pantauan TEMPO menunjukkan perolehan suara sementara di Jakarta pun tak tersedia di pusat tabulasi nasional Hotel Borobudur Jakarta Pusat. Hingga hari ini, hasil yang dipampang secara online baru menunjukkan hasil sementara pemungutan suara di beberapa daerah antara lain Sumatera Barat dan Jawa Barat.


FERY FIRMANSYAH


Klik selengkapnya...

Happy Salma Tak Kecewa Partai Idolanya Kalah


Jum'at, 10 April 2009 | 15:04 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta :Meski partai pilihannya tak mampu mendulang suara seperti yang diharapkan, namun Happy Salma tak kecewa. Aktris yang juga model ini mengaku bisa menerima keunggulan partai lain.

Happy Salma“Ini kan negara demokrasi. Kalah menang harus kita terima, itu baru fair namanya,” ujar mojang Sukabumi, 29 tahun ini kepada Tempo, di Jakarta, Jumat (10/09).

Lebih dari itu, pemeran dalam film “Gie” itu, menyarankan kepada partai yang tidak mendapat suara banyak dari rakyat untuk mawas diri. Menurutnya, sudah semestinya mereka menganalisa, mengapa mereka tak diminati masyarakat.

“Apakah program yang diusung tidak menarik karena tidak jelas, performa calon-calon yang ditampilkan tidak memiliki kelebihan. Atau apakah partainya sendiri yang dinilai tidak bagus,” tuturnya.

Tapi, aktris yang kini kerap tampil di berbagai pertunjukan teater itu, buru-buru menjelaskan, yang dimaksud tak bagus itu adalah rekam jejak partai yang bersangkutan, karena tingkah laku para kadernya.

“Bisa saja, orang tidak simpati karena banyak kader yang melanggar hukum. Kalau faktor ideologi, kalau sekarang nggak ada deh, ideologinya ya pancasila,” paparnya.

Sementara kepada para pendukungnya, harus mulai belajar menerima kekalahan atau kemenangan secara jujur. Bagi Happy, meski banyak pendukung suatu partai yang tidak bisa menerima saat partainya kalah, namun hal itu bukanlah sifat asli orang Indonesia.

“Itu bukan sifat atau karakter, tetapi kebiasaan yang membudaya, karena itu bisa dhilangkan. Itu tantangan kita semua, bagaimana membangun sebuah sistem demokrasi yang sehat. Bukan sekadar jargon,” terangnya.

Ngomong-ngomong partai apa sih yang dipilih? “Ada deh. Yang pasti, aku tertarik dengan program yang diusung dan komitmennya ke rakyat kecil,” jelas Happy tertawa.

ARIF ARIANTO

Klik selengkapnya...

Golput ya Golput, tapi Jangan Golput


Selasa, 07 April 2009 | 14:09 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta: Agak mencengangkan, juga mengecewakan, jika hari begini orang masih bicara tentang ”Golput” dengan semangat kepahlawanan menggebu. Ja­ngan-jangan ini merupakan salah satu bukti ma­cetnya kesadaran sejarah dan daya kreatif berbahasa di kalangan mereka yang merasa bersikap kritis dan progresif. Niat baik memperbaiki politik negeri ini butuh bahasa yang sepadan.

Sebagai anak kandung Orde Baru, istilah Golput mengemban beban sejarah yang sudah kelewat kedaluwarsa. Istilah itu masih bersaudara kandung dengan istilah bermasalah ciptaan Orde Baru seperti ”bersih lingkungan”, ”Orde Lama”, ”gerakan pengacau keamanan”, ”G30S-PKI” atau ”nonpribumi”.

Kesadaran kritis di kalangan masyarakat terhadap Pemilu 2009 layak dihargai. Jika ada yang mau memboikot, itu sah-sah saja. Tapi alangkah eloknya jika semangat seperti itu dinyatakan dengan istilah yang lebih pas dan teliti ketimbang ”Golput”. Tampaknya sebagian tidak kecil dari mereka masih punya ikatan batin dengan bahasa politik Orde Baru sebagai ”bahasa ibu” mereka. Ketika bergulat dalam realitas masa kini, lewat sepuluh tahun sesudah bangkrutnya rezim militer itu, mereka terbata-bata dalam logat Orde Baru.

Memang benar pada awal kebangkit­annya, hampir 40 tahun lalu, Golput me­rupakan pembangkangan yang heroik terhadap Orde Baru. Namun setiap pembangkangan merupakan anak kandung zamannya. Dan zaman itu dikuasai pihak yang digugat, bukan saja secara politik, hukum, atau militer, melainkan juga berbahasa.

Ceritanya begini. Nama Golput jelas-jelas dipinjam dari istilah Golkar yang waktu itu menjadi partai pe­nguasa. Jadi, walau ingin tampil sebagai lawan Golkar, cara berpikir dan berbahasa kaum Golput masih tidak terlepas jika bukannya bersaudara dengan Golkar dalam keluarga besar Orde Baru. Pertikaian mereka ibarat Pandawa dan Kurawa dalam keluarga besar Bharata.

Pada zaman Orde Baru, semua partai politik menjadi boneka yang baju dalamnya diobok-obok penguasa. Bahkan dalam urusan gambar lambang, semua partai dituntut menggunakan tanda gambar baku yang ditetapkan penguasa, yakni lambang gambar bersegi lima.

Waktu mendeklarasikan kelahirannya sendiri, Golput secara patuh menggunakan tanda gambar yang sama: segi lima dengan warna sepenuhnya putih. Bukan cuma itu. Golkar hanya merasa perlu berkampanye lima tahun sekali. Golput? Idem ditto bin setali tiga uang. Golput hanya bangkit dan bersuara jika dan setelah Golkar berteriak. Ada bedanya Golput dulu dan Golput sekarang?

Sebagai sebuah pranata politik formal, Orde Baru secara resmi sudah mati. Tapi rohnya gentayangan di mana-mana. Juga dalam cara berbahasa. Sepuluh tahun lalu bendera dan berbagai lambang Golkar yang lain pernah dibakar massa di jalanan bersamaan dengan runtuhnya Orde Baru. Tapi dengan gesit para tokoh Golkar berganti baju. Dan dengan sedikit kosmetik, Golkar menampilkan diri dengan identitas sedikit lain. Hasilnya lumayan. Golkar bukan selamat dari ancaman pembantaian reformasi. Usia Golkar bahkan lebih panjang ketimbang Orde Baru. Golkar malahan tetap menjadi salah satu kekuatan politik terbesar pada masa pasca-Orde Baru.

Para aktivis anti-Orde Baru? Mereka ngos-ngosan. Se­perti aktivis di era 1960, mereka yang pernah aktif di dekade 1990 sudah bergabung menjadi penggembira kubu para politikus yang dulu pernah menculik dan menyiksanya pada zaman Orde Baru. Sebagian aktivis lain yang tetap berada di luar struktur politik partai formal masih berkutat pada pikiran dan berbahasa pada tahun 1970-an: ber-Golput ria!

Pada masa kelahirannya Golput tampil sebagai konfrontasi simbolik terhadap Golkar yang menduduki tempat paling tinggi dalam kerucut politik Orde Baru. Waktu itu, selama 30 tahun, setiap pemilihan umum selalu mutlak dimenangi Golkar. Melawan Golkar berarti melawan jantung perpolitikan. Sekarang Golkar sudah tidak lagi sehebat itu. Agak mubazir jika pembangkangan ter­hadap politik masa kini, dan Pemilu 2009 khususnya, tetap dinyatakan dalam bahasa 70-an.

Pranata politik kita masa ini—khususnya di sekitar legislatif—bukan tanpa masalah. Pemilihan umum tetap diperlukan. Sayangnya, seandainya berjalan serba lancar pun pemilu tahun ini tidak menjamin akan terciptanya legislatif yang jauh lebih baik. Tapi masalah politik kita pada masa ini jelas berbeda dari masalah politik sepuluh tahun lalu ketika Orde Baru ambruk. Apalagi jika dibandingkan dengan kondisi 40 tahun lalu, ketika Golput dibangkitkan. Obat yang dibutuhkan untuk mengobatinya jelas berbeda.

