Kembalinya Negara Otoriter
Editorial Media Indonesia
Selasa, 15 September 2009 00:00 WIB
DPR periode 2004-2009 sangat produktif menciptakan hukum. Sedikitnya 170 undang-undang sudah dihasilkan dalam lima tahun terakhir. Dalam waktu sisa 15 hari menjelang purnatugas, DPR bahkan masih bertekad menyelesaikan 15 rancangan undang-undang (RUU) yang belum kelar, termasuk RUU Rahasia Negara.
Akan tetapi, produktivitas dewan yang tinggi itu tidak disertai dengan kemampuan menghasilkan undang-undang yang bermutu. Tidak sedikit pasal dalam berbagai undang-undang itu yang kemudian dinilai Mahkamah Konstitusi bertentangan dengan UUD 1945.
DPR seharusnya sadar bahwa membuat undang-undang adalah menciptakan hukum. Sekali dibuat dan disahkan maka semua orang dianggap tahu dan mengikat. Karena itulah tidak boleh ada undang-undang yang dibuat tergesa-gesa hanya untuk mengejar target.
Pembuatan Undang-Undang Rahasia Negara sangat kentara mengejar target dan melabrak semua batas kepatutan. Pembahasannya terkesan asal-asalan, bahkan mengabaikan ketentuan pembuatan undang-undang.
Salah satu ketentuan pembuatan undang-undang yang diterabas adalah mengakomodasi aspirasi masyarakat. Penolakan terhadap RUU Rahasia Negara terus mengalir dengan deras. Akan tetapi, DPR pura-pura tuli dan tetap berniat mengesahkannya sebelum berakhir masa jabatan pada 30 September.
Definisi 'rahasia negara' dalam RUU itu sangat luas sehingga hampir semua urusan penyelenggaraan pemerintahan dapat dikategorikan sebagai rahasia negara. Struktur organisasi TNI dan daftar gaji anggota TNI, digolongkan sebagai 'rahasia negara'. Yang lebih konyol lagi APBN pun termasuk 'rahasia negara'.
Dalam RUU itu terdapat pula 'rahasia instansi'. Akibatnya, setiap orang yang menyampaikan informasi publik dapat dikenai sanksi pidana jika kemudian pimpinan instansi terkait menyatakan bahwa informasi tersebut adalah rahasia negara.
Melalui RUU ini negara sangat sewenang-wenang. Negara bukan hanya memberikan hukuman kepada 'orang yang sengaja dengan melawan hukum' membocorkan rahasia negara, tetapi juga kepada orang yang tidak mengetahui bahwa tindakannya telah mengakibatkan bocornya rahasia negara.
RUU Rahasia Negara juga kontrapoduktif terhadap upaya pemberantasan korupsi. Itu terjadi ketika berdasarkan RUU itu, negara berhak untuk merahasiakan informasi terkait tindak korupsi. Bisa dibayangkan, akan banyak koruptor berlindung di balik rahasia negara.
Undang-undang Rahasia Negara ini bila disahkan, bakal banyak membatasi sekaligus mengontrol kehidupan dan hak masyarakat sipil. Negara ini sesungguhnya kembali menjadi negara otoriter.
Sangat jelas, sebaiknya DPR dan pemerintah menghentikan pembahasan RUU Rahasia Negara. Bahkan, DPR baru dan pemerintahan hasil Pemilu 2009, sebaiknya membuang saja dari ingatan bahwa pernah ada RUU yang ingin mengembalikan negara ini menjadi negara represif dan otoriter.
0 komentar:
Posting Komentar