Kami Mengucapkan Terimakasih kepada Semua Pihak yang telah membantu Menyukseskan Perhelatan Akbar
Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2009

di Jakarta 3 s.d. 9 Agustus 2009

Sampai Ketemu di OSN Tahun 2010 di Medan, Sumatera Utara

Headline News

NATIONAL NEWS

Translate Here

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic

Nilai Tukar Rupiah Hari Ini

Sabtu, Mei 30, 2009

Alvin Adam

Dampingi Anak Menonton Tayangan Televisi


Presenter program talkshow di salah satu stasiun televisi ini, belakangan sering menyoroti maraknya informasi negatif yang tersebar di berbagai media tentang kenakalan remaja. Seperti tawuran antar pelajar, kekerasan di sekolah, seks bebas, narkoba, dan sebagainya. Informasi-informasi yang ditampilkan bahkan beredar dari hasil rekaman video yang sudah tersebar luas, lalu ditayangkan di televisi, koran, dan internet. Menurut Alvin, Informasi mengenai remaja diberbagai media masih kurang memperhatikan faktor keseimbangan informasi. Media harusnya tidak selalu menampilkan masalah kenakalan remaja saja, karena di sisi lain banyak siswa-siswa Indonesia berprestasi bahkan sampai ke tingkat dunia yang kurang mendapat sorotan. Padahal informasi ini jauh lebih penting terutama dalam meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa.

“Publikasi media terhadap hal-hal positif yang dilakukan remaja sebetulnya bukan tidak ada, hanya saja porsinya sedikit dan tidak masuk dalam skala prioritas.” Ujar Alvin. “Karena dari sekian banyak media elektronik khususnya televisi di Indonesia mempunyai spesifikasi tertentu dalam menayangkan sebuah program. Kebetulan TV tempat saya bernaung sangat konsen terhadap hal ini, karena kita menganggap siswa-siswa berprestasi itu adalah tunas bangsa yang harus kita hargai. Barangkali televisi yang sifatnya entertainment arahnya nggak kesitu.” Ungkap Presenter Just Alvin yang tayang di Metro TV ini.

Tak bisa dipungkiri, kata Alvin, fenomena yang berkembang saat ini memang remaja lebih tertarik melihat acara-acara kontes idola yang lebih dikenal dengan bakat nyanyi, akting, dan sebagainya. Ketimbang menonton acara cepat tepat atau cerdas cermat tingkat SMA atau acara-acara kontes olimpiade dan sejenisnya yang sarat ilmu pengetahuan.
“Nah, disinilah tugas para awak media dalam menyikapi hal tersebut. Media harus pintar-pintar mengemas sebuah acara yang sifatnya formal agar bisa dibuat lebih ringan, sehingga penonton lebih enjoy menikmatinya. Misalkan, pada saat olimpiade di luar negeri ada host anchor yang bisa langsung melaporkan bagaimana susahnya mereka berkutat dengan soal-soal olimpiade, lalu diinformasikan dengan suatu kemasan yang unik dan up to date. Saya pikir, anak-anak Indonesia pasti tertarik untuk menonton.” Saran Alvin.

Pria kelahiran Medan, 16 Juni 1971 ini sudah 20 tahun malang melintang di dunia entertainment sebagai model iklan, bintang sinetron, film, dan presenter. Ia juga menilai masih banyak tayangan-tayangan entertainment yang minim nilai edukasinya. Mulai dari sinetron, infotainment, bahkan sekarang marak bermunculan reality show yang menurut Alvin tidak ada manfaatnya untuk ditonton. Padahal banyak sekali kontribusi yang bisa diberikan media dalam bidang pendidikan lewat tayangan-tayangan yang sarat edukasinya. “Buat saya hidup itu singkat. Jangan buat sesuatu yang membuat hidup tidak berharga dalam waktu yang singkat. Mungkin orang bisa saja menghabiskan waktunya dengan menonton tayangan-tayangan yang ringan, asik, humoris, tapi nggak ada nilai edukasinya sama sekali. Nah, kita sebagai penonton harus pintar-pintar menyaring tayangan yang ingin ditonton. Kalau dibilang tayangan-tayangan sekarang mengikuti trend atau modernisasi, nggak juga dong, apakah akulturasi atau suatu kemajuan itu harus seperti itu? Apalagi harus mengesampingkan nilai-nilai edukasi. Karena kita juga punya kultur yang mengatur untuk tidak seperti itu. Kalau dibilang film-film sekarang sudah melalui badan sensor, tapi tetap aja meleset dari value education. Menurut saya yang pantas menjadi sensor adalah diri kita sendiri, orang tua terhadap tontonan anak-anaknya, dan remaja yang menyikapi tontonan itu seperti apa. Mau dibawa kemana pesan-pesan yang didapat dari tontonan itu.” Jelas Alvin.

Mengomentari pendidikan Indonesia saat ini, menurut Alvin yang paling penting diperhatikan adalah infrastruktur dan sistem pendidikannya. Jangan terlalu sering merubah kurikulum yang dapat membingungkan para siswa. Sebelum ingin membangun sekolah bertaraf internasional dengan spesifikasi bangunan yang juga sama seperti di luar negeri, harus diperhatikan juga masih banyak sekolah-sekolah di pelosok Indonesia yang atapnya bocor dan bangunannya yang rapuh. Selain itu, standar pendidikan yang semakin tinggi sepertinya sudah ‘harga mati’ dari pemerintah. Tidak perlu kita harus menolak dengan menggelar demo, ancaman, dan sebagainya. Toh, tidak didengarkan juga oleh pemerintah. Sudah saatnya kita menyikapi hal ini dengan bijaksana, terutama para orang tua dan siswa. “Seperti saya dulu, kebetulan orang tua saya adalah dosen, beliau sangat memperhatikan soal pendidikan anak-anaknya. Saya kelas 1 SD sudah diajarkan oleh ayah saya mata pelajaran kelas 2 dan 3 SD. Alhamdulillah di sekolah saya selalu jadi juara umum, karena penguasaan ilmu saya sudah lebih dibandingkan teman-teman saya. Terhadap anak-anak saya, juga saya terapkan seperti itu. Dirumah saya dan anak-anak saya selalu practise dwi bahasa, Inggris, China, dan Indonesia. Anak saya yang umur 4 tahun sudah mulai saya kenalkan komputer. Jadi, menurut saya kita sebagai orang tua harus sudah mulai sadar ke arah itu. Mungkin dengan begitu, paling tidak bisa sedikit membantu program pemerintah untuk meningkatkan standar pendidikan tadi. Dari pada harus mencela, lebih baik berbuat.” Tutur pemain film Ca Bau Kan dan Berbagi Suami ini. (rinda)

Sumber: Potensi



Bookmark and Share


Berita terkait:



0 komentar:

Blogger template 'Purple Mania' by Ourblogtemplates.com 2008

Jump to TOP