Sebuah istilah yang lebih tepat selain Golput dibutuhkan untuk menyatakan keresahan dan kekecewaan masyarakat terhadap hiruk-pikuk politik Indonesia pada umumnya, dan Pemilu 2009 pada khususnya. Tapi kita terbata-bata dalam bertutur politik. Sama halnya ketika demonstran di jalanan bernyanyi. Dari zaman dulu masih saja tetap Halo-halo Bandung dan Maju Tak Gentar.

Golput lahir dari sebuah masa ketika yang ”putih” dianggap suci dan murni. Apa yang ”hitam” mengacu pada mereka yang dianggap kotor, bermasalah, korup, dan buruk. Mungkin ini sebabnya bintang film kita masih bertampang kebule-bulean. Dan krim pemutih kulit masih laris di toko-toko.

Ariel Heryanto, Pengamat politik

Klik selengkapnya...

Usai Mencontreng, Wanda Merasa Plong


Kamis, 09 April 2009 | 13:00 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta :“Aku sekarang sudah plong” Itulah kalimat yang meluncur dari mulut Wanda Hamidah begitu selesai mencontreng. Menurut, aktris yang juga calon legislator ini, kepenatan serasa cair dan mengalir begitu ia membubuhkan tanda contreng pada gambar dirinya yang ada di kertas suara.

WandaMenurut perempuan 31 tahun ini, rasa leganya itu terjadi karena ia merasa ada satu tambahan suara yang memilih dirinya. Meskipun suara itu darinya sendiri, namun Wanda merasa itu sangat berharga.

“Yang pasti, yang melegakan adalah karena aku melihat animo masyarakat yang begitu tinggi,” ungkap Wanda usai memberikan suara di Tempat Pemungutan Suara, yang berada di apartemen Bonavista, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Kamis (09/04).

Tak hanya itu, mantan aktivis mahasiswa '98, ini juga mengaku siap kalah dan siap menang. Lantaran itulah, pada hari penentuan ini, ia merasa begitu santai. “Aku akan legowo kalau kalah, siap kalah dan siap menang. Aku sudah berusaha semampuku. Hasilnya aku serahkan saja ke Allah,” tuturnya.

Meski begitu, Wanda tetap merasa optimis. Pasalnya, selama masa kampanye dan bahkan sebelum masa itu, dirinya telah menjalin komunikasi dengan banyak orang. Tak hanya calon pemilih saja. “Melalui wadah organisasi profesi, pengajian, bahkan melalui situs pertemanan, face book. Aku juga sudah menjalin komunikasi dengan 15 ribu orang,” aku Wanda.

Bila nanti ternyata hasilnya lain, sebut istri Cyril Roul Hakim, itu menyakini bahwa itu kehendak Tuhan. “Ya kalau sudah berusaha, tapi hasilnya lain, aku percaya berarti Tuhan memberi jalan yang terbaik bagi aku dan jalan itu bukan di dewan, atau belum saatnya aku berkecimpung disitu,” tandasnya serius.

ARIF ARIANTO


Klik selengkapnya...

Shahnaz Haque Emoh Nyontreng


Kamis, 09 April 2009 | 13:09 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta :Di saat orang berduyun-duyun mendatangi Tempat Pemungutan Suara (TPS), presenter yang juga model Shahnaz Haque justeru bersantai di rumah. Penyiar sebuah stasiun radio itu mengaku memilih sikap tak memilih alias golongan putih.

Shahnaz“Sejak dari awal, aku memang sudah menetapkan pilihan untuk tidak memilih,” ujar Shahnaz saat dihubungi Tempo, di Jakarta, Kamis (09/04).

Bukan lantaran bingung dengan banyak calon legislator atau partai yang berlaga di pemilihan umum saat ini, bila Shahnaz tak memilih.

Namun, sebut ibu tiga anak itu, sejak dari awal mengamati partai hingga kampnye yang digelar partai, dirinya tidak menemukan satu pilihan yang pas.

“Karena tidak ada yang pas di hati, aku akhirnya menentukan pilihan lain yaitu tidak memilih. daripada berpura-pura atau seperti memilih kucing dalam karung, lebih baik tidak,” tandasnya serius.

Lho, apa tidak takut justeru calon yang tidak baik yang bakal terpilih? “Kalau aku sih percaya, nanti ada seleksi alam. Artinya, seiring berjalannya waktu akan terbukti, pakah janjinya terbukti, apakah mereka benar-benar mampu. Dari situ masyarakat akan sadar, ternyata sistem yang mereka anut salah,” paparnya.

Meski tak memilih, namun Shahnaz menolak bila sikapnya itu disebut sebagai sikap yang tidak bertanggungjawab. Pasalnya, sikap tak memilih juga sebagai aspirasi yaitu tidak menginginkan calon yang ada.

“Negara ini sudah ada mekanisme dan sistem yang telah disepakati, jadi kalau pun semua orang tidak memilih, bukan berarti negara juga ambruk,” terangnya.

Tapi masih tertarik kan mengikuti perkembangan hasil pemilihan umum? “Ya sebagai warga negara tetap ingin tahu perkembangan negara. Bedanya, aku tidak emosi dengan hasil hasilnya. Karena sudah menang, tidak memilih tidak ada lawannya kan?,” terang Shahnaz seraya tertawa.

ARIF ARIANTO


Klik selengkapnya...

Rina Sinden Merasa Lega Tak Mencontreng

Kamis, 09 April 2009 | 18:59 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta :Nurina Permata Sari atau yang dikenal dengan Rina Sinden mengaku justeru merasa lega karena tak mencontreng. Mojang Bandung, kelahiran 16 Februari 1984 ini, berada di Jakarta saat pencontrengan berlangsung. Sementara, ia tercatat di daftar pemilih tetap di Bandung.

Rina Sinden“Jujur saja, aku nggak nyontreng. Tapi aku malah merasa lega,” ungkap penyinden dalam komedi situasi “Opera Van Java” itu saat dihubungi di Jakarta, Kamis (09/04).

Rina pun menyebut sejumlah alasan. Pertama, dia menyontreng karena tak ingin menambah jumlah orang stres di negeri ini. “Ya kan, kalau pilih aku pilih salah satu partai atau pilih seseorang, berarti tidak memilih lainnya. Nah, yang kalah itu kan jadi stres,” ujarnya serius.

Lantas Rina pun memperkirakan, dalam waktu satu hingga dua bulan mendatang, sejumlah Rumah Sakit Jiwa bakal didatangi banyak pasien. “Mereka para calon yang gagal itu. Melihat hasil penghitungan cepat, saja mereka sudah dag dig dug kok,” kata gadis yang piawai memparodikan gaya tokoh-tokoh terkenal ini.

Dan yang kedua. “Ini serius lho” ucapnya. Banyaknya partai politik dan tata cara pemberian suara, dinilainya membingungkan. “Melihat janji-janji calon saja sudah bingung, ditambah lagi banyak pilihan,” sebut Rina.

Lantaran itulah, Rina berharap, ke depan jumlah partai disederhanakan, dan partai yang berlaga juga membuat janji dan program yang lebih nyata dan mudah dipahami. “Bukan di awang-awang, nggak jelas,” terangnya.

Kalau ternyata tak berubah? “Aku bikin partai sendiri, partai pelawak Indonesia..ha,ha,ha..nggak bercanda saja,” tandas Rina tergelak. Yang pasti, imbuh Rina, dia merasa lega karena tidak ingin spekulasi menentukan pilihan orang yang mengelola negeri ini.

Sumber: TEMPO|interaktif
ARIF ARIANTO


Klik selengkapnya...

Gilang Ramadhan Menjadi Golput Pemula

Kamis, 09 April 2009 | 15:24 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta :Pada Pemilihan Umum 2009 ini, Gilang Ramadhan berketetapan tak memilih alias golongan putih. Menurut penggebuk drum kelompok “Krakatau” itu, dirinya sudah cukup lama mencermati berbagai program dan janji yang ditawarkan partai politik.

Gilang RamdhanBegitu pun dengan para calon legislator yang tengah berlaga. “Tapi ternyata tidak satu pun yang sesuai dengan harapan. Daripada memaksakan, saya pun memilih golput (golongan putih). Saya tidak ingin spekulasi memilih orang yang akan mengawal bangsa ini,” tuturnya kepada Tempo, di Jakarta, Kamis (09/04).

