Kami Mengucapkan Terimakasih kepada Semua Pihak yang telah membantu Menyukseskan Perhelatan Akbar
Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2009

di Jakarta 3 s.d. 9 Agustus 2009

Sampai Ketemu di OSN Tahun 2010 di Medan, Sumatera Utara

Headline News

NATIONAL NEWS

Translate Here

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic

Nilai Tukar Rupiah Hari Ini

Minggu, April 12, 2009

Berlomba-lomba dalam Kecurangan



Kendati ditemukan banyak pelanggaran dan gelagat kecurangan, KPU dipastikan tak bernyali menjatuhkan sanksi terberat pada partai. Pemilu yang jujur dan adil (jurdil) pun menjadi taruhan

Oleh Adhes Satria

Kekisruhan membayang-bayangi Pemilu 2009. Carut marut itu bisa dirasakan, ketika Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mencatat sejumlah pelanggaran dan gelagat kecurangan yang terjadi di beberapa daerah. Mulai dari laporan awal dana kampanye yang tak disertai rincian identitas asal-usul penyumbang, akurasi Daftar Pemilih Tetap (DPT), pelanggaran pidana dan administrasi, surat suara yang rusak, rekrutmen anggota KPU yang tak layak dan sebagainya.

Seperti dilaporkan Bawaslu sejak awal, dari 38 partai politik (parpol) peserta Pemilu 2009, tak satu pun yang menyampaikan laporan awal dana kampanye secara benar. Kendati rekening khusus dan saldonya telah diserahkan, namun tidak disertai rincian pemasukan dan pengeluaran dana kampanye.

“Mereka sudah mencantumkan data penyumbangnya, tapi tak ada identitas jelas, seperti alamat dan asal-usul penyumbang. Untuk penyumbang di atas Rp 20 juta belum ada keterangan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang disertakan. “Kami sangat menyayangkan kalau partai akan terkena penalti hanya karena ini,” kata anggota Bawaslu, Wahidah Suaib.

Sumber KPU menginformasikan, Partai Gerindra adalah partai yang saldo laporan awalnya paling besar, yakni Rp 15.675.000.000. Disusul kemudian, Partai Demokrat (Rp 7.027.000.000), PKS (Rp 5.239.070.008), Hanura (Rp 5.002.000.000), PPP (Rp 1.634.033.823), PKB (Rp 1.543.141.000), PDIP (Rp 1.001.167.136), Golkar (Rp 156.300.000), dan paling rendah PNI Marhaenisme (Rp 670.000). Setelah laporan dana kampanye disampaikan ke KPU, 15 hari setelah pemungutan suara, partai menyampaikan laporan dana kampanye ke Kantor Akuntan Publik (KAP) yang ditunjuk KPU. Hasil audit itu akan diumumkan KPU kepada publik.

Bawaslu mengingatkan KPU terkait masalah sanksi parpol, yang belum menyerahkan rekening khusus dan saldo awal dana kampanyenya. Bawaslu menganggap KPU telah terlambat dalam memberikan sanksi. KPU harus mengumumkan kepada publik tiga hari setelah parpol melaporkan rekeningnya.

Direktur Eksekutif Center For Electoral Reform (Cetro), Hadar Navis Gumay, meminta KPU berani dan tegas membatalkan status peserta pemilu partai-partai yang tak menyerahkan laporan awal dana kampanye.

Selain laporan dana kampanye yang tak transparan, Bawaslu juga menemukan indikasi penyimpangan cetak surat suara. Sebuah percetakan di Semarang melakukan pelanggaran dengan menyewa mesin cetak dari perusahaan lain tanpa seizin KPU. Saat itu sudah tercetak 75 ribu lembar surat suara.

Bawaslu kemudian menemukan surat suara yang rusak. KPU sendiri mengaku kewalahan untuk mengadakan sekitar enam juta lembar surat suara tambahan, meliputi sekitar tiga juta pengganti surat suara yang rusak, dan sekitar tiga juta surat suara tambahan akibat perubahan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Kesulitannya bukan karena jumlahnya, melainkan distribusi atau penyebarannya. Bayangkan, surat suara rusak yang harus diganti terdapat di sekitar 235 dari 271 kabupaten/kota.

Parahnya, sukarelawan pelipat surat suara di kantor Kecamatan Cimanggis, Depok, Jawa Barat, menemukan ada 750 kertas suara yang sudah tercontreng. Tanda contrengan terdapat pada Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Golkar. Jelasnya, ada 25 surat suara yang tercontreng di gambar PKS dan 170 surat suara tercontreng di Golkar.

Gelagat kecurangan bisa diantisipasi, saat Bawaslu merekomendasikan KPU Pusat untuk memberhentikan Ketua KPU Lampung dan anggotanya melalui mekanisme pemeriksaan Dewan Kehormatan. Keduanya dinilai Bawaslu melanggar kode etik dalam proses seleksi, dan penetapan anggota KPU di tujuh kabupaten/kota di Lampung. Calon-calon yang diloloskan sebagai anggota KPU di tujuh kabupaten/kota itu diduga aktif di organisasi parpol.

Di Depok, KPUD Jawa Barat melayangkan surat pemberhentian dengan hormat kepada anggota KPU Kota Depok, Tri Cahya, dan anggota KPU Kabupaten Sukabumi, Sulaeman Daroni, karena pernah tercatat sebagai anggota parpol (PDIP). Tindakan tersebut, jelas untuk mengantisipasi celah kecurangan saat Pemilu berlangsung.

