Kampanye Capres-Cawapres Hanya Sebatas Pencitraan
Selasa, 16 Juni 2009
Kampanye calon presiden dan calon wakil presiden di Indonesia saat ini masih terfokus pada upaya pencitraan, bukan pada pemaparan visi dan misi. Hal ini terlihat dari serangan-serangan yang dilancarkan antar kandidat capres yang masih didominasi pada serangan atas personal kandidat, bukan pada programnya. Demikian diungkapkan oleh pengamat komunikasi politik FISIPOL UMY, Fajar Junaedi, M.Si saat ditemui di laboratorium ilmu komunikasi pada Selasa (16/06) menanggapi tren kampanye capres saat ini.
“Hal ini disebabkan karena tidak ada diferensiasi program yang jelas antara para kandidat. Semua terfokus pada pencitraan melalui jargon iklan masing-masing,” ungkapnya. Junaedi mencontohkan, ketika mengusung tagline atau jargon “Lanjutkan”, seharusnya yang ditonjolkan adalah pemaparan program-program apa saja yang akan dilanjutkan, bukan pada melanjutkan sosok SBY sebagai presiden. Begitu juga dengan tagline “Lebih Cepat, Lebih Baik”. Seharusnya tim sukes JK-Win memaparkan, apa saja yang akan dibuat lebih cepat, dan apa saja yang akan diperbaiki, bukan terfokus pada sosok JK yang cepat dan cekatan dalam mengambil keputusan.
Junaedi juga mengeluhkan kurangnya keberanian para capres untuk mengungkapkan indikator pencapaian yang jelas. Menurutnya, saat ini para capres masih enggan menjanjikan target yang ingin dicapai secara spesifik. “Para kandidat masih berkutat pada slogan dan janji yang bersifat umum, bukan pada program-program dan pencapaian yang bisa diukur,” ujarnya.
Etika Kampanye
Ketika ditanya mengenai etika kampanye, Junaedi mengatakan bahwa yang berhak menentukan sebuah kampanye itu etis atau tidak adalah publik itu sendiri.
Junaedi menambahkan pula selama ini ada anggapan yang salah di masyarakat bahwa kampanye dengan menyerang kubu lawan adalah tidak beretika. “Harus dibedakan antara black campigne dengan attacking campaign,” tegasnya. “Black campigne adalah menyebarkan fitnah yang tidak benar atas kandidat lain. Ini tidak boleh. Sementara attacking campaign menyerang visi kandidat lawan dengan visi yang dinilai lebih baik. Hal ini adalah praktek yang wajar di luar negeri, seperti Amerika Serikat,”ujar Junaedi.
Di akhir wawancara, Junaedi menyampaikan mengenai perlunya konsistensi antara kampanye dengan tindakan dan track record kandidat. “Kampanye ideal adalah jika apa yang di kampanyekan, sesuai dengan apa yang selama ini diperbuat oleh kandidat,” tandasnya.
0 komentar:
Posting Komentar