Bapak tiga anak kelahiran Bandung, 30 Mei 1963 itu juga menyebut, sikapnya itu sebagai sebuah pilihan juga. Lantaran itulah perlu juga mendapatkan satu tempat tersendiri diantara para pemilih.

“Di pemilihan kepala desa saja ada kok. Di negara-negara maju juga banyak dan nggak masalah,” tandasnya serius.

Gilang menambahkan kecenderungan orang memilih sikap seperti dirinya dari waktu ke waktu juga terus meningkat. Hanya memang, dalam hal jumlah dan maupun orang yang memilih sikap itu juga berubah-ubah. “Karena kalau hari besok berubah, besok orang yang semula golput, menjadi pemilih partai. Dan sebaliknya, jadi jarang orang yang golput selamanya,” akunya.

Ada contohnya? “Ya saya ini. Pemilihan umum sebelumnya saya memilih, sekarang nggak. Jadi, saya ini golongan putih pemula,” ujarnya seraya terbahak.

Apa sih enaknya jadi golongan putih? “Nggak enak. Contohnya, kalau pemilih pemula banyak yang merayu, tapi golput pemula nggak ada yang merayu, ha,ha,ha...bercanda,” jawabnya disambung derai tawa.

Yang pasti, Gilang menjadi golput bukan lantaran ikut sang istri, Shahnaz Haque, yang lebih duluan memilih bersikap tak memilih. Tetapi memang benar-benar dari nurani, ucap Gilang beralasan.

ARIF ARIANTO

Klik selengkapnya...

Caleg PAN Laporkan Caleg PAN ke Bawaslu


Jumat, 10/04/2009 15:32 WIB
Muhammad Nur Abdurrahman - detikPemilu

Makassar - Persaingan antar-caleg sesama partai berakhir di Panwaslu. Karena merasa ditelikung rekannya sesama caleg yang diduga melakukan money politics, caleg PAN asal Makassar melaporkan rekannya separtai ke Panwaslu.

Identitas pelapor adalah Gazali Abdurrahman, caleg PAN nomor urut 1 Dapil III Makassar. Sementara sang pelapor, Hamzah Hamid, caleg PAN nomor urut 9 Dapil III Makassar.

Gazali melaporkan Hamzah karena telah menugaskan beberapa orang untuk melakukan pembagian amplop berisi uang tunai sebanyak Rp 20 ribu per amplop disertai kartu nama Hamzah Hamid pada saat subuh menjelang pencontrengan kelurahan Tamang Maung Kecamatan Panakukang, Makassar.

"Saya merasa dirugikan. Apa yang telah saya lakukan untuk mengajak masyarakat memilih saya menjadi rusak karena ada money politics dari rekan sesama partai dan satu dapil," kata Gazali di Kantor Panwaslu, Jl AP Pettarani, Makassar, Jumat (10/4/2009).

Hamzah dilaporkan karena dianggap telah mencemarkan nama partai dan melakukan money politics. Gazali merasa dirugikan dan mencemarkan nama PAN akibat ulahnya yang dianggap bukan pembelajaran politik yang baik bagi masyarakat. "Pastinya dia akan diberikan teguran dan diberi sanksi oleh DPD PAN Makassar," kata Gazali.

Mendapat laporan ini, Panwaslu Makassar berjanji akan segera memrosesnya. "Kita akan melakukan klarifikasi terkait kasus ini. Baik kepada saksi, pelapor dan terlapor. Jika benar terbukti, pelaku akan dikenakan pasal tindak pidana pemilu. Dan seandainya terpilih dia akan didiskualifikasi," janji anggota Panwaslu Makassar, Nasrun.

( anw / iy )

Sumber: detikPemilu

Klik selengkapnya...

JK Kartu Mati, Lebih Baik Jadi Guru Bangsa


Jumat, 10/04/2009 15:27 WIB
Indra Subagja - detikPemilu

Jakarta - Kans Jusuf Kalla (JK) untuk maju sebagai capres atau cawapres dinilai sudah tertutup. Ini terkait kekalahan Golkar di pemilu legislatif (pileg). JK disarankan untuk pensiun, menyerahkan kesempatan ke kader lainnya.

"JK kartu mati untuk semua, dipasangkan dengan siapa pun kalah. Memang ada arah untuk kembali 'kawin' dengan SBY, silakan diterima tapi JK itu kartu mati," kata pengamat politik Boni Hargens saat dihubungi melalui telepon, Jumat (10/4/2009).

Boni memberi fakta berupa hasil pileg dari quick count dari beberapa lembaga survei. "Kepemimpinan dia di partai tidak mampu menarik basis massa," tambah Boni.

Dan kalau pun maju sebagai capres, melalui jalur Golkar yang berkoalisi dengan pasangan lain, JK hanya akan numpang lewat saja.

"Kalau maju sendiri silakan, hanya akan menjadi pasangan penggembira. Lebih baik majukan calon lain kalau Golkar mau maju sebagai capres, mending Akbar Tandjung," jelasnya.

Jalan pensiun adalah yang terbaik bagi JK. "Menjadi bapak bangsa," saran Boni.
( ndr / nrl )

Sumber: DetikPemilu

Klik selengkapnya...

Bahas Koalisi, Mega Bertemu Prabowo, Wiranto & Surya Paloh

Jumat, 10/04/2009 15:43 WIB
Laurencius Simanjuntak - detikPemilu

Menyusul kekalahan perolehan suara PDIP, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri akan melakukan pertemuan dengan Capres Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum Partai Hanura Wiranto. Pertemuan yang akan digelar di kediaman Mega, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat itu akan membahas koalisi.

"Lagi dikonfirmasi jamnya. Pertemuan (Mega) sama Prabowo, sama Wiranto dan Ketua Dewan Penasihat Golkar Surya Paloh," kata Ketua DPP PDIP Tjahjo Kumolo dalam pesan singkatnya kepada wartawan, Jumat (10/4/2009).


Sumber detikcom menuturkan, pertemuan akan digelar setelah maghrib. Pertemuan juga akan diisi dengan makan malam. "Bahas menjajaki masalah koalisi," kata sumber detikcom di PDIP yang tidak mau disebut namanya tersebut.

Anggota Badan Pemenangan Pemilu PDIP Budi Mulyawan menuturkan antara PDIP, Gerindra dan Hanura sudah memiliki kesepahaman untuk memberikan ultimatum kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait permasalahan daftar pemilih tetap (DPT). Bila KPU tidak memutakhirkan DPT, PDIP, Hanura dan Gerindra tidak akan segan untuk memboikot tahapan pemilu selanjutnya.

"Mereka (Mega, Prabowo dan Wiranto) rencananya tidak akan mengikuti agenda KPU, sebelum DPT dimutakhirkan. Setelah Pileg kan ada Pilpres, ada tahapannya, kalau tidak ada pemutakhiran data, mereka tidak akan mengikuti agenda KPU," jelas Budi.

Sumber: DetikPemilu
( iy / asy )

Klik selengkapnya...

SBY: Demokrat Gelar Komunikasi Politik Mulai Jumat


By Republika Newsroom
Kamis, 09 April 2009 pukul 23:21:00

CIKEAS--Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan dari hasil sementara pemilihan umum yang berlangsung Kamis ini, Partai Demokrat akan mulai melakukan komunikasi politik dengan parpol lain untuk membicarakan persoalan koalisi.

"Mulai besok (Jumat, 10/4) kita akan lakukan komunikasi politik yang lebih intensif. Tidak harus dilakukan oleh saya, bisa oleh ketua umum atau pengurus lainnya dengan membawa pikiran yang segaris dengan saya sebagai Ketua Dewan Pembina," kata Yudhoyono di kediamannya, Puri Cikeas, Bogor, Kamis malam.

Mengenai hasil sementara pemilihan umum yang menempatkan Partai Demokrat di urutan teratas, Yudhoyono belum mau mengomentari lebih jauh karena masih harus menunggu hasil penghitungan resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Meski hasil hitung cepat dan penghitungan KPU biasanya tidak jauh beda, tapi saya ajak untuk mengikuti dan menunggu hasil akhir dari KPU," katanya.