Kisruh DPT

Pemilu 2009 dibayangkan akan kacau, dengan munculnya DPT bermasalah. Bermula ketika beberapa parpol menemukan beberapa nama yang sama (ganda) pada beberapa DPT di Jawa Timur, termasuk Nomor Induk Kependudukan (NIK). Ada beberapa nama yang terdaftar dua kali, misalnya, yang bersangkutan pindah tempat tinggal, tapi masih tercatat di tempat lama.

Hingga 27 Maret lalu, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Jawa Timur masih menemukan nama fiktif dalam DPT. Tidak hanya terjadi di Madura, tapi juga di Ponorogo, Nganjuk, Pacitan, Ngawi, Magetan dan Banyuwangi. Di Ponorogo ditemukan 500 nama ganda, di Nganjuk 2.500, serta di Banyuwangi 3.000 nama. Konyolnya lagi, di Kabupaten Probolinggo, ditemukan lima orang gila masuk DPT. KPU Probolinggo juga menemukan anggota TNI dan anak di bawah umur dalam DPT, jumlahnya sangat signifikan. Lucunya, di Lamongan, nama Amrozi (pelaku bom Bali yang sudah dieksekusi mati) dan Ali Imran (dipenjara) pun masuk DPT. Hadar Navis Gumay menilai KPU dan Mendagri harus bertanggung jawab di pengadilan.terkait carut-marut DPT.

Setidaknya, jumlah pemilih siluman dalam Pemilu 2009 sekitar 20 juta. Pemilih siluman itu merupakan selisih antara DPT yang ditetapkan KPU dan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2007. Selisih 20 juta itu mencerminkan buruknya administrasi kependudukan di Indonesia. Carut-marut DPT terjadi karena pendataan tidak langsung dilakukan dari rumah ke rumah.

Pemerintah sendiri membantah telah melakukan intervensi dalam proses penyempurnaan DPT. Bahkan, Presiden SBY memanggil para pejabat pemerintah yang terkait dalam Pemilu ke Istana Negara, (19/3). Pemerintah meminta semua pihak memercayai kerja sistem yang terkait dengan pelaksanaan Pemilu 2009. SBY juga minta semua lembaga negara membuktikan dan tak membiarkan celah kecurangan terjadi. “Isu penggelembungan DPT jadi aneh. Meski KPU dan Mendagri sudah menjelaskan, tetap saja dianggap curang, pemerintah disalahkan. Ini tidak sehat,” kata SBY

Banyak pelanggaran

Soal pelanggaran dalam rekapitulasi yang dihimpun Bawaslu berdasarkan laporan Panwaslu di semua daerah, terjadi 197 pelanggaran meliputi pelanggaran administrasi, tindak pidana pemilu dan lain-lain. Partai Demokrat merupakan partai yang paling banyak melakukan dugaan pelanggaran (22 kasus) sejak kampanye rapat umum dimulai 16 Maret-25 Maret lalu. Disusul Golkar, PDIP, dan Gerindra.

Pelanggaran administrasi meliputi tak adanya surat cuti pejabat negara, kampanye di luar jadwal, melanggar batas daerah pemilihan, perubahan jenis kampanye, konvoi tanpa pemberitahuan ke kepolisian serta pelanggaran frekuensi dan durasi penayangan iklan partai. Sedangkan pelanggaran lainnya meliputi pelanggaran lalu lintas, tak melaporkan juru kampanye ke KPU atau Panwaslu, perusakan alat kampanye (baliho), pemalsuan ijazah, money politics (politik uang), dan kampanye di tempat ibadah, pendidikan, dan fasilitas negara (13 kasus). Pelanggaran juga terjadi saat melibatkan anak-anak dalam kampanye, penggunaan fasilitas negara, hingga melibatkan pejabat negara atau perangkat desa.

Ada pelajaran yang sangat berharga dari Pilkada Jatim beberapa waktu lalu. Setidaknya, kecurangan tidak terjadi lagi saat Pemilu Legislatif dan Presiden nanti. Pengorbanan Kapolda Jatim, Inspektur Jenderal Herman Surjadi Sumarwiredja yang undur diri dari keanggotaan Polri sejak 1 Maret 2009 lalu (16/3) tak perlu terulang. Herman kecewa lantaran status tersangka mantan Ketua KPU Jatim Wahyudi Purnomo dianulir Mabes Polri menjadi saksi.

Sejak masih dalam penyidikan, Herman mengaku pernah ditelepon oleh Mabes Polri pada 9 Februari 2009, dan diminta untuk tidak reaktif terhadap kasus tersebut. Seperti diberitakan media massa, ketua KPU Jatim itu ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan penyusunan DPT pilkada ulang di Bangkalan dan Sampang, Madura. DPT palsu itu mencapai 345.034 atau 27,165 persen dari total DPT di dua kabupaten sebesar 1.244.619 DPT. Penetapan ketua KPU Jatim, bukan reka-rekaan Herman. Ada buktinya, yakni Kapolda Jatim menangkap basah empat bocah yang akan dan sudah mencoblos untuk pilgub Jatim di Bangkalan pada 21 Januari lalu.

Apa yang terjadi dalam Pilkada Jatim jelas merupakan kecurangan yang sistematis yang sangat membahayakan demokrasi. Semua pihak berharap agar polisi bersikap netral dalam pemilu legislatif 9 April 2009, serta pemilihan presiden nanti. Pemilu yang jurdil bukan hanya persoalan parpol peserta pemilu, melainkan juga rakyat yang menggunakan hak politiknya.

Sumber: Sabili

Berita terkait:



0 komentar:

Blogger template 'Purple Mania' by Ourblogtemplates.com 2008

Jump to TOP