Kami Mengucapkan Terimakasih kepada Semua Pihak yang telah membantu Menyukseskan Perhelatan Akbar
Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2009

di Jakarta 3 s.d. 9 Agustus 2009

Sampai Ketemu di OSN Tahun 2010 di Medan, Sumatera Utara

Headline News

NATIONAL NEWS

Translate Here

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic

Nilai Tukar Rupiah Hari Ini

Minggu, April 12, 2009

Rumah Sakit Jiwa Untuk Caleg yang Stress

24/03/2009 10:09 WIB oleh Ramothu SD.

Medan, 24/3 (www.antarasumut.com).- Kepala Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Pemprovsu, Dr. Donald F. Sitompul melakukan langkah-langkah antisipasi yang patut dipuji dan berkelayakan jadi teladan bagi provinsi lainnya. RSJ yang berlokasi di kawasan Simalingkar, sekitar 15 km dari jantung kota Medan itu dipersiapkan untuk menampung kemungkinan banyaknya calon anggota legislatif (caleg) yang stress atau mengalami gangguan kejiwaan, gara-gara tidak terpilih dalam Pemilu 2009 ini. Maklumlah pemilu kali ini sangat mahal dan sulit, sehingga tidak tertutup kemungkinan akan banyak korban yang berjatuhan.

Guna menjeput “perhelatan” besar itu, Dr. Sitompul bersikap tidak kepalang tanggung. RSJ yang dipimpinnya sudah mempersiapkan sebanyak 30 orang dokter dan 200 perawat, yang siaga (stand by) selama 24 jam. Jadi jika ada caleg yang mendadak stress, RSJ siap untuk menampungnya kapan saja. Menjaga kemungkinan membludaknya pasien, tenaga dokter siap ditambah jumlahnya sesuai dengan kebutuhan. Sebanyak 15 ruangan dengan daya tampung ratusan orang, juga sudah dipersiapkan. Di samping menangani para caleg yang stress atau mengalami gangguan kejiwaan, dokter juga berperan sebagai konsultan saja.

Diprakirakan akan banyak caleg yang stress atau mengalami gangguan kejiwaan karena berbagai faktor yang patut diperhitungkan. Dalam pemilu yang mahal dan sulit kali ini, para caleg punya ambisi besar untuk terpilih. Dalam upaya dikenal massa pendukung, caleg harus mengeluarkan biaya yang besar, baik untuk pemasangan baliho, pamflet, iklan, menjadi dermawan dan sukarelawan dadakan dan sebagainya yang seluruh aktivitas itu menguras tenaga, dana dan waktu. Keberaniannya mengumbar dana, tenaga dan waktu serta laporan tim suksesnya yang menyenangkan, membuatnya percaya diri untuk menang. Begitu penghitungan suara usai, yang ternyata dia tidak terpilih, mendadak caleg itu pun stress yang berdampak pada gangguan kejiwaan.

Berbeda dengan pemilu sebelumnya, Pemilu 2009 memang benar-benar sulit. Caleg nomor urut satu dan nomor corot, yang kondang dengan sebutan nomor urut sepatu, harus sama-sama berjuang keras guna meraih dukungan, yang akan mengantarkannya ke singgasana kursi legislatif. Sebanyak 38 parpol dengan ratusan caleg terpaksa bersaing ketat untuk menggapai cita-cita meraih kursi, baik di tingkat kabupaten/kota, provinsi mau pun pusat. Melalui pemilu yang sulit ini, ketokohan seorang politisi itu diuji, apakah besar pengaruhnya sehingga mendapat banyak pendukung, atau sekedar piawai berkoar-koar saja, dengan statement politik yang memuakkan.

Demikian juga dengan persaingan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), yang mirip dengan jabatan senator di negara-negara demokrasi liberal. Jumlah yang mencalonkan diri menjadi anggota DPD dari provinsi ini sebanyak 38 orang, sedangkan kursi yang diperebutkan untuk menggapai Senayan, hanya 4 kursi tiap provinsi. Hal ini bermakna sebanyak 34 calon harus minggir dan jika panjang umur tanpa kendala atau hambatan apa pun, silahkan maju lagi pada pemilu periode berikutnya. Berdasarkan mekanisme ini, dipercaya akan ada caleg yang stress karena tidak terpilih, setelah hampir jatuh miskin gara-gara memburu kursi. Ingat nasib salah seorang calon bupati Ponorogo, salah satu kabupaten di Jawa Timur, dalam pilkada bupati lebih dari setahun yang lalu. Tokoh itu stress dan mengalami gangguan kejiwaan, yang akhirnya keliling kampung dengan hanya pakai celana kolor. Seluruh bangsa di tanah air ini dapat menyaksikannya melalui siaran sebuah stasion televisi swasta.

Berbeda dengan pemilu era Orde Baru, yang hanya dua parpol dan Golkar, caleg tidak perlu pusing tujuh keliling berkampanye, tapi berebut nomor urut jadi di intern partai. Masa itu Golkar pantang disebut parpol, tapi seluruh aparat dikerahkan untuk memenangkannya dengan istilah “mayoritas tunggal”. Pengaruh kepala daerah dalam penentuan caleg untuk duduk di kursi legislatif, sangat dominan. Bahkan ada sosok yang berjasa membela skandal pelecehan seksual kepala daerah yang berkuasa, mendapat nomor jadi. Hasilnya, tidak perlu bersusah payah berkampanye mencari dukungan, karena sudah pasti duduk jadi wakil rakyat. Sejumlah politisi menyebutnya “kader akar jenggot” karena bergayut ke atas dan bukan mengakar ke bawah.

Dalam Pemilu 2009 ini yang kesulitan bukan saja caleg dalam berebut pengaruh, akan tetapi juga masyarakat terutama papan bawah, yang kebingungan bagaimana memilih dan siapa yang bakal di pilih. Maklum jika pemilu yang lalu-lalu main coblos tanda gambar, kini main contreng nama caleg. Sosialisasi cara mencontreng pun belum merata hingga banyak masyarakat yang gamang. Diperkirakan akan banyak kertas suara yang dibatalkan karena entah mana-mana yang dicontreng, apalagi jika pemandangan pemilih kabur. Ini merupakan resiko pemilu yang sulit. Tapi apa pun yang terjadi, dipercaya tidak akan ada pemilih yang stress, bahkan menjadi bahan tertawaan, jika kebetulan teringat salah contreng ketika berada di bilik suara. (R01/MOS)

Sumber: antarasumut

Berita terkait:



0 komentar:

Blogger template 'Purple Mania' by Ourblogtemplates.com 2008

Jump to TOP