Namun Yudhoyono menyatakan rasa syukurnya atas pencapaian dalam pemilu hari ini dan mengajak keluarga besar Partai Demokrat untuk menjaga kebersamaan dalam menjalankan roda pemerintahan lima tahun ke depan.

Yudhoyono juga memperkirakan bahwa mulai besok dinamika politik akan semakin menarik karena banyaknya informasi mengenai koalisi yang akan dibangun antar parpol untuk menuju pemilihan presiden mendatang.

Ia mengatakan Partai Demokrat tidak akan berubah sikap untuk mengajak pihak-pihak lain dalam pemerintahan yang akan datang serta menjaga hubungan yang sehat dengan parlemen.

Sebagai calon presiden, Yudhoyono juga mengharapkan proses pemilu saat ini serta pemilihan presiden yang akan datang berjalan dengan sehat sehingga rakyat akan ikhlas menerima hasil dari pemilu tersebut.

Yudhoyono juga mengajak para elite politik dan pimpinan parpol menjaga suasana pemilu yang tenang dan damai seperti saat ini.ant/kem

Sumber: Republika

Klik selengkapnya...

Hafiz: KPU Sudah Bekerja Maksimal

By Republika Newsroom
Jumat, 10 April 2009 pukul 14:32:00

JAKARTA--Meski berbagai permasalahan muncul pada hari pemungutan suara, namun Komisi Pemilihan Umum (KPU) menanggapinya dengan dingin. KPU merasa sudah melakukan semua hal untuk kesuksesan pemilu. Mereka berharap, pihak yang tidak puas bisa menerima kekurangan.

“Orang menilai apa pun itu hak mereka,” kata Ketua KPU, Abdul Hafiz Anshary, di kantornya, Jumat (10/4). Dia menambahkan, tidak ada pekerjaan lain yang dilakukan oleh komisioner KPU selain untuk menyukseskan pemilu. Pekerjaan tersebut, lanjutnya, sudah dilakukan sejak pertama kali dilantik.

“Kita suda bekerja maksimal,” kata Hafiz singkat. Menurut dia, semua masalah yang ada dalam pemilu diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Masalah kecil yang terjadi saat ini, lanjutnya, sebagian besar merupakan masalah yang di luar kekuasaan manusia untuk menanganinya.

Hafiz mencontohkan, sebanyak ratusan Tempat Pemungutan Suara (TPS) di tiga kabupaten/kota di Provinsi Papua belum menerima kiriman logistik pemilu. “Itu terjadi karena pengaruh alam, bukan karena keterlambatan,” katanya. Di beberapa daerah, lanjutnya, logistik terendam banjir yang sulit dihindarkan.

Hafiz mengklaim bahwa pelaksanaan pemungutan suara berlangsung aman dan lancar. “Jika dibandingkan dengan pemilu sebelumnya, sekarang kan aman,” katanya. Dia menambahkan, pada pemilu 1997 terjadi banjir darah. Saat ini, lanjutnya, masalah-masalah kecil sudah bisa diatasi.

Ketika ditanya antisipasi KPU untuk menghadapi gugatan hukum atau class action dari pihak yang tidak puas terhadap hasil pemilu, Hafiz menambahkan, pihaknya sudah siap. “Silakan saja mengajukan gugatan, itu hak mereka,” ujar Hafiz bernada tegas.

Meski demikian, lanjutnya, KPU tidak menyiapkan tim hukum yang khusus menangani masalah gugatan tersebut. “Kita punya Biro Hukum saja, tim hukum khusus itu belum dibentuk,” ujarnya. Dia berharap, pihak-pihak lain jangan hanya melihat hal yang kurang saja dari KPU.

“Kami sudah mendapat banyak ucapan selamat dari banyak pihak,” katanya. Dia menambahkan, lembaga pemilu di Malaysia mengaku puas dan bangga atas pelaksanaan pemilu di Indonesia. Menurut Hafiz, pelaksanaan pemilu di Indonesia berlangsung lancar. ikh/kem

Sumber: Republika

Klik selengkapnya...

Blogger template 'Purple Mania' by Ourblogtemplates.com 2008

Jump to